Tim All Can Eat Meat UGM yang beranggotakan I Nyoman Anggie Pratistha (Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian 2019), I Putu Fadya Rachmawan (Teknologi Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol 2019), dan Gusti Putu Surya Govinda Atmaja (Teknik Mesin 2019) berhasil memborong 4 gelar di ajang 7th Southeast Asian Agricultural Engineering Student Chapter Annual Regional Convention (ARC) 2021 Universiti Putra Malaysia yang diselenggarakan oleh Malaysian Society of Agricultutal Engineers pada tanggal 10 Agustus 2021. Keempat gelar yang diperoleh adalah 1 medali emas research output model video presentation competition kategori food engineering, 1 medali perunggu poster competition kategori green technology, 1 medali perunggu best paper kategori food engineering, dan 1 Most Favorite Poster kategori green technology.
Pada tahun 2021 ini, ARC diikuti oleh peserta program sarjana, pascasarjana dan civitas akademika dari beberapa negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Nepal, Brunei, dan Philipina. Beberapa peserta yang berpartisipasi berasal dari beberapa universitas yaitu Universiti Putra Malaysia (UPM) – Malaysia, Politeknik Jeli Kelantan – Malaysia, UniMAP – Universiti Malaysia Perlis – Malaysia, Universiti Teknologi MARA – Malaysia, UNIKL Universiti Kuala Lumpur – Malaysia, Institut Kemahiran Tinggi Perda (PERDA-TECH) – Malaysia, Universiti Malaysia Kelantan – Malaysia, Universitas Gadjah Mada – Indonesia, Universitas Brawijaya – Indonesia, Hasanuddin University – Indonesia, Universitas Andalas – Indonesia, Universitas Bina Nusantara – Indonesia, University of Papua – Indonesia, Udayana University – Indonesia, Suranaree University of Technology – Thailand, Maejo University – Thailand, Chiang Mai Rajabhat University – Thailand, Tribhuvan University of Nepal, dan University Brunei Darussalam – Brunei.
Anggie Pratista mengatakan kompetisi tahunan ini memberikan wadah bagi mahasiswa di negara-negara ASEAN khususnya bagi mahasiswa di bidang Teknik atau Teknologi Pertanian untuk berbagi hasil belajar di kelas untuk memecahkan masalah di bidang pertanian dan teknik pangan. “Konvensi juga dapat menciptakan jaringan industri dan komunitas di tingkat internasional,”katanya, Kamis (19/8).
Kegiatan tahun ini dilakukan secara daring karena masih dalam suasana pandemi. Pada kompetisi Research Output Model Video Presentation peserta diwajibkan membuat video presentasi selama 10 menit dengan 5 subtema yang berbeda. Tim All Can Eat Meat mengambil subtema Food Engineering dan merancang produk bernama 3D-Printed Meat Analogue with Broad Beans to Maintain ASEAN Food Security. Inovasi produk ini membahas rancangan daging analog (daging buatan) yang berbahan dasar Kacang koro pedang Canavalia gladiata yang dibuat menggunakan teknologi 3D-printing. “Kami memilih Kacang koro pedang sebagai bahan dasar produk dikarenakan kami ingin mempromosikan komoditas itu yang kaya akan kandungan protein sebagai alternatif konsumsi kacang soya dan konsumsi daging sapi,” ujarnya.
Proses pembuatan produk dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu Pre-Printing Production, Printing Production, dan Post-Processing Production. Selain itu, metode printing menggunakan metode inkjetting yang mengubah adonan daging buatan menjadi ‘steak-like-model’ dengan cara forming oleh mesin 3D-Printing yang telah diprogram dengan Design CAD to G-Code Model Slicing Converter Methods. Lalu, produk ini dikemas oleh bahan edible film berbahan rumput laut dan biodegradable plastic yang ramah lingkungan. “Kelebihannya produk ini dapat dikonsumsi oleh siapapun termasuk vegetarian,” paparnya.
Selain itu, pada kompetisi poster competition, tim UGM merancang sebuah konsep yang bernama HYDRA: Heavy-Duty Hydrogen Fuel Cell Tractors to Sustain Regenerative Agricultural. Inovasi ini adalah konsep pengembangan teknologi traktor berbahan bakar hidrogen untuk mendukung energi bersih dan terbarukan. “Karena misi dari Regenerative Agricultural adalah membalikkan perubahan iklim dan mengurangi penggunaan karbon pada lingkungan pertanian,” ujarnya.
Keberhasilan tim UGM mendapat empat penghargaan sekaligus dalam kompetisi ini, Kata Anggie, tidak lepas dari persiapan yang mereka lakukan selama 1 bulan dan dibimbing langsung oleh Dr.nat.tech Andriati Ningrum, dan Dr. Manikharda. “Selama 1 bulan kami mendalami riset tersebut dengan acuan studi literatur dan jurnal internasional,”kenangnya.
Ia berharap kedepan produk All Can Eat Meat segera direalisasikan mengingat potensi pasar yang dimiliki cukup besar, dan impak produk yang cukup baik. Selain itu, produk ini merupakan salah satu jawaban atas tantangan permasalahan ketahanan pangan yang ada di regional ASEAN. Selain itu, keunggulan produk pangan ini biaya produksi dinilai cukup rendah maka harga jual produk juga lebih rendah dibandingkan daging sapi sehingga dapat menyasar segmen kalangan ekonomi menengah ke bawah yang ingin menikmati daging buatan yang memiliki tekstur serupa dengan daging sapi.
Penulis : Gusti Grehenson