Pernah mendengar istilah meneketehe, lebay, atau boil? Istilah-istilah tersebut merupakan beberapa contoh bahasa gaul remaja Indonesia saat ini. Istilah-istilah yang dibuat remaja itu merupakan bahasa komunitas mereka yang digunakan sebagai simbol keakraban dalam interaksi verbal yang bersifat informal.
Guru Besar Bahasa Indonesia FIB UGM, Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A., mengatakan sebagian besar bahasa gaul remaja terbentuk dari kata bahasa Indonesia informal. Di antara kata-kata itu, memang ada kata-kata yang benar-benar merupakan kata percakapan bahasa Indonesia dan ada pula kata bahasa baku yang mengalami berbagai perubahan bentuk ucapan dan ejaan serta maknanya.
Sementara itu, daftar istilah yang digunakan untuk memperkaya bahasa gaul remaja diambil dari berbagai bahasa. “Permasalahan ini cukup rumit karena ada banyak yang berinteraksi dengan bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa itu memperkaya khasanah bahasa gaul remaja di Indonesia,” kata Putu Wijana dalam Pidato Dies Natalis ke-64 FIB UGM, Rabu (3/3).
Dalam pidato yang berjudul “Bahasa Gaul Remaja Indonesia dan Berbagai Persoalannya”, Putu Wijana mengatakan sumber kosa kata bahasa gaul berasal dari bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing, seperti Inggris, Belanda, bahasa latin, Arab, Cina, dan Sansekerta.
Kendati demikian, kata Putu Wijana, dialek Jakarta adalah dialek bahasa Indonesia yang pengaruhnya paling dominan dan memberikan sumbangan paling signifikan bagi perkembangan bahasa gaul remaja. ”Saat ini, beratus-ratus kata dari bahasa Indonesia dialek Jakarta menghiasi bahasa gaul remaja Indonesia,” tambahnya.
Putu Wijana juga berpendapat di dalam bahasa gaul sebenarnya tercermin segala tingkah laku dan pola pikir pemakainya. Menurutnya, kajian bahasa gaul yang digunakan para remaja akan mampu mengungkapkan berbagai hal yang melatarbelakangi kehidupan para remaja. Dengan demikian, hal itu dapat digunakan sebagai referensi untuk memahami perilaku mereka serta berupaya ikut menyelesaikan persoalan hidup yang dialami.
“Bahasa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Sebaliknya, hampir semua kecenderungan para remaja itu tidak pula dapat dilepaskan dari aktivitas pemakaian bahasa,” jelasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)