Pada pelaksanaan Computer Based Test (CBT) UM UGM tahun 2021 ini, 9 dari 36.470 peserta terdaftar sebagai peserta difabel. Hal itu dengan rincian 8 peserta berlokasi tes di Yogyakarta dan 1 peserta di Jakarta. Belajar dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini UGM mempersiapkan prosedur yang lebih terstruktur dalam melayani peserta difabel.
Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Rektor UGM, Drs. Gugup Kismono, MBA., Ph.D., pada kunjungannya ke lokasi tes di Auditorium Lantai 8 Gedung Tahir Sayap Utara, FKKMK UGM pada Rabu (23/6). Ia mengatakan UGM telah memastikan kebutuhan para peserta difabel sejak mereka mendaftar jauh hari.
“Kami melakukan identifikasi sejak dini, mulai dari ragam disabilitasnya apa hingga apa saja yang mereka butuhkan agar lancar mengerjakan tes. Kami ingin semua peserta, tidak memandang siapa dia, bisa mengikuti tes tanpa adanya kendala teknis,” ujarnya.
Upaya ini, menurut Gugup, sejalan dengan tujuan UGM untuk menjadi kampus inklusif. Ia mengungkapkan kini UGM juga telah menyiapkan Unit Layanan Terpadu (ULT), yakni untuk difabel serta pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Khusus difabel, ia menerangkan pihaknya telah melakukan survei fasilitas di UGM apakah aksesibel bagi difabel atau tidak.
“Kami akan selalu mendukung setiap kebutuhan dari semua sivitas akademika kita, termasuk yang difabel. Hal itu dari pembelajaran maupun fasilitas, intinya agar mereka nyaman dan tidak mengalami hambatan selama berkuliah. Kita juga akan selalu aktif untuk mengedukasi seluruh sivitas kita agar tidak hanya memandang difabel dari sudut pandang kita yang non-difabel,” terangnya.
Sementara itu, Wuri Handayani, S.E., Ak., M.Si., M.A., Ph.D., Pembina UKM Peduli Difabel UGM yang turut hadir bersama Gugup, menjelaskan mengenai kehadiran relawan pendamping bagi peserta difabel. Ia menyatakan bahwa pihaknya telah dihubungi secara langsung oleh panitia pelaksana tes CBT UM UGM disertai dengan data peserta tersebut. Selain itu, kontak dari peserta juga tercantum di sana.
Dari data tersebut, Wuri menyebut dari UKM mendelegasikan relawan untuk mendampingi masing-masing peserta sesuai ragam disabilitas serta kebutuhannya. Mereka bertugas dari memastikan kehadiran di lokasi tes, kelancaran pengerjaan tes, hingga para peserta difabel tersebut pulang.
“Semisal peserta tuli, mereka memastikan apakah ada kesulitan dalam berkomunikasi dengan pengawas dan panitia tes, atau peserta dengan tunadaksa didampingi untuk mengakses fasilitas tes. Kemudian, nanti katanya ada peserta dengan low vision, kami akan mencoba menyediakan penerangan tambahan agar mereka bisa membaca soal tes,” terangnya.
Wuri juga menuturkan pihaknya juga memastikan para relawan pendamping ini selalu mematuhi protokol kesehatan. Hal itu dari penggunaan masker serta rutin untuk sanitasi tangan mereka. Ia juga mengungkapkan bahwa sebelum melakukan tugas pendampingan, para relawan juga diwajibkan untuk tes Covid-19. “Kami ingin memastikan para peserta tidak perlu khawatir akan tertular jika menerima bantuan dari relawan,” ujarnya.
Wuri menilai penempatan para peserta difabel di satu tempat, yakni Gedung Tahir ini sudah tepat. Hal itu karena akses di sini terbilang bagus. “Lokasi tidak jauh dari jalan utama, terdapat ramp dan ukuran lift juga mencukupi bagi pengguna kursi roda, serta tidak lupa terdapat toilet difabel di sini,” tuturnya.
Terakhir, terkait pembentukan ULT yang disebutkan Gugup tadi, Wuri menyebut bahwa dirinya terlibat langsung di sana. Ia menerangkan bahwa upaya ini sudah berjalan sejak dua tahun lalu, dimulai dari keterlibatan UKM Peduli Difabel dalam PSSMB, hingga pelaksanaan acara-acara lain di tingkat universitas.
Dengan hadirnya ULT tersebut, Wuri berharap sivitas akademika difabel akan memiliki kesempatan dalam aktivitas dan karier di UGM. “Pemenuhan terhadap mereka itu juga merupakan penghormatan terhadap harkat martabat difabel itu sendiri. Oleh karenanya, saya harap tidak ada lagi nantinya seorang difabel di UGM yang menyembunyikan identitas difabelnya,” pungkasnya.
Penulis: Hakam