UGM Residence kembali menggelar Cultural Festival tahun 2021 pada 11-12 Juni kemarin. Salah satu agenda utama dari rangkain acara tersebut adalah Webinar Kebudayaan dan Pengelolaan Asrama yang digelar pada Sabtu (12/6) siang. Webinar tersebut mengangkat tema “Peran Asrama dalam Memperkuat Karakter Bangsa dengan Keberagaman Budaya di Tengah Peradaban Dunia”.
Ir. FX. Pri Joewo Guntoro, Dipl.HE, M.Si., General Manager UGM Residence, menyatakan bahwa tema tersebut diangkat mengingat para penghuni asrama yang adalah seorang milenial. Mereka merupakan harapan bangsa untuk melestarikan budaya bangsa di tengah kemajuan teknologi informasi dan globalisasi.
Selain itu, menurut Guntoro, tema tersebut sesuai dengan fungsi dari UGM Residence sebagai rumah kedua bagi mahasiswa yang berasal dari 34 provinsi di Indonesia. Pertemuan budaya dari masing-masing mahasiswa menjadi tak terhindarkan. Oleh karena itu, Culfest ini sebagai media agar para mahasiswa tersebut semakin mengenal budaya masing-masing sekaligus mengenal budaya daerah lain.
“Harapan kami kedepannya mereka akan menjadi pelaku terbangunnya budaya Indonesia yang tangguh. Hal itu sesuai amanah UU No. 5 tahun 2017 tentang kemajuan kebudayaan yang menjadi tanggung jawab kita bersama,” ujarnya.
Hal itu selaras dengan pemaparan Prof. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr., Wakil Rektor Bidang Pendidikan, Pengajaran, dan Kemahasiswaan UGM. Ia menyatakan bahwa mahasiswa saat ini adalah fondasi untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Akan tetapi, Djagal menyebut, walaupun masih kurang lebih 25 tahun lagi, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Hal itu utamanya terhadap permasalahan-permasalahan vital, seperti masih tingginya angka korupsi, radikalisme, dan terorisme, yang juga menyasar anak muda kita.
Dari indeks kerapuhan negara di dunia, Indonesia menempati nomor 82 dari 178 negara di dunia. Sementara indeks persepsi korupsi, Indonesia berada pada peringkat 102 dari 180 negara. Kemudian dari data Lab. Pengukuran Ketahanan Nasional, meskipun kini sedikit membaik, tetapi pada dua dari delapan gatra, yakni ideologi dan sosial budaya kita berada zona kuning.
“Hal tersebut berarti bahwa ketika negara kehilangan ideologinya maka akan melemahkan kehidupan sosial budayanya. Bahkan hal ini bisa saja merembet ke aspek kehidupan lainnya. Untuk itu, kita harus lebih intensif dalam mencegah hal-hal yang merapuhkan negara tersebut,” tekannya.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah juga telah merumuskan sistem pendidikan nasional yang berbasis Pancasila sebagai upaya pembangunan SDM. Djagal mengungkapkan bahwa UGM juga menyiapkan diri dengan proses pendidikan berbasis tiga hal, yakni nilai-nilai, keterampilan, dan pengetahuannya. Hal itu agar lulusannya kelak dapat menghadapi masa depan yang bercirikhaskan VUCA (Volatility, Uncertainity, Complexity, Ambiguity).
“UGM mempunyai konsep penyelenggaraan pendidikan sesuai jati diri, dengan tiga landasan (Pancasila, UUD ’45, dan Kebudayaan Indonesia), lima prinsip (akuntabilitas, transparan, nirlaba, penjaminan mutu, serta efektivita dan efisiensi), dan tiga komitmen (pengembangan kepribadian, keilmuan, dan kebudayaan). Hal itu agar tujuan kita tercapai, yakni ikut mewujudkan pembangunan nasional, tujuan nasional, dan cita-cita nasional,” paparnya.
Kesemua hal tersebut, Djagal menjelaskan diwujudkan dalam program-program di UGM sejak mahasiswa pertama kali masuk. Hal itu yakni melalui PPSMB, MKWU, KDK, dan KKN. Harapannya adalah meluluskan mahasiswa dengan 4 K, yakni Karakter, Keilmuan, Kebudyaan, dan Komitmen.
Tidak hanya itu, menurut Djagal, keberadaan asrama mahasiswa atau UGM Residence, juga semakin mengukuhkan sistem pendidikan tersebut. Hal itu karena para mahasiswa yang bertempat tinggal di asrama juga diberikan konten melalui kegiatan-kegiatan rutin, salah satunya termasuk Cultural Festival ini.
“Walaupun kini asrama hanya terbatas 31% dari mahasiswa baru, kita akan terus meningkatkannya. Dengan konten dan fasilitas yang diberikan, kita berharap asrama tersebut tidak menjadi black box, bagi mahasiswa, melainkan sebagai school of character and leadership. Dengan demikian, ketika keluar nanti dia akan menjadi rekan strategis, pakar, pekerja ulung, adaptif, dan solutif sehingga dapat berkontribusi pada bangsa, negara, dan dunia,” pungkasnya.
Penulis: Hakam