Suatu negara akan maju bila sedikitnya memiliki 2% pengusaha. Sementara di Indonesia, saat ini hanya terdapat 0,18% pengusaha, itu pun dengan suatu standar tertentu.
Menanggapi hal itu, Ibnu Wahid F.A., S.T.P., M.T. mengatakan entrepreneurship mau tidak mau menjadi pilihan yang harus dilaksanakan. Entrepreneurship menjadi salah satu pilihan hidup di masa depan, apalagi bila mengalami kesuksesan, ia juga menjanjikan kenikmatan hidup.
“Jadi, mau seperti apapun, kebijakan apapun, kalau bagian dari kita tidak menumbuhkan jiwa kewirausahaan, target untuk pertumbuhan itu juga sulit,” ujarnya saat memberikan sambutan pada acara Sosialisasi Program Mahasiswa Wirausaha 2010, di Grha Sabha Pramana, Selasa (9/3).
Usaha mencetak entrepreneur-entrepreneur tentunya menjadi agenda yang sangat penting. UGM pun menjadi sangat peduli untuk mengembangkan entrepreneurship. Dalam berbagai kesempatan, Rektor berharap 15% dari lulusannya menjadi pencipta lapangan kerja. “Keinginan ini tentunya bukan main-main. Kalaupun dilaksanakan menjadi sebuah tantangan, betapa banyak pekerjaan-pekerjaan untuk pengembangan entrepreneurship. Bayangkan saja, kalau dirata-rata 15% itu, UGM dan di Jogjakarta tentunya dituntut harus menghasilkan 800-900 pengusaha baru setiap tahunnya,” jelas Ibnu Wahid.
Direktur Kemahasiswaan UGM, Drs. Haryanto, M.Si., mengatakan Program Kewirausahaan Mahasiswa telah mengalami peningkatan. Jika pada tahun-tahun sebelumnya belum terstruktur, saat ini kegiatan semacam itu telah teratur. Bahkan, kegiatan tersebut kini mendapat dukungan dari Center for Entrepreneurship Development (CED) UGM. “Lembaga ini mendapat dukungan dari Direktorat Pendidikan Tinggi agar setiap universitas memiliki kelembagaan semacam ini,” ujar pria yang akrab dipanggil Sentot ini.
Dengan usaha ini, Sentot berharap dapat memberikan alternatif jalan bagi para lulusan perguruan tinggi. Para lulusan diharapkan tidak lagi berusaha mencari kerja, tetapi justru menjadi pencipta lapangan kerja. “Harapan kita 5%, 10%, atau 15%, bahkan ke depan syukur-syukur mencapai 20% sebagai pencipta lapangan pekerjaan,” harapnya.
Dijelaskan Sentot, Program Wirausaha Mahasiswa (PWM) kali ini merupakan tahun kedua penyelenggaraan. Kegiatan ini merupakan program Direktorat Pendidikan Tinggi untuk pengembangan kewirausahaan mahasiswa. “Jadi, dalam kegiatan ini ada dana hibah dari Dikti, tetapi pengelolaannya sepenuhnya diserahkan pada perguruan tinggi. Pada tahun 2009, besaran dana tersebut untuk Kopertis 500 juta rupiah, PTN 1 miliar rupiah dan World Class University 2 miliar rupiah. Untuk tahun ini, besaran tersebut tetap, kecuali yang WCRU turun menjadi 1,5 miliar rupiah,” jelasnya.
Dana tersebut digunakan untuk modal kerja para mahasiswa. Dana diperebutkan secara perseorangan dan kelompok melalui berbagai tahapan. Untuk perseorangan, maksimal dana mencapai 8 juta rupiah dan kelompok yang terdiri atas 5 orang sebesar 40 juta rupiah. Pada tahap awal, mereka mengikuti sosialisasi untuk mendapatkan penjelasan tentang pelaksanaan program. Dilanjutkan kemudian dengan proses pembekalan. “Pembekalan ini penting karena tidak sekedar teks knowledge (pengetahuan), tapi sudah harus pada proses keterampilan. Selanjutnya, mereka akan menyusun proposal, proposal dievaluasi,” tutur Haryanto.
Acara sosialisasi yang mendapat dukungan PT Shell dan Telkomsel ini menghadirkan tiga pengusaha muda yang sukses memulai usaha dari Program Kewirausahaan Mahasiswa. Mereka adalah Agung Nugroho (Simply Fresh Laundry), yang memiliki omset 36 miliar rupiah pada tahun 2009, Saptuari Sugiharto (Kedai Digital), dan Jaya Setiabudi (The Power of Kepepet). (Humas UGM/ Agung)