Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada kembali menggelar webinar dalam upaya turut berkontribusi dalam mengatasi pandemi Covid-19. Webinar seri kedua kali ini mengangkat topik Bergotong Royong Melawan Covid-19.
Prof. Drs. Koentjoro, MBsc., Ph.D, Ketua Dewan Guru Besar UGM, mengatakan ketika PPKM dilaksanakan hingga tanggal 20 Juli 2021, masyarakat merasa terhambat. Kondisi ini menjadikan mobilitas yang mestinya bisa dikurangi tidak dipahami dengan benar.
“Bahkan, muncul demo di sana sini hingga ada jenazah terpapar covid dimakamkan sendiri. Ini tentu menjadi keprihatinan, kalau seperti ini terus terjadi sampai kapan akan selesai,” ujarnya, di Kampus UGM, Senin (26/7).
Ia menambahkan saat penyelenggaraan webinar pertama, DGB UGM pernah mengusulkan betapa pentingnya gotong royong dalam situasi pandemi. Dengan bergotong royong akan mampu melalui situasi ini dengan baik.
“Jadi, sebetulnya seperti PPKM itu tidak diperlukan jika masyarakat secara sadar membatasi pergerakan untuk mengurangi penyebaran virus. PPKM tidak perlu ada,” katanya.
Sementara itu, Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU, ASEAN Eng, dalam sambutannya menyatakan keadaan pandemi saat ini belum membaik karena para penderita covid terus meningkat. UGM terus melakukan berbagai upaya guna merealisasikan solidaritas dan sikap gotong royong.
Sikap tersebut ditunjukkan dengan menyediakan beberapa selter penanganan covid yang tidak hanya untuk warga UGM tetapi untuk masyarakat DIY. UC UGM adalah salah satu selter terbaru saat ini dan sudah terisi 53 pasien covid, demikian pula dengan selter-selter lainnnya Asrama Mahasiswa di Baciro, Wisma Kagama, Asrama Karanggayam, PIAT, Wanagama, Bayat dan Masjid Mardliyyah.
“Dengan solidaritas dan kegotong royongan menjadi hal penting untuk mengatasi masalah pandemi saat ini. Selain itu, semoga 70 persen warga DIY mendapat vaksin dapat tercapai. Ini adalah upaya memerangi Covid-19, semoga bisa dipercepat sehingga bisa terbentuk herd immunity,” katanya.
Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K)., PhD, Dekan FKKMK UGM, menambahkan situasi dan korban Covid-19 di Indonesia saat ini belum aman. Menurutnya, telah terjadi penurunan terhadap kepatuhan protokol kesehatan.
“Karena merasa sudah divaksin menganggap aman, lengah dan abai terhadap prokes. Selain itu, lonjakan kasus karena disebabkan liburan lebaran kemarin, munculnya varian delta dan adanya berita-berita hoax di medsos,” terangnya.
Rimawan Pradiptyo, Ph.D, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM sekaligus pendiri komunitas SONJO, mengatakan untuk bisa bergerak bersama maka diperlukan pemahaman terhadap masalah yang dihadapi yaitu pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 dipandang sebagai perubahan yang mendasar maka diperlukan respons yang juga berubah.
“Secara teori, sebelum pandemi Covid-19 yang namanya kerumunan dan mobilitas manusia itu adalah tulang punggung ekonomi adalah betul. Tetapi di saat ini kita dituntut cepat berubah karena kerumunan dan mobilitas itu sekarang justru sumber masalah,” ucapnya.
Rimawan menyampaikan untuk bisa membantu penanganan pandemi Covid-19 tidak sepenuhnya bisa mengandalkan sumber daya yang dimiliki pemerintah. Sumber daya pemerintah tidak banyak dan terbatas.
Pemerintah tidak memiliki dana banyak sehingga ketika pemerintah melakukan defisit anggaran maka anggarannya hanya 6 persen dari GDP. Jumlah ini tidak sama dengan negara-negara lain yang mencapai 15-30 persen.
“Kemampuan pemerintah terbatas. Lalu, kita bisa bantu apa, dan kemana, maka terbaik adalah mendekat pada masyarakat karena di masyarakat banyak resources meski tidak dalam bentuk uang,” jelasnya.
Rimawan mengatakan menurut teori ekonomi yang dimaksud sumber daya itu bermacam-macam. Tidak selalu dalam bentuk uang, tetapi bisa dalam wujud kerja sama atau gotong royong.
“Itulah yang berkembang di SONJO. Komunitas ini berdiri untuk membantu penangan Covid-19. Jadi jangan heran, di SONJO tidak ada aliran dana, dari dulu nol sampai sekarang juga nol,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho