Menurut pakar gizi UGM, Dwi Budiningsari, diperlukan penyesuaian dari pola makan selama menjalankan puasa ke pola makan rutin biasa.
Penyesuaian yang dilakukan misalnya membatasi konsumsi jenis makanan yang banyak mengandung gula, garam, lemak, atau makanan dan minuman yang manis, asin, dan berminyak.
“Kurangi makanan atau minuman yang mengandung karbohidrat sederhana, seperti makanan atau minuman yang terlalu manis,” ucapnya.
Saat melaksanakan puasa Ramadan selama 30 hari, terdapat perbedaan jenis, jumlah, dan waktu konsumsi makanan dan minuman dibandingkan hari biasa. Untuk itu, penyesuaian pola makan secara perlahan diperlukan mengingat terdapat perubahan pada proses metabolisme.
Menurut Dwi, pola makan yang baik dalam keadaan normal sesudah tidak berpuasa sebaiknya tetap menjaga pola makan yang sehat dan sesuai pedoman gizi seimbang dengan memperhatikan jumlah dan jenis bahan makanan, juga jadwal makan teratur yang tidak melewatkan waktu makan utama.
Jenis bahan makanan perlu diperhatikan juga keanekaragamannya dan kelengkapan kandungan zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Zat gizi mikro seperti vitamin A, C, D, E, mineral besi, dan zink berperan dalam meningkatkan fungsi imun.
“Antioksidan juga penting karena dapat menangkal radikal bebas yang membahayakan tubuh dan membantu meningkatkan sistem imun tubuh. Antioksidan dapat diperoleh dari apel, jeruk, ubi jalar, asparagus, bawang merah, bawang putih, brokoli, pepaya, dan wortel,” jelasnya.
Ia menyebut bahwa selama menjalankan puasa terdapat sejumlah kebiasaan yang muncul, seperti kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman yang manis saat berbuka puasa.
Jika tidak diatur, konsumsi gula yang berlebihan dapat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh, yaitu meningkatkan risiko diabetes dan obesitas, menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan risiko penyakit jantung, serta memicu pertumbuhan sel kanker.
Selain itu, kebiasaan lain yang muncul adalah kebiasaan makan makanan berat pada malam hari dalam rentang waktu 2 jam sebelum tidur. Hal ini menurutnya perlu dihindari karena dapat menimbulkan gangguan pencernaan seperti penyakit asam lambung dan sakit perut.
“Asam lambung dari perut rentan naik ke kerongkongan saat seseorang langsung tidur setelah makan. Hal itu bisa menyebabkan seseorang merasa mulas, dada atau perut bagian atas nyeri, mual, sampai sakit tenggorokan,” paparnya.
Untuk itu, ia menyarankan agar masyarakat memilih alternatif makanan atau minuman yang mengandung gula alami seperti buah-buahan, dan mencukupi kebutuhan serat untuk menghentikan keinginan makan makanan manis.
Serat dari buah, sayur, kacang-kacangan serta biji-bijian akan membuat kenyang lebih lama sehingga nafsu makan dapat ditekan.
“Disarankan untuk meningkatkan konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung serat pangan, agar dapat mempertahankan berat badan yang normal dan tetap sehat setelah berpuasa,” jelas Dwi.
Sementara itu, kebiasaan baik selama puasa dalam pengendalian jumlah, jenis, dan waktu makan, diharapkan tetap dapat dipertahankan setelah lebaran dengan melaksanakan anjuran puasa syawal atau puasa berselang atau intermittent fasting. Hal ini juga dapat menunjang penyesuaian atau transisi pola makan secara perlahan dari puasa Ramadan ke pola makan rutin pasca puasa Ramadan.
“Tidak lupa juga penting untuk memperhatikan konsumsi air putih minimal 8 gelas atau 2 liter dalam sehari dan istirahat yang cukup yaitu minimal 8 jam sehari. Menjadwalkan tidur secara teratur penting dilakukan pasca puasa Ramadan karena biasanya jadwal tidur selama puasa berubah drastis,” imbuhnya.
Penulis: Gloria