• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Psikolog UGM: Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia Belum Setara

Psikolog UGM: Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia Belum Setara

  • 10 Oktober 2021, 14:01 WIB
  • Oleh: Satria
  • 13459
Psikolog UGM: Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia Belum Setara

Hari ini, dunia merayakan Hari Kesehatan Jiwa se Dunia, 10 Oktober 2021. Tema yang diangkat oleh World Federation for Mental Health adalah ‘Mental Health in an Unequal World’ (Kesehatan Jiwa di tengah dunia yang tidak setara).

Diana Setiyawati, PhD, Psikolog (Kepala CPMH Fakultas Psikologi UGM, sekaligus mitra penelitian Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS)) menilai belum usai kita menata fondasi sistem kesehatan jiwa, pandemi Covid-19 melanda. Menurutnya, pandemi membawa masalah pendidikan, masalah kemiskinan, dan juga mengakibatkan banyak anak-anak yang kehilangan ayah-ibunya.

“Dampak psikisnya mungkin belum terlihat sangat signifikan saat ini, meski tekanannya sangat terasa nyata. Namun, perubahan pola asuh karena perubahan konstelasi keluarga atau perubahan ekonomi keluarga, sangat berpotensi membawa dampak psikis jangka panjang. Para ahli perkembangan juga memprediksikan bahwa anak-anak dan remaja akan mengalami ‘the longest and the darkest effect of pandemic’ yang harus diantisipasi dan dikelola,”papar Diana, Minggu (10/10).

Melihat kondisi tersebut maka diperlukan pemetaan komprehensif tentang kondisi sistem kesehatan jiwa bangsa untuk rekomendasi prioritas pembangunan yang lebih tepat. Dalam hal ini Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS) bersama Centre for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, dengan support dari UNICEF, membantu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memetakan kondisi sistem kesehatan jiwa Indonesia. Tujuan dari penelitian ini, kata Diana, untuk memberikan rekomendasi prioritas pembangunan.  

“Penelitian masih berjalan, bekerja sama dengan Dinkes-Dinkes Kabupaten/Kota se-Indonesia,”imbuhnya.

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dengan data sementara yang terkumpul antara lain masih ada faktor-faktor yang secara umum dapat memperbesar risiko pengembangan gangguan jiwa, antara lain kemiskinan dan pendidikan yang rendah, atau lebih tepatnya literasi kesehatan jiwa yang rendah.

Hal ini erat berhubungan atau dapat mengakibatkan pola asuh orang tua yang tidak berorientasi pada kesejahteraan psikis anak.  Kekerasan terhadap anak di rumah, menjadi salah satu risiko besar. Kekerasan antar remaja dan bullying di sekolah juga merupakan faktor risiko lainnya. Kemudian semua hal itu dapat berhubungan atau meninggikan risiko bunuh diri.

 

Lalu, seperti apa wajah sistem kesehatan jiwa di berbagai wilayah Indonesia?

Diana melihat masih ada kesenjangan yang cukup kentara dalam literasi kesehatan mental antar orang-orang yang bergerak di sistem kesehatan di berbagai wilayah Indonesia. Aturan dan distribusi bantuan terkait dukungan untuk tenaga kesehatan jiwa belum merata. Baik berupa pendanaan maupun fasilitas/infrastruktur (termasuk pemerataan RSJ).

Akses bantuan ke puskesmas terdekat bagi masyarakat, terkadang masih sulit dan mahal di beberapa wilayah di Indonesia. Begitupun, belum semua puskesmas di wilayah Indonesia memiliki pelayanan kesehatan jiwa karena minimnya SDM yang terlatih dan kompeten dalam kesehatan jiwa.

Di sisi lain, pemasungan masih terjadi.  Hal ini terjadi karena keluarga dan komunitas tidak memahami deteksi dini. Keluarga dan komunitas juga tidak memahami manajemen ODGJ (Orang dengan gangguan jiwa) pasca treatment rumah sakit. Di sisi lain, tidak kuatnya keluarga menjalani treatment, sulitnya akses pelayanan kesehatan jiwa dan stigma untuk ODGJ dan keluarga menambah faktor resiko pemasungan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          “Secara umum ada kondisi yang tidak setara di Indonesia. Ketidak setaraan terlihat dalam pemenuhan SDM antar puskesmas se-Indonesia,”tegas Diana.

Ia mencontohkan terdapat kabupaten dengan 35 psikolog klinis bekerja di seluruh puskesmasnya yang berjumlah 25. Memiliki SDM yang bertanggung jawab khusus dengan program kesehatan jiwa sehingga bervariasi pendekatan promosi, prevensi, kurasi dan rehabilitasi kesehatan jiwanya.

Sementara di wilayah Indonesia yang lain, ada kabupaten yang memiliki 11 puskesmas, namun hanya 1 orang dokter umum yang pernah mendapatkan training kesehatan jiwa, bertanggung jawab terhadap program kesehatan jiwa bersama dengan segudang beban kerja di bidang kesehatan lainnya.

Dengan kondisi seperti ini maka masih ada beberapa PR yang harus kita lakukan bersama untuk membuat kondisi Indonesia setara di semua wilayah, seperti terpenuhinya SDM kesehatan jiwa, sistem rujukan yang terjalin rapi antar potensi masyarakat dan sistem kesehatan, serta orientasi program dari promosi, prevensi, kurasi dan rehabilitasi.

Selain itu, pendekatan dalam sistem harus sepanjang rentang kehidupan, bekerja sama dengan semua sektor masayrakat, seperti sekolah, organisasi kerja dan elemen masyarakat lain tempat nadi kehidupan masyarakat berjalan.

Penulis: Satria

Berita Terkait

  • Psikolog UGM: Sistem Kesehatan Jiwa di Indonesia Belum Setara

    Sunday,10 October 2021 - 14:01
  • Minim Psikolog, Ribuan Penderita Gangguan Jiwa Belum Tertangani

    Tuesday,10 February 2015 - 15:10
  • RS UGM Menginisiasi Desa Siaga Sehat Jiwa

    Thursday,24 November 2016 - 10:25
  • Psikolog UGM : Pelayanan Kesehatan Jiwa Belum Merata

    Sunday,10 October 2021 - 18:38
  • Psikolog di Puskesmas, Solusi Kesehatan Jiwa di Indonesia

    Monday,12 September 2011 - 14:52

Rilis Berita

  • UGM Terlibat Aktif Dalam Percepatan Penurunan Stunting di Jawa Tengah 03 February 2023
    Stunting masih menjadi persoalan kesehatan di Indonesia. Data Asian Development Bank mencatat ang
    Ika
  • Pimpinan UGM Tandatangani Komitmen Bersama Implementasi Manajemen Risiko 03 February 2023
    Penandatanganan Komitmen Bersama dilakukan oleh Majelis Wali Amanat, Rektor, Sena
    Gloria
  • Forgamas Dekatkan UGM Kepada Siswa Kelas XII di Banyumas 03 February 2023
    Forum Mahasiswa Gadjah Mada Banyumas (Formagamas) merupakan perkumpulan mahasiswa UGM se-Kabupate
    Agung
  • Fakultas Geografi UGM Dampingi Penyusunan Rencana Strategis Kabupaten Sukamara Kalteng 02 February 2023
    Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) menye
    Humas UGM
  • Pakar UGM: Lansia dan Warga Miskin DIY Perlu Mendapat Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial 02 February 2023
    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, berencana memberikan ban
    Gusti

Agenda

  • 07Feb Dies Natalis Fakultas Hukum UGM...
  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual