Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa perguruan tinggi harus dapat memfasilitasi para mahasiswa untuk belajar dari para praktisi serta pelaku industri. Hal ini, menurutnya, diperlukan untuk menghasilkan lulusan dengan kemampuan yang relevan dengan kebutuhan di setiap zaman dan menghadapi berbagai disrupsi yang terjadi.
“Dunia perguruan tinggi sangat membutuhkan kolaborasi dengan para praktisi dan pelaku industri, sebaliknya pelaku industri membutuhkan talenta dan inovasi dari perguruan tinggi,” ucapnya dalam Konferensi Forum Rektor Indonesia yang diselenggarakan secara daring, Selasa (27/7).
Dalam sambutannya, Presiden memaparkan bahwa pandemi Covid-19 menambah disrupsi yang sebelumnya telah dipicu oleh Revolusi Industri 4.0. Revolusi ini mengubah lanskap sosial budaya, ekonomi, serta politik, dan memunculkan pergeseran dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dunia pendidikan.
Di tengah kemunculan edutech, lembaga perguruan tinggi harus memperkuat posisinya sebagai institusi pendidikan dengan penggunaan teknologi digital.
“Bukan hanya untuk memfasilitasi pengajaran dosen internal kepada mahasiswa tetapi yang juga lebih penting adalah memfasilitasi mahasiswa untuk belajar pada siapa pun, di mana pun, dan tentang apa pun,” terangnya.
Ia melanjutkan, kurikulum harus memberi bobot SKS yang lebih besar bagi mahasiswa untuk belajar dari praktisi industri serta meningkatkan keterpaparan mahasiswa dan dosen kepada industri dan teknologi masa depan.
Pembelajaran di kampus juga harus memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menggali dan mengembangkan talentanya masing-masing.
“Mahasiswa di jurusan yang sama tidak berarti harus belajar tentang hal yang sepenuhnya sama, dan tidak berarti nantinya harus berprofesi yang sama,” ucap Presiden.
Konferensi FRI tahun ini mengambil tema “MBKM dan Kolaborasi Strategis Dalam Rangka Mewujudkan Pendidikan Tinggi yang Inovatif, Produktif, Adaptif, dan Kompetitif di Dunia Global”.
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng., mengungkapkan bahwa program Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi fokus bahasan pada acara ini dan diharapkan menjadi salah satu akselerator dan katalisator dalam proses kolaborasi.
“Program MBKM menuntut adanya kemitraan multihelix. Harapannya mahasiswa akan memiliki mental socioenterpreneurship, leadership, dan literasi investasi yang memadai,” terang Rektor.
Pandemi Covid-19, lanjutnya, mengingatkan pengelola perguruan tinggi untuk bertindak responsif dan antisipatif. Situasi ini dapat dilihat sebagai motivasi untuk menyusun pendekatan-pendekatan baru, dan membuka kesempatan untuk menerapkan cara non-klasikal dalam menyelenggarakan pendidikan.
“Universitas harus membaca krisis menjadi ladang kesempatan yang seluas-luasnya,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua FRI 2020-2021, Prof. Dr. Arif Satria, menyampaikan pokok-pokok rekomendasi, terutama terkait upaya penanganan pandemi Covid-19. Ia mengajak seluruh komponen bangsa untuk memadukan visi dan berkolaborasi dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang ia sebut sebagai krisis multidimensi.
FRI berpandangan bahwa pengambilan kebijakan publik dalam penanganan pandemi Covid-19 harus dilakukan berbasis pada ilmu pengetahuan, dan pemerintah perlu memperkuat keterlibatan perguruan tinggi dalam penanganan pandemi Covid-19 tersebut.
Penulis: Gloria