Salah satu prinsip kewirausahaan adalah kemampuan menciptakan ide-ide baru yang berguna bagi pemecahan masalah dan tantangan yang dihadapi orang setiap hari. Wirausahawan mampu meraih keberhasilan dengan cara menciptakan nilai di pasar ketika mereka menggabungkan sumber daya dengan cara-cara yang baru dan berbeda untuk memperoleh keunggulan bersaing terhadap kompetitornya.
Wirausahawan dapat menciptakan nilai dengan berbagai cara. Ia dapat menciptakan produk dan jasa baru, mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, memperbaiki produk atau jasa yang telah ada, dan menemukan banyak cara untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa dengan lebih sedikit sumber daya, serta banyak hal lainnya.
Demikian beberapa pemikiran yang muncul pada saat berlangsungnya One Day Technopreunership Workshop di University Club UGM, Kamis (25/2). Workshop yang digelar UGM bekerja sama dengan Recoqnition and Mentoring Program Institut Pertanian Bogor (RAMP-IPB) ini diikuti oleh staf pengajar dan mahasiswa.
Project Officer Student Technopreunership Program RAMP-IPB, Ono Suparno, meyakini entrepreunership/technopreunership merupakan model pengembangan kewirausahaan guna menyelesaikan permasalahan pengangguran dari kalangan berpendididikan karena jumlah penganggur di Indonesia saat ini didominasi oleh kalangan terdidik.
Data BPS bulan Februari 2007 menyebutkan jumlah pengangguran berpendidikan universitas mencapai 409.900 orang. Jumlah ini meningkat 52% pada Februari 2008 yang mencapai 626.000 orang. Sementara itu, jumlah penganggur berpendidikan diploma mencapai 303.300 orang dan telah naik 57% menjadi 519.900.
Oleh karena itu, kata Ono, dibutuhkan enterpreunersip/technopreunership guna mengatasi masalah pengangguran di Indonesia. Saat ini, jumlah pengusaha di Indonesia baru sekitar 400.000 atau 0,18% dari total jumlah penduduk. Sementara, guna mendorong pertumbuhan ekonomi, jumlah ideal pengusaha Indonesia semestinya 4.400.000 atau 2% dari total penduduk. “Rendahnya jumlah pengusaha ini menunjukkan kekayaan alam Indonesia belum tergarap secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Ono Suparno.
Melihat kondisi seperti itu, RAMP Indonesia berusaha memfasilitasi secara menyeluruh bagi inventor/inovator akar rumput, pelajar/mahasiswa, dan wirausaha teknologi dalam mengembangkan dan menyebarkan solusi inovasi teknologi yang dapat membantu upaya pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan.
Secara operasional, RAMP Indonesia mendorong tumbuhnya teknologi yang komersial, kompetitif, ramah lingkungan, tetapi terjangkau, aplikatif, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat miskin dalam peningkatan kesejahteraan. “Ini merupakan program internasional yang diprakarsai oleh The Lemelson Foundation, sebuah yayasan yang didirikan oleh Jerome Lemelson dan keluarganya,” pungkas Ono. (Humas UGM/ Agung)