Peneliti Institute of International Studies (IIS) UGM, Drs. Muhadi Sugiono, M.A., terlibat dalam upaya diplomasi kemanusiaan untuk pelucutan senjata nuklir bersama koalisi International Campaign to Abolish Nuclear Weapons (ICAN) yang bekerjasama dengan para ilmuwan, diplomat, serta organisasi kemanusiaan.
IIS terlibat dalam aktivitas advokasi dan diplomasi ICAN sejak tahun 2013, dan terlibat menjadi bagian penting dalam diplomasi dan advokasi ICAN hingga diadopsinya Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons (TPNW) pada tanggal 7 Juli 2017 dalam sidang Majelis Umum PBB di New York.
“Universitas Gadjah Mada, melalui Institute of International Studies (IIS), adalah bagian dari koalisi besar ini dan aktif dalam setiap proses hingga diadopsinya perjanjian itu oleh PBB pada tanggal 7 Juli 2017,“ terang Muhadi.
Untuk keberhasilannya mewujudkan TPNW, ICAN memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2017. Tahun ini, tanggal 21 Januari, Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir mulai berlaku.
“Akhirnya, setelah lebih dari 75 tahun, aspirasi umat manusia akan dunia yang bebas dari senjata nuklir ditopang oleh sebuah kerangka legal,“ imbuhnya.
Ia mengungkapkan, kerangka legal ini memang tidak serta merta memusnahkan senjata nuklir dari muka bumi. Tetapi, perjanjian pelarangan senjata nuklir ini menjadi langkah awal yang penting untuk mewujudkan impian umat manusia untuk hidup tanpa bayang-bayang ancaman senjata nuklir.
Kunci keberhasilan diadopsinya Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir, terangnya, adalah perubahan cara pandang terhadap senjata nuklir. Meskipun sangat ironis, senjata nuklir selama ini justru diasosiasikan dengan perdamaian.
Esensi dari gerakan perlucutan senjata yang dilakukan oleh ICAN adalah mengubah wacana serta pemaknaan tentang nuklir dari senjata atau instrumen pertahanan menjadi ancaman eksistensial bagi umat manusia, bahwa penggunaan senjata nuklir akan membawa umat manusia pada kepunahan.
IIS, lembaga riset dan advokasi Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM, terlibat dalam aktivitas advokasi dan diplomasi ICAN sejak di konferensi tentang dampak kemanusiaan senjata nuklir pertama yang diselenggarakan di Oslo, 3-5 Maret 2013.
Setelah konferensi Oslo, ICAN mengorganisir berbagai pertemuan regional untuk membahas strategi dan argumen pelucutan senjata berbasis dampak kemanusiaan.
UGM sendiri menjadi tuan rumah bagi pertemuan regional pada 10-11 Juli 2013 yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah, akademisi dan masyarakat sipil untuk mengidentifikasi konsepsi dan strategi diplomasi pelucutan senjata nuklir berbasis argumen kemanusiaan.
“Disamping konferensi-konferensi dampak kemanusiaan senjata nuklir, IIS juga terlibat menjadi bagian penting dalam diplomasi dan advokasi ICAN dalam pertemuan-pertemuan internasional di PBB baik di New York ataupun di Jenewa hingga diadopsinya TPNW,“ paparnya.
Muhadi menambahkan, menjadi bagian dari sebuah perubahan besar yang menyangkut masa depan umat manusia adalah kesempatan yang sangat berharga untuk meninjau kembali peran ilmuwan dalam ilmu sosial serta perlunya membangun jembatan yang menghubungkan dunia akademik dengan dunia aktivisme.
“Dikotomi ini perlu dikaji ulang. Keterlibatan dalam diplomasi kemanusiaan untuk perlucutan senjata nuklir mengajarkan kami untuk tidak menempatkan dunia akademik dan dunia aktivisme sebagai dua dunia yang saling bertentangan,“ ucapnya.
Penulis: Gloria