Dislipidemia adalah penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar lipid atau lipoprotein darah. Penyakit ini menjadi salah satu faktor risiko penting untuk penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Peningkatan prevalensi dislipidemia tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga di seluruh dunia. Dislipidemia yang diiringi dengan kebiasaan merokok, ketidakaktifan secara fisik dan obesitas merupakan faktor risiko untuk penyakit jantung koroner. Data RISKESDAS 2018 menunjukkan bahwa sebesar 28,8% dari penduduk Indonesia yang berusia di atas 5 tahun memiliki total kolesterol di atas normal.
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti pola makan dan pemilihan jenis makanan yang berdampak bagi meningkatnya kadar lipid darah. Penanganan dislipidemia dapat dilakukan dengan terapi farmakologik dan non farmakologik. Terapi farmakologik bersifat kuratif menggunakan obat anti lipid mampu menurunkan faktor risiko penyakit jantung sekitar 25-30%. Namun demikian, terapi farmakologik memiliki efek samping bagi kesehatan. Oleh karena itu, terapi non farmakologik lebih bersifat preventif dapat dilakukan dengan pengaturan pola makan atau mengonsumsi pangan kesehatan. Pangan kesehatan adalah bahan pangan yang selain menyediakan asupan nutrisi bagi tubuh juga mampu memberikan efek kesehatan karena adanya senyawa bioaktif yang terkandung di dalamnya. Salah satu jenis pangan kesehatan yang dikembangkan oleh UGM susu fermentasi yang mengandung probiotik. Produk susu fermentasi yang dinamai LowKol ini diyakini mampu menurunkan kadar kolesterol.
Prof. Dr. Widodo Hadisaputro, M.Sc., salah satu anggota peneliti LowKol, mengatakan produk ini memanfaatkan probiotik strain lokal asal manusia di Indonesia yaitu Lactobacillus casei (L.casei) strain AP yang dapat menurunkan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida. Menurutnya, Lactobacillus adalah salah satu genus bakteri asam laktat berpotensi sebagai probiotik. Genus Lactobacillus asal saluran pencernaan mudah dikulturkan dan memiliki ketahanan hidup pada kondisi saluran pencernaan. “Konsumsi susu fermentasi mengandung probiotik Lactobacillus dapat menurunkan kolesterol, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, dan hiperglikemik tipe 2,” Kata Widodo, Jumat (13/8).
Dosen Fakultas Peternakan UGM ini menuturkan awal mula pengembangan susu fermentasi penurun kolesterol ini mulai dilakukan setelah ia berhasil mengisolasi L. casei strain AP dan AG dari saluran pencernaan bayi Indonesia yang hanya mengonsumsi air susu ibu (ASI). Dari uji in vitro kedua strain AP dan AG yang memiliki potensi sebagai probiotik ditandai dengan kemampuan perlekatan in vitro pada gastric mucin yang tinggi, serta memiliki kemampuan sintesis SCFA.
Selanjutnya, uji kemampuan L. casei strain AP dan AG sebagai kultur starter fermentasi menunjukkan kemampuan penurunan pH susu dari 6.37 menjadi 4,27 dan 4,31 selama fermentasi 8 jam serta peningkatan jumlah sel L. casei strain AP dan AG. Hasil ini menunjukkan bahwa L. casei strain AP an AG yang diisolasi dari sistem pencernaan bayi dapat berperan sebagai kultur starter dalam fermentasi susu. “Uji intervensi produk susu fermentasi probiotik pada responden pengidap obesitas selama 1 bulan mampu menurunkan total kolesterol, LDL dan trigliserida darah (unpublished). Karena kemampuannya dalam penurunan kolesterol darah maka produk susu fermentasi ini dinamai LowKol,” kenangnya.
Dari berbagai hasil uji di laboratorium, ia mengatakan beberapa komponen susu berperan dalam menurunkan kolesterol, diantaranya adalah kandungan Asam lemak rantai pendek yang dapat menurunkan lipolisis pada jaringan adiposa, sehingga menurunkan kadar asam lemak bebas sirkulasi (free fatty acid, FFA) atau non- esterified fatty acids (NeFA). Ia menjelaskan penurunan kolesterol oleh bakteri probiotik juga berkaitan dengan asimilasi kolesterol dan dekonjugasi enzimatik bile salt oleh aktivitas enzim bile salt hydrolase (BSH), serta kemampuan sintesis eksopolisakarida. “Asimilasi kolesterol dalam sistem pencernaan melibatkan perlekatan kolesterol pada permukaan membran sel probiotik sehingga menurunkan absorpsi kolesterol diet ke dalam darah,”paparnya.
Penulis : Gusti Grehenson