Sekelompok mahasiswa UGM melakukan penelitian terkait fenomena kemunculan gated community di Jabodetabek. Kemunculan gated community tersebut diungkap telah mengakibatkan ketimpangan spasial dan lalu berdampak kepada kemunculan sentimen-sentimen yang membuat masyarakat rentan akan terjadinya konflik.
Para mahasiswa UGM tersebut terdiri dari Akmal Hafiudzan (Kartografi dan Penginderaan Jauh 2019), Moch. Alief Rizky (Ilmu Sejarah 2018), serta Ruben Bima Karia Sianturi (Ilmu Hubungan Internasional 2019). Penelitian mereka diketahui termasuk kepada salah satu penelitian yang lolos pendanaan program Pekan Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang riset sosial humaniora untuk tahun 2021 ini.
Penelitian mereka dilakukan di Kelurahan Bencongan, Tanggerang, Banten. Kelurahan tersebut diketahui sebagai kelurahan yang telah menjadi wilayah tujuan pembangunan pemukiman masyarakat sejak dahulu.
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, Akmal dan kawan-kawan melakukan studi literatur, observasi langsung ke lapangan, serta mewawancarai tokoh-tokoh masyarakat yang mewakili RW gated community, RW perumnas (perumahan nasional), serta RW kampung kota. Observasi dan wawancara yang mereka lakukan dilaksanakan pada tanggal 7-14 Juni 2021 atau sebelum terjadi PPKM darurat, tentunya dengan masih menerapkan protokol kesehatan.
Ketimpangan spasial tampaknya tidak terhindarkan lagi di Jabotabek. Perbedaan pendapatan diantara masyarakat kemudian menciptakan adanya pemukiman warga dengan kondisi yang elite, rapi, asri, serba ketercukupan fasilitas publiknya (gated community), dan ada pula pemukiman dengan kondisi yang berbeda 180o (kampung kota). Kedua bentuk pemukiman tersebut kemudian diketahui terpisahkan oleh “pagar” yang tercipta dari pembangunan pemukiman gated community. Alhasil, isolasi interaksi antar masyarakat di dunia kondisi pemukiman tersebut pun tidak bisa juga terelakkan. Hal ini lah yang kemudian berdampak kepada kemunculan sentimen-sentimen yang membuat masyarakat rentan akan terjadinya konflik sosial.
“Ketimpangan spasial ini diperburuk pula oleh adanya isolasi interaksi yang memicu sentimen dan dapat membesar menjadi konflik,” tutur Akmal pada Selasa (24/8).
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan, Akmal dkk. menemukan bahwa kemunculan gated community terutama dimulai sejak adanya perubahan peraturan Badan Pertahanan Nasional tentang pembangunan perumahan swasta pada tahun 1990-an. Singkat kata, perubahan peraturan tersebut memungkinkan berdirinya perumahan elite dengan lokasi startegis. Alhasil, telah terbangun beberapa gated community di Kelurahan Bencongan sampai saat sekarang ini. Wilayah lain yang tidak tidak dibangun perumahan elite tersebut kemudian terbangun perumnas, serta wilayah lainnya lagi menjadi kampung kota.
Melalui observasi dan wawancara ke lapangan, Akmal dkk. menemukan adanya sentimen negatif yang beredar diantara masyarakat. Masyarakat gated community menganggap masyarakat di luar mereka sebagai sumber kejahatan. Masyarakat luar gated community menganggap masyarakat yang tinggal di pemukiman elite adalah orang-orang yang apatis.
Sentimen tersebut kemudian dianalisis memperbesar kemungkinan terjadinya miskomunikasi diantara masyarakat. Akmal dkk. pun menemukan bahwa sebelumnya telah pernah terjadi konflik antara masyarakat gated community dengan kampung kota karena miskomunikasi tersebut.
Berdasarkan penelitian tersebut, Akmal dan kawan-kawan kemudian berharap bahwa pertama, dalam persoalan kebijakan tata kota, pemerintah dapat memperhatikan fenomena ketimpangan dalam pemukiman warga tersebut. Hal ini guna menciptakan kesejahteraan untuk semua orang. Selain itu, menanggapi adanya isolasi interaksi diantara masyarakat, pemerintah juga diharapkan dapat menjadi pemersatu. Pemerintah pun diharapkan menjadi pihak yang dapat me-mediasi friksi dan konflik yang sekarang telah rentan terjadi dalam masyarakat.
Penulis: Aji