Salah satu komponen yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam pembangunan adalah tersedianya SDM nan “kuat”. Hal ini seperti pengalaman kesuksesan pembangunan di Korea Selatan. Berkat memiliki SDM yang kompeten, Korea yang mana kita ketahui merdeka tiga tahun setelah Indonesia, dan memiliki kondisi kemiskinan yang lebih parah dari Indonesia pada awal kemerdekaannya, nyatanya sekarang memiliki tingkat pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
Salah satu cara yang diketahui untuk menciptakan SDM yang “kuat” atau kompeten tersebut adalah dengan menerapkan merit system, yakni sebuah sistem manajemen (promosi dan perekrutan) pegawai pemerintahan berdasarkan kemampuan kandidat, bukan pada relasi politik mereka. Perlu untuk diketahui, Amerika Serikat telah menjalankan merit system sejak tahun 1880-an. Indonesia telah berusaha mengarahkan birokrasi kepada merit system tersebut sejak reformasi, namun penerapan secara eksplisit baru setelah diterbitkannya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Akan tetapi, dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (DMKP) Fisipol UGM, Prof. Agus Pramusinto, mengungkapkan masih terdapat banyak “pekerjaan rumah” bagi Indonesia dalam menciptakan ASN nan berkompeten tersebut.
“Dalam prakteknya memang tidak seperti yang kita bayangkan (terlaksana dengan lancar), munculnya UU ini (UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara) (nyatanya) masih menyisakan banyak masalah karena memang ada warisan-warisan birokrasi sebelumnya,” tutur Prof. Agus Pramusinto yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) RI dalam webinar ‘Reformasi Tata Kelola dan Kepegawaian Sektor Publik di Indonesia’ nan diselenggarakan oleh DMKP Fisipol UGM pada Rabu, (6/10).
Pertama terkait persoalan pegawai honorer. Sebagaimana yang kita ketahui, ASN terbagi kepada formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun di lapangan, oleh karena keterbatasan posisi dalam birokrasi serta dihadapkan dengan kondisi tuntutan pelayanan publik yang tinggi, maka muncul pegawai honorer di luar rekrutmen dua formasi ASN di atas. Prof. Agus mengungkapkan lowongan pegawai honorer tersebut selalu menjadi komoditas politik. Pada saat pilkada lowongan pegawai honorer tersebut selalu “dijual” oleh para politisi.
Kedua masih terdapat permasalahan dalam perekrutan ASN itu sendiri. Sekarang, ASN telah direkrut menggunakan CAT (Computer Assisted Test). Prof. Agus mengatakan bahwa perekrutan menggunakan CAT tersebut merupakan sebuah kemajuan besar, perekrutan ASN menjadi terbuka, transparan, dan akuntabel. CAT bahkan masuk kedalam 10 perekrutan pegawai terbaik di dunia versi bank dunia. Namun, permasalahannya terdapat di sisi substansi.
Seleksi CAT dimana kita ketahui melakukan melakukan eliminasi dari seleksi pegawai, dimulai dari seleksi kompetensi dasar (SKD) dan dilanjutkan dengan seleksi kompetensi bidang (SKB). Prof. Agus menuturkan tingkat kelulusan dalam SKD sangat kecil, kisaran 10-15%, sehingga dapat mengeliminasi kandidat-kandidat dengan kemampuan kompetensi bidang tinggi. Sebab, ditemukan kandidat yang sejauh ini lolos kompetensi dasar sering kali memiliki kualitas buruk dalam kemampuan bidang.
Permasalahan juga terdapat dalam tes wawasan kebangsaan dan tes kepribadian. Prof. Agus mengatakan bahwa tes wawasan kebangsaan yang bersifat hafalan tidak mengukur nasionalisme itu sendiri.
“Jadi, meleset dari keinginan kita untuk mencari orang-orang terbaik,” tutur Prof. Agus.
Sedangkan pada tes kepribadian, Prof. Agus mengatakan bahwa tes kepribadian juga cenderung meng-eliminasi para kandidat terbaik. Menurut Prof. Agus, tes kepribadian seharusnya mengukur kesesuai kandidat dengan posisi yang akan dia ampu nantinya, misalnya introvert dengan posisi A, ekstrovert dengan posisi B, dan lain-lain.
Selain permasalahan di atas, ada banyak persoalan lainnya yang mesti diselesaikan. Hal ini seperti permasalahan netralitas ASN, permasalahan dalam promosi jabatan, dan lain sebagainya. Untuk mengetahui tantangan-tantangan lainnya dalam reformasi birokrasi, Anda dapat mengikuti webinar dengan mengunjungi tautan disini.
Penulis: Aji