• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Kabar Fakultas
  • Belajar dari Masyarakat Tanpa Konflik: Masyarakat Kaili

Belajar dari Masyarakat Tanpa Konflik: Masyarakat Kaili

  • 12 Juni 2021, 07:13 WIB
  • Oleh: Satria
  • 11922
 Belajar dari Masyarakat Tanpa Konflik: Masyarakat Kaili

Konflik antar etnik rentan terjadi di Indonesia. Dan sejauh ini, Indonesia memang tercatat sering kali mengalami konflik horizontal tersebut. Diantaranya yang berskala besar adalah seperti di Poso (1998-2000), di Sampit (2001), serta Ambon (1999-2003) yang bahkan sampai menelan lebih kurang 10.000 orang korban jiwa.  

Namun, apakah hal ini kemudian memberi arti bahwa masyarakat Indonesia belum sanggup membangun masyarakat memiliki kesatuan dan persatuan? Jawabannya ternyata adalah tidak. Sebab, menurut Dwi Septiwiharti, lulusan Program Doktoral Fakultas Filsafat UGM, konflik antar etnik yang terjadi di Indonesia sebetulnya disebabkan oleh semakin terpinggirkannya nilai-nilai kearifan lokal, dimana sebelumnya telah jauh ada untuk menjaga masyarakat dari konflik. Globalisasi adalah salah satu penyebab terpinggirnya nilai-nilai kearifan lokal tersebut. 

Dengan latar belakang itu, Dwi Septiwiharti, melalui disertasi-nya, kemudian berupaya mengungkapkan kembali nilai-nilai kearifan lokal dari sebuah masyarakat yang diyakini berhasil berdikari menghindari diri mereka dari konflik antar etnik. Masyarakat yang dimaksudkan adalah Masyarakat Kaili yang bertempat di Provinsi Sulawesi Tengah. Masyarakat Kaili ini diketahui memiliki tingkat keberagaman yang tinggi yang ini dibuktikan dengan terdapatnya berbagai dialek bahasa dan karakteristik diantara mereka, namun tercatat tidak pernah mengalami konflik horizontal. 

“Masyarakat Kaili itu tidak pernah ada konflik antar etnik. Mungkin kalau kita mendengar atau melihat di media masa (bahwa) banyaknya konflik-konflik yang terjadi di Sulawesi Tengah, tapi saya cukup berani mengatakan bahwa di dalam Masyarakat Kaili tidak ada konflik antar etnik,” tutur Dwi dalam diskusi Bedah buku: Budaya Sintuvu Refleksi Filosofis kearifan lokas Masyarakat Kaili yang disiarkan melalui kanal Youtube Kanal Pengetahuan Fakultas Filsafat UGM, pada Senin (7/6). 

Menurutnya, keterhindaran Masyarakat Kaili dari koflik antar etnik disebabkan oleh keberadaan budaya sintuvu diantara mereka. Budaya Sintuvu sendiri merupakan budaya gotong royong atau kegiatan yang dilakukan oleh Masyarakat Kaili secara bersama-sama.  

Dwi mengungkapkan Masyarakat Kaili telah terbiasa sejak dahulu untuk melakukan musyawarah (libu), mencari kemufakatan, dan lalu mengerjakan pekerjaan secara bersama-sama serta mempertanggungjawabkannya juga secara bersama-sama.  

Lalu, apa yang membuat musyawarah mufakat dan kerja sama mereka berbeda? Jawabannya terletak nilai-nilai kearifan lokal yang melandasi budaya sintuvu tersebut. Nilai-nilai kearifan lokal itu telah dianut dan dijaga oleh setiap orang dalam masyarakat melalui ajaran-ajaran adat. Ada tujuh nilai-nilai yang berhasil diungkapkan oleh Dwi, antara lain adalah harmoni, kekeluargaan, semangat berbagi, solidaritas, musyawarah mufakat, tanggungjawab, dan keterbukaan.  

Dengan menjalankan kehidupan berdasarkan nilai-nilai tersebut, masyarakat Kaili sejauh ini dapat menerima keberagaman. Mereka dapat bekerja sama dengan setiap orang walaupun berbeda etnik, asal usul, dan lain sebagainya. 

“Bahwa siapa pun dan dari etnik mana pun yang datang dan tinggal di tanah Kaili akan diterima dengan baik, namun harus mengikuti semua peraturan keadatan Kaili,” tulis Dwi dalam publikasi hasil penelitiannya. 

Permasalahan seputar perilaku atau konflik akan dikembalikan kepada wilayah adat. Sedangkan, permasalahan seperti kriminalitas, penyelesaiannya akan dilimpahkan ke wilayah hukum positif.  

Menanggapi hasil penelitian Dwi tersebut, Guru Besar Antropologi UGM, Prof. Dr. Irwan Abdullah, berharap bahwa kearifan lokal dari Masyarakat Kaili selanjutnya dapat dipelajari oleh semua orang. Nilai-nilai yang menjaga masyarakat Kaili dari konflik antar etnik kemudian tidak lagi sebatas sebagai sebuah kearifan lokal, tapi selanjutnya juga sebagai bagian dari kecerdasan nasional sehingga keberhasilan mayarakat Kaili untuk menghindari diri dari konflik antar etnik juga bisa diraih dalam skala nasional. 

“Saya ambil contoh yang sudah berhasil, masyarakat Minangkabau itu sudah berhasil mengubah kearifan lokalnya yaitu makanan Minang yaitu nasi Padang. Itu tadinya kan kearifan lokal, tapi dia bisa merubah rasa selera menjadi selera nasional karena kita semua bisa makan dan menerima nasi makan Padang, dimana pun di seluruh Indonesia ada nasi Padang,” tutur Prof. Irwan.

Penulis: Aji Maulana

 

Berita Terkait

  • Teliti Pemukiman Suku Kaili, Zaenal Raih Doktor

    Monday,27 July 2015 - 14:48
  • Mahasiswa Doktoral UGM Teliti Pengaruh Asimetri Persepsi Konflik Intragrup

    Wednesday,06 February 2019 - 15:19
  • Agama Picu Konflik Nahdlatul Wathan

    Sunday,27 February 2011 - 16:24
  • Pengamat: Rekonsiliasi di Ambon Belum Selesai

    Monday,12 September 2011 - 14:53
  • Meredam Konflik di Kawasan Pertambangan

    Thursday,23 November 2017 - 13:49

Rilis Berita

  • Fakultas Geografi UGM Dampingi Penyusunan Rencana Strategis Kabupaten Sukamara Kalteng 02 February 2023
    Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) menye
    Humas UGM
  • Pakar UGM: Lansia dan Warga Miskin DIY Perlu Mendapat Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial 02 February 2023
    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, berencana memberikan ban
    Gusti
  • Kembali ke Kampus, UGM Harap Geliat Wisata Religi Tanara Serang Terus Menguat 02 February 2023
    Tim mahasiswa Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Unit Serang, Bant
    Ika
  • 2023 Asian Conference on Fish Models for Disease Berakhir, Herman Spaink Ungkap Harapannya agar Penelitian Tetap Berkelanjutan 02 February 2023
    Perkembangan bidang studi biologi menjadi kontributor besar bagi dunia kesehatan, khususnya dalam
    Satria
  • SDG's Series #85: Strategi Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan Melalui Perencanaan Pembangunan Daerah 02 February 2023
    Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi, UGM telah menyelenggarakan Sustainable Develo
    Satria

Agenda

  • 07Feb Dies Natalis Fakultas Hukum UGM...
  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual