Indonesia masih belum serius dalam menangani tindak pidana korupsi (TPK). Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Rimawan Pradiptyo, melihat penanganan tindak pidana korupsi masih belum dianggap sebagai suatu hal yang penting. Hal ini dibuktikan dengan masih minimnya regulasi-regulasi yang diperlukan untuk memberantas TPK tersebut.
Rimawan mengungkapkan masih banyak tindak pidana korupsi yang belum diatur di Indonesia seperti korupsi sektor swasta. Menurutnya, 59 persen kasus korupsi di Indonesia berasal dari perusahaan swasta. Selain itu, TPK yang juga belum diatur antara lain yaitu illicit enrichment (memperkaya diri sendiri dengan jalur yang tidak sah), foreign bribery (suap yang terjadi antara perusahaan dengan penjabat asing), serta trading of influence (korupsi yang dilakukan oleh orang yang bukan penyelenggara negara, namun mengendalikan proyek-proyek negara dengan memanfaatkan kedekatan dengan kekuasaan).
Keempat jenis korupsi tersebut, ungkap Rimawan, sudah terdapat dalam rekomendasi UNCAG (United Nations Convention against Corruption) di tahun 2003 yang telah ditandatangani oleh Indonesia. Bahkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang pertama kali menandatangani konvensi tersebut. Selain itu, Indonesia juga sudah mempunyai UU No. 7 Tahun 2006 sebagai pengakuan bahwa Indonesia akan memasukkan rekomenadi UNCAG di atas dalam tata perundang-undangan di Indonesia.
“Namun, faktanya sampai sekarang, dari keempat hal ini (rekomendasi di atas) belum diatur,” tutur Rimawan dalam acara PolgovTalks pada channel Youtube Department of Politics and Government – Universitas Gadjah Mada, Selasa (6/4).
Rimawan menilai UU Tipikor di Indonesia sudah ketinggalan zaman. Rimawan juga menyayangkan peristiwa yang terjadi di Indonesia justru berupa pelemahan kepada para penegak hukum, seperti revisi kepada UU KPK yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun 2019 lalu.
“Rekomendasi dari rekan-rekan yang banyak melakukan kajian terhadap tindak pidana korupsi itu selalu merekomendasikan satu hal yakni revisi UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), bukan revisi UU KPK,” tutur Rimawan.
Dampak Ketidakseriusan Menangani Korupsi
Korupsi kemudian dapat mengakibatkan ketidak efisiensian dalam perekonomian. Rimawan menjelaskan bahwa negara tidak akan maju selama kasus korupsi masih tergolong tinggi. Seluruh negara yang saat ini berstatus negara maju adalah negara dengan kasus korupsinya rendah.
” Jangan pernah bermimpi ada negara maju yang korupsinya tinggi, itu tidak ada,” tambah Rimawan.
Oleh karena itu, Rimawan berharap pemimpin di Indonesia dapat memahami situasi kondisi penanganan korupsi saat ini. Pemimpin diharapkan dapat berperan untuk mendorong reformasi kepada penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia. Sebab, seluruh negara yang saat ini maju di masa lalu melakukan reformasi secara besar-besaran kepada penanganan tindak pidana korupsi tersebut, ungkapnya.
“Singapura, sejak merdeka, mereka langsung fokus kepada penanganan anti korupsi, mereka berbicara tentang reformasi, reformasi, reformasi,” tutur Rimawan.
Penulis: Aji Maulana