Belum lama ini, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. Aman Bhakti Pulungan, menyebutkan kasus Covid-19 pada anak di tanah air naik 11-12 persen. Bahkan, selama masa pandemi, jumlah kematian anak balita meningkatkan hingga 50 persen atau ada 1.000 kematian pada anak setiap minggunya.
Epidemiolog UGM, dr. Citra Indriani, MPH., mengatakan sebenarnya sejak awal anak-anak mempunyai risiko untuk terinfeksi sars cov-2. Ia menyebutkan di DIY sendiri kasus pertama Covid-19 adalah pada anak-anak. Namun begitu, pada saat awal pandemi, pengetahuan yang ada tentang infeksi virus ini pada anak menunjukkan bahwa gejala yang terjadi pada anak adalah sedang ke berat. “Pengetahuan kita belum sepenuhnya lengkap untuk virus ini, sehingga masih berkembang, apalagi virus pun mengalami mutasi dan menyebabkan perubahan karakternya,” kata Citra, Jumat (25/6).
Ia mengakui bahwa vaksin yang ada sekarang ini belum direkomendasikan untuk anak karena semua vaksin ketika akan digunakan harus melalui uji terlebih dahulu untuk efikasinya apakah memberikan manfaat atau tidak meskipun pada saat kegawatdaruratan. “Pada saat ini memang kita masih dan harus menunggu hasil uji klinis pada kelompok anak sebelum bisa kita berikan ke anak-anak,” ujarnya.
Meski sudah ada vaksin yang sudah direkomendasikan oleh WHO SAGE (Strategic Advisory Group of Expert) untuk mereka yang berusia lebih dari 12 tahun yaitu Pfizer/Biontech. Namun begitu, selama ini anak-anak memang belum menjadi prioritas secara global, namun dengan perkembangan situasi dan bukti ilmiah yang dihimpun, menurutnya, bisa jadi akan ada rekomendasi baru dan akan mengubah kebijakan.
“Kembali lagi, senjata kita ada di prokes, makan bersama dengan orang selain di luar rumah pun sangat berisiko, karena sama-sama membuka masker dan pastinya ngobrol dan hal ini kalau kita lihat masih banyak yang melakukan. Anak-anak bisa dilindungi bila kita dewasa, para orang tuanya, pengasuhnya juga menjalankan prokes dengan ketat,”imbuhnya.
Kondisi naiknya lonjakan kasus Covid-19 saat ini kepada orang-orang dewasa diharapkan bisa lebih patuh protokol kesehatan karena jadi sumber klaster. Tidak hanya itu, ia pun khawatir apabila pembelajaran tatap muka dimulai di sekolah akan memperparah angka kejadian kasus Covid-19 pada anak. “Saya kira di daerah dengan transmisi tinggi sudah tepat untuk menunda kegiatan sekolah tatap muka,”katanya.
Di tengah belum adanya vaksin yang efektif bagi anak untuk mencegah penularan virus Covid-19, Citra menegaskan penerapan prokes pada anak-anak dan prokes ketat dari orang tua sebenarnya diharapkan sebagai senjata terakhir untuk melindungi anak-anak dari paparan infeksi virus corona. “Proses 3T (test, tracing, treatment) tidak untuk melindungi anak-anak, tapi prokes anak dan prokes orang tualah yang melindungi,” pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : AFP Photo