Minat dan bakat anak bisa digali sejak usia pra sekolah, bahkan menumbuh kembangkan kemampuan literasi spasial dengan mengenalkan mereka pada ilmu geografi lewat foto, peta, dan membangun kemampuan menerjemahkan visualisasi dari gambar dan video game. Hal itu mengemuka dalam Webinar “Edukasi Literasi Spasial dan Literasi Ramah Anak untuk Sekolah Dasar” sebagai kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam peringatan Hari Anak Nasional dan rangkaian Dies Natalis Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Selasa (27/7).
Kegiatan seminar yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Gender dan Pembangunan, Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada ini menghadirkan Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Dra. Elvi Hendrani, Guru Besar Departemen Geografi Pembangunan Fakultas Geografi UGM, Prof. Dr. R. Rijanta M.Sc.,dan Kepala Sekolah Dasar Muhammadiyah Karangkajen Yogyakarta, Novia Nuryany, S.I.P., M.Pd.
Prof. R. Rijanta mengatakan anak-anak sejak kecil telah memiliki berbagai macam kemampuan kecerdasan seperti musical, visual-spatial, verbal-linguistic, logical-mathematical, bodily-kinesthetic, interpersonal, intrapersonal, naturalistik, dan existential-moral. Oleh karena itu, kemampuan anak dalam menerjemahkan visualisasi dari gambar dan bangunan ruang bisa diarahkan dalam membangun kecerdasan spasial dengan mengenalkan mereka untuk memahami gambar 2 dan 3 dimensi serta menempatkan aspek keruangan secara tepat dalam pengambilan keputusan. “Dorong mereka melakukan eksplorasi fisik keruangan secara aktif. Beri kesempatan anak membuat struktur dan bentukan tertentu seperti mainan lego atau bentuk bangunan lain. Kenalkan permainan membuat struktur tertentu dengan skema atau gambar,” katanya.
Anak-anak yang rajin menggambar bentuk geometri serta memberi kesempatan anak bereksperimen dengan fotografi. Bahkan, mereka bisa manfaatkan video game. Menurutnya, kecerdasan spasial bisa memfasilitasi anak dalam mempercepat literasi geografis secara lebih baik.
Sementara Novia Nuryany mengatakan pengenalan edukasi ramah anak di sekolah dapat dilakukan dengan melakukan pendampingan pengembangnan minat dan bakat peserta didik dengan cara yang berbeda-beda sesuai karakter masing-masing siswa. Praktik edukasi literasi spasial dapat dilakukan dengan penggunaan gambar-gambar diagram peta ilustrasi, pengamatan desain detail sketsa demonstrasi. Selain itu, anak-anak diajak membuat kerajinan tangan proyek mind mapping, dan analisis cara kerja, cara gerak, model tiruan hubungan antar bagian.
Elvi Hendrani mengatakan anak-anak harus mendapatkan pengetahuan dan pengembangan minat dan bakat mereka meski dalam situasi masa pandemi sekarang ini. Oleh karenanya, satuan pendidikan harus mampu menerapkan program Sekolah Ramah Anak (SRA) baik dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal agar mampu memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus bagi anak. Sebab, anak-anak sangat rentan dengan paparan Covid-19. “Sekitar 12,6 persen dari penderita covid adalah anak-anak. Jangan sampai pembelajaran tatap muka nantinya menjadi klaster sehingga perlu ada satgas di sekolah sebagai satuan standarisasi prokes,” katanya.
Pembelajaran daring dari rumah menurutnya juga memberikan dampak negatif bagi anak-anak karena orang tua tidak mengetahui cara mendampingi anak-anak saat belajar daring. Menurut data dari Kementerian PPA, selama masa pandemi, banyak anak-anak yang mengalami korban kekerasan selama belajar di rumah. “Angkanya masih sangat tinggi karena para orang tua kesal dan tidak tahu mendampingi anak-anak saat belajar. Dalam komponen belajar ramah anak, satuan pendidikan perlu mengawal dan membantu orang tua bagaimana cara mendampingi anak dalam proses belajar,”katanya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Pixabay