Dalam rangka memperingati Hari Kartini, Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada mengadakan seminar daring berjudul Perempuan Bermartabat: Kunci Kemandirian Bangsa pada Kamis (15/4). Melalui seminar tersebut kemudian diungkapkan dua industri berpotensi besar di Indonesia. Kedua industri tersebut pun diketahui didominasi oleh kaum perempuan.
Industri berpotensi pertama adalah bunga. Ketua Umum Ikatan Perangkai Bunga Indonesia (IPBI), Lucia Raras P, menuturkan bahwa tren tanaman hias berpotensi besar menggerakkan perekonomian sekarang ini. Lucia mengatakan bahwa kemajuan teknologi kekinian yang menggeser masyarakat untuk bekerja dari rumah. Hal tersebut kemudian telah memicu kebutuhan peningkatan estetika di rumah.
Disamping itu, Lucia mengatakan bahwa Indonesia kaya akan hortikultura tersebut sehingga tren tanaman hias memberikan peluang besar bagi petani dan industri bunga di tanah air.
Industri berpotensi kedua yang dibawa oleh perempuan Indonesia adalah batik tulis. Laretna T. Adishakti, dosen UGM dan pewaris kebudayaan, mengungkapkan industri batik tulis Indonesia berpotensi besar menjadi industri padat karya. Dia menuturkan bahwa dalam memproduksi satu batik tulis saja telah melibatkan banyak pihak, mulai dari dari petani tanaman Indigo (pewarna alami yang digunakan untuk batik tulis), pihak yang memproduksi kain, Maestro atau pengrajin batik, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, Laretna pun menuturkan bahwa batik tulis juga telah resmi diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia sejak tahun 2009. Ada beberapa kriteria UNESCO yang berhasil terpenuhi oleh batik. Namun, bagi Laretna, selain kaya akan nilai-nilai budaya, kekuatan utama dari batik terletak pada produknya yang ramah lingkungan sehingga tak heran jika batik menjadi bagian dari pergerakan Green Fashion dunia.
“Batik Indonesia terpilih oleh UNESCO karena sangat membumi, menggunakan material dan pewarna alami dari alam, itu kekuataannya,” jelas Laretna.
Oleh karena ramah lingkungan tersebut juga, industri padat karya yang dibayangkan Laretna secara langsung mendukung suistanable development yang sedang digadang-gadangkan dunia saat ini.
Namun, dari semua faktor-faktor tersebut hal yang paling membuat industri batik Indonesia mempunyai nilai tinggi adalah para perempuan yang berlaku sebagai Maestro atau pengrajin batik itu sendiri. Menurut Laretna, keterampilan serta budaya yang melekat pada perempuan-perempuan Indonesia dalam memproduksi batik tidak bisa ditandingi dunia.
“Tidak ada yang bisa menandingi keahlian serta keterampilan maestro batik (Indonesia),” pungkas Laretna.
Penulis: Aji Maulana