Pemanasan global (global warming) telah mengakibatkan perubahan iklim (climate change) di Indonesia. Kondisi ini ditandai dengan meningkatnya frekuensi hujan dengan intensitas sangat tinggi, ketidakpastian musim hujan dan musim kemarau, kenaikan muka air laut yang mengancam wilayah pesisir, serta munculnya berbagai bencana yang diakibatkan oleh iklim (climatic hazards).
Menurut Dr. H.A. Sudibyakto, M.S., hampir 90% bencana alam di kawasan Asia, termasuk di Indonesia, diakibatkan oleh perubahan iklim. Akibat perubahan iklim ini mengancam pula tujuan pencapaian MDG’s (Millenium Development Goals) pada tahun 2020 dan Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana (Hyogo Framework for Action 2005-2015).
Pada sektor pertanian, dampak perubahan iklim menunjukkan variasi antarnegara di kawasan Asia Tenggara. Secara umum, perubahan iklim berpengaruh pada kegiatan yang bersifat musiman dan hubungan antara fluktuasi hujan dengan produktivitas padi. Selain itu, perubahan iklim juga berdampak pada hubungan antara curah hujan dengan setiap tanaman dan meningkatnya suhu permukaan air laut akibat pemanasan global yang diperkirakan sekitar 10 cm dalam 100 tahun terakhir ini. “Sangat serius dampaknya pada wilayah delta dan daratan rendah pantai. Dalam hal ini, budidaya padi dan produksi garam laut akan ikut terpengaruh serius,” ujarnya di Auditorium Fakultas Geografi UGM, Kamis (4/2), saat dikukuhkan dalam jabatan Lektor Kepala.
Dalam pidato “Perubahan Iklim di Indonesia, Konsep, Adaptasi, dan Mitigasi Dampak”, Sudibyakto memberikan beberapa contoh dampak perubahan iklim terhadap kenaikan permukaan air laut di Indonesia, antara lain, di wilayah Pantai Utara Pulau Jawa (Pantura). Berdasarkan skenario dan survei, perubahan iklim akan berdampak pada kenaikan permukaan air laut di Pantura antara 6-10 mm per tahun. Hitungan ini mengandung arti kota-kota di pesisir Pantai Utara Pulau Jawa, seperti Pekalongan dalam jangka waktu 100 tahun ke depan akan tergenang air laut hingga sejauh 2,1 km dari garis pantai, dan Kota Semarang akan mengalami hal yang sama sejauh 3,2 km dari garis pantai.
Dosen Fakultas Geografi UGM ini berkesimpulan pemanasan global telah nyata berdampak terhadap terjadinya perubahan iklim di Indonesia. Oleh karena itu, faktor-faktor penyebab perubahan iklim, dampak, dan upaya mitigasi serta adaptasi perlu diketahui dan dilaksanakan dalam Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) di bidang perubahan iklim.
Disimpulkan pula bahwa wilayah pesisir dan laut akan menerima dampak kenaikan permukaan air laut, berupa hilangnya wilayah daratan dan perubahan garis pantai. Di samping itu, akibat perubahan iklim telah terjadi peningkatan intensitas hujan, frekuensi badai, banjir, kekeringan, dan tanah longsor, serta kondisi lingkungan yang semakin memburuk sehingga dapat meningkatkan kerentanan wilayah. “Oleh karena itu, ke depan perlu dilakukan analisis risiko secara kuantitatif sebagai akibat dari perubahan iklim di Indonesia sehingga dapat dilakukan prioritas penanganannya dalam rangka mengurangi dampak perubahan iklim di berbagai sektor kehidupan,” jelasnya. (Humas UGM/ Agung)