Ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi perubahan zaman dan arus globalisasi, cepat atau lambat akan mengakibatkan memudarnya budaya. Oleh karena itu, tidak mustahil jika terjadi ketegangan sosial yang cenderung memicu konflik etnis, separatisme, disintegrasi bangsa, primordialisme, dan eklusivisme. Demikian pula ketidaksiapan komunitas kampus perguruan tinggi dalam menghadapi tantangan serupa yang disebabkan tantangan arus neo-liberalisme. Hal itu telah berakibat pada memudarnya nilai-nilai budaya perguruan tinggi termasuk budaya akademik.
Demikian dikatakan Ketua Majelis Guru Besar UGM, Prof. Drs. Suryo Guritno, M.Stats., Ph.D., saat membuka Pertemuan Koordinasi Majelis Guru Besar/Dewan Guru Besar dari enam Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN), Kamis (11/3), di Balai Senat UGM. Dikatakannya bahwa sebagai bagian dari kekuatan bangsa, tantangan tersebut juga menjadi tantangan perguruan tinggi di Indonesia. “Tantangan tersebut adalah mempersiapkan karakter sumber daya manusia untuk terwujudnya daya saing dan martabat bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan perkembangan kebudayaan dunia tanpa batas,” jelasnya.
Melihat kondisi itu, beberapa perguruan tinggi tidak jarang menjadi gamang dalam menentukan sikap dan strategi yang tepat dalam menjawab tantangan akibat ketidakmantapan dan kekurangmapanan unsur-unsur nilai budaya yang dimiliki. Terlebih lagi ketika perguruan tinggi harus berhadapan dengan tantangan persaingan, baik dalam lingkup masyarakat lokal maupun dunia internasional.
Oleh karena itu, pertemuan yang diikuti delegasi MGB/DGB dari Universitas Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Sumatera Utara, dan Institut Pertanian Bogor ini dinilai sebagai langkah tepat. Apalagi pertemuan tersebut mengangkat tema pokok “Kualitas Manusia Indonesia: Upaya Pendidikan Karakter Bangsa”.
Menurut Suryo, tema tersebut sangat relevan dengan kondisi saat ini. Keberadaan, peran, dan tugas perguruan tinggi dalam menghadapi tantangan perubahan zaman dan arus globalisasi cenderung menyebabkan semakin memudarnya kesadaran berbudaya di masyarakat dan kampus. “Dengan demikian, sudah tepatlah persoalan mendasar tersebut menjadi bahan pemikiran, pembahasan, dan pengkajian secara berkelanjutan sehingga dapat ditemukan dan dapat dirumuskan sebuah pendidikan karakter bangsa yang ideal,” harapnya.
Pertemuan Koordinasi Majelis Guru Besar/Dewan Guru Besar dari enam PT BHMN ini berlangsung selama dua hari, 11-12 Maret 2010, di UGM. Dengan mendapat dukungan Direktorat Pendidikan Tinggi, acara ini menghadirkan beberapa pembicara yang kompeten di bidangnya.
Para pembicara dalam pertemuan ini adalah Prof. Ritha Dalimunthe (USU), yang membahas “Pendidikan Karakter Bangsa”, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., Rektor UGM, dengan makalah “Perubahan Paradigma Pembelajaran: Membentuk Karakter Bangsa”, Prof. Achmad Anshori Mattjik (IPB), yang membawakan “Sistem Pendidikan Berbasis Proses: Kasus Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Berdasarkan Nilai Raport”, Prof. Biran Affandi (UI), yang mengupas “Assessment dalam Pembelajaran”, dan Prof. Haryono (ITB), yang menganalisis “Model Masyarakat Akademik PT BHP di Masa Mendatang”.
Tampak hadir pimpinan masing-masing delegasi, yakni Prof. Dr. dr. Biran Affandi, SpoG(K) (Universitas Indonesia), Prof. Dr. Ir. Justin A. Napitupulu, M.Sc. (Universitas Sumatera Utara), Prof. Dr. Janulis Purba (Universitas Pendidikan Indonesia), Prof. Dr. Ir. H. Endang Suhendang, MS (Institut Pertanian Bogor), dan Prof. Harijono (Institut Teknologi Bandung). (Humas UGM/ Agung)