Tiga mahasiswa UGM melakukan penelitian terkait upaya penanganan wabah atau pageblug berbasis budaya dalam kesusastraan Jawa. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora yang menerima pendanaan penuh dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
“Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang persoalan wabah Covid-19 atau pageblug yang tak kunjung usai menimbulkan berbagai pertanyaan, apakah wabah seperti ini belum pernah terjadi pada masa lalu? Seakan-akan pageblug Covid-19 menimbulkan persoalan baru dan kepanikan yang menyebabkan kita terlihat sangat kewalahan dalam menghadapinya,” jelas Muhammad Ibnu Prarista dalam rilis yang diterima Kamis (9/9).
Oleh sebab itu, mahasiswa Fakultas Hukum ini menyampaikan perlunya kajian untuk mengetahui jejak dan upaya penanganan pageblug di masa lalu untuk bisa digunakan sebagai strategi menghadapi wabah.
Selain Ibnu, Tim PKM-RSH ini beranggotakann Taruna Dharma Jati dari Fakultas Ilmu Budaya dan Zalsabila Purnama dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dari penelitian yang dilakukan keempat mahasiswa tersebut diketahui bahwa wabah atau pageblug sudah pernah terjadi pada masa lalu yang termuat di kesusastraan Jawa. Namun begitu, peristiwa pagebug yang telah terjadi seakan-akan ditinggalkan dan dilupakan masyarakat sebagai akibat dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ibnu mengungkapkan dalam kajian tanggap darurat wabah Covid-19 saat ini adalah pengetahuan budaya tentang pageblug dan upaya penanganannya pada masa lalu yang termuat di kesusastraan Jawa. Penelitian ini dilakukan di wilayah dalam lingkup Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kadipaten Pakualaman, Keraton Kasunanan Surakarta, dan Pura Mangkunegaran serta beberapa saksi hidup yang pernah mengalami pageblug penyakit Pes di Gunungkidul Yogyakarta.
Lebih lanjut Ibnu mengungkapkan hasil penelitian menunjukkan upaya penanganan pageblug dikategorikan dalam dua hal yaitu dalam tataran konseptual dan historis. Dalam tataran konseptual disampaikan bahwa orang Jawa memaknai terjadinya pageblug sebagai sebuah fenomena kosmologi yang mendorong manusia untuk mengembalikan keselarasan antara manusia dengan sesama, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Tuhan. Konsep tersebut dijelaskan melalui sastra tulis berupa naskah Jawa dan melalui sastra lisan dalam beberapa ajaran yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat Jawa seperti Mangasah mingsing budi, memasuh malaning bumi, memayu hayuning bawana. Pageblug terjadi karena hukuman dari Bathara Kala kepada orang yang tidak pernah menghargai dan peduli kepada sesama dan lingkungan, dan Tri Hita Karana.
Lalu, penanganan pageblug secara historis atau sejarah ditemukan bahwa wabah penyakit atau pageblug sudah pernah terjadi bahkan sejak abad ke-16 dan abad ke-20. Pageblug yang terjadi pada masa itu antara lain Malaria, Tuberkolosis, Penyakit kulit Gudhig, Cacar, Pes, Kolera, dan Influenza. Hal tersebut disampaikan melalui beberapa sastra tulis berupa naskah Jawa seperti Lelara Tuberkolose, Lelembut Kolerah, dan Lelara Influenza.
Dari keseluruhan naskah yang ditemukan termuat pengetahuan tentang jejak dan upaya penanganan pageblug secara fisik.
“Secara umum, seluruh naskah di atas menjelaskan pentingnya menerapkan pola hidup bersih dan isolasi mandiri bagi orang sakit, serta berbagai upaya seperti suntik vaksin sudah diterapkan pada masa itu,” jelas Ibnu.”
Sementara, karya sastra lisan historis memuat upaya penanganan pageblug secara kosmologi yang diwujudkan dalam bentuk tradisi budaya yakni Kirab Kanjeng Kyai Tunggul Wulung, Upacara Wilujengan Nagari Mahesa Lawung, dan Barikan.
“Pada intinya, tradisi budaya yang dilakukan adalah upaya untuk memohon keselamatan kepada Tuhan YME dan tradisi budaya tersebut merupakan perintah pemimpin atau raja sehingga apabila hal tersebut dipercayai maka dapat meningkatkan imunitas tubuh dan meminimalkan kepanikan masyarakat,” imbuh Taruna.
Taruna menyampaikan ada benang merah penanganan pageblug secara kosmologi yakni menekankan pentingnya menjaga hubungan antara manusia dengan sesama, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Sementara penanganan pageblug secara fisik adalah tentang pentingnya menjaga pola hidup bersih diri sendiri dan lingkungan serta isolasi mandiri untuk orang yang sakit.
“Dengan adanya pengetahuan tentang jejak terjadinya pageblug dan upaya penangannya di masa lampau, diharapkan dapat menjadi salah satu strategi menghadapi wabah di masa kini maupun upaya preventif masa depan melalui dua pendekatan yakni pendekatan kebudayaan dan politik kebijakan,” ujarnya.
Penulis: Ika
Foto: Konfrontasi.com
Foto: Konfrontasi.com