Staf Ahli Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral), Dr. Bambang Hudayana, mengatakan pembangunan jalan desa melalui proyek padat karya tidak berdampak pada peningkatan penghidupan berkelanjutan di desa. Proyek tersebut sarat dengan praktik korupsi dan aksi politik bantuan dan transaksional. Bahkan, proyek pembangunan jalan tidak menuntaskan masalah keterbatasan akses orang desa pada pasar, pelayanan pendidikan, kesehatan dan saprodi. “Ketika jalan desa dibangun, diperkeras dan diaspal, pajak tanah naik sehingga petani dan penduduk lokal menjerit. Dampak lanjutan yang muncul adalah ketika jalan desa dibangun, tanah diincar pendatang sehingga penduduk lokal tergeser,” kata Bambang Hudayana dalam webinar yang bertajuk Masalah dan Inovasi Pembangunan Jalan Desa, Kamis (12/8).
Menurutnya, sebagian besar di daerah jalan desa yang dibangun umumnya menggunakan dana swadaya dan gotong-royong, namun yang terjadi kemudian diakuisisi sebagai jalan kabupaten sehingga seolah tidak terdapat pengakuan atas peran dan kekayaan desa.
Bambang menyampaikan bahwa pembangunan jalan desa belum maksimal dan cenderung menjadi beban desa dan masyarakatnya daripada sebagai solusi dalam hal konektivitas. Oleh karena itu, perlu pengembangan berbagai praktik baik pembangunan jalan desa sebagai kerja kolaboratif pemerintah, desa, CSO, CSR dan masyarakat desa. “Pembangunan jalan desa perlu disertai dengan pemberdayaan masyarakat dan memperkuat ekonomi masyarakat di pedesaan melalui perkuatan usaha desa dan BUMDes sehingga desa mampu mendanai pembangunan jalan desa,”ujarnya.
Kepala Desa Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta, Catur Sarjumiharta, menuturkan perangkat pemerintah desa harus tahu banyak soal mekanisme pembangunan jalan desa, tata kelola dana desa, dan bagaimana menyelesaikan potensi terjadinya konflik sosial. Kemampuan APB Desa untuk penanganan jalan desa menurutnya sangat minim dibandingkan dengan banyaknya permintaan dan aspirasi masyarakat untuk pengembangan jalan desa. “Pembangunan jalan desa dilakukan dengan mekanisme padat karya, namun budaya gotong royong perlu tetap dilestarikan,” katanya.
Salah satu inovasi yang dilakukan di Desa Pandowoharjo dalam penggunaan dana desa adalah dengan memberikan stimulan kepada masyarakat melalui pedukuhan untuk membangun jalan desa. Dengan budaya gotong royong yang sudah melekat di masyarakat, hasil yang dihasilkan justru melebihi dari angka stimulan yang diberikan.
Caretaker Kepala Pustral UGM, Prof. Bambang Agus Kironoto, mengatakan implementasi Dana Desa dalam pembangunan perdesaan, khususnya dalam penyediaan infrastruktur jalan, masih menemui beberapa permasalahan terutama ketersediaan sumber daya manusia dan transparansi penggunaan dana desa. “Perlu didorong adanya inovasi yang dibutuhkan dalam pembangunan jalan desa,”katanya.
Penulis : Gusti Grehenson