Ketua Ikatan Ilmuwan Internasional Indonesia (I4), Dr. Nasir Tamara, memprediksikan dalam waktu 10 tahun ke depan, 80% penduduk desa di seluruh Indonesia akan pindah dan bermukim di perkotaan. Tanda-tanda semacam itu sudah mulai terjadi dan melanda beberapa kota besar di dunia, seperti di India dan China. “Fenomena ini sudah terjadi di kota-kota di India dan China,” kata Nasir Tamara, Rabu (17/3), di Kantor Pusat UGM.
Nasir yang juga pemerhati masalah perkotaan ini menambahkan perpindahan penduduk desa ke kota di Indonesia terutama terjadi di Pulau Jawa. Menurutnya, perpindahan masyarakat desa ke kota ini disebabkan oleh globalisasi, kemudahan hidup dengan adanya pusat perbelanjaan, sekolah, dan fasilitas yang lebih baik di kota. “Tentunya ini bisa jadi ancaman sekaligus jadi peluang. Dengan pengetahuan, bisa jadi peluang,” tambahnya.
Untuk itu, wilayah perdesaan seharusnya dilakukan penataan. Ia mencontohkan perencanaan yang lebih tertata di bidang pertanian dan perkebunan hingga pemanfaatan secara komprehensif lahan-lahan pertanian yang masih kosong di luar Pulau Jawa. “Jangan hanya ada kebun kelapa sawit, tapi juga harus ada pabrik/industri mobil, misalnya, sehingga bisa tertintegrasi,” jelas Nasir yang juga anggota Architectural Association (AA) Asia ini.
Nasir menilai upaya mengajak masyarakat untuk kembali ke desa merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Penyebabnya adalah perencanaan pembangunan struktur ekonomi yang keliru dilakukan selama ini. Hal itu menyebabkan masyarakat cenderung bersifat konsumtif dan masuk ke dalam perangkap kemiskinan. Namun, kata Nasir, masih ada waktu untuk memikirkan ulang kebijakan pembangunan perkotaan dengan melibatkan para arsitektur yang peduli dengan kehidupan masyarakat kecil.
Dalam kesempatan tersebut, Nasir yang didampingi Kepala Kantor Urusan Internasional (KUI) UGM, Dr. Rahmat Sriwijaya, juga menyampaikan informasi bahwa 30 arsitek dari dalam dan luar negeri yang tergabung dalam Architectural Association (AA) Asia akan menyelenggarakan seminar internasional “Kota-Kota Asia di Masa Depan”, Kamis (18/3), di Sekolah Pascasarjana UGM. (Humas UGM/Gusti Grehenson)