Fakultas Ilmu Budaya UGM mengadakan Webinar Nasional Sastra Membaca, Menelaah, Menafsir Sastra dengan topik “Novel Cina Diaspora di Amerika dan Indonesia”. Webinar ini dilaksanakan melalui Youtube Kanal Pengetahuan Fakultas Ilmu Budaya UGM dengan menghadirkan Dr. Purwanti Kusumaningtyas (Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga) sebagai pembicara dan Dr. Dwi Susanto (Universitas Sebelas Maret) sebagai pembahas pada Rabu (6/10).
Dalam webinar ini, Purwanti memaparkan penelitian disertasinya yang berjudul “Diaspora Identity, a comparative study of novel by four chinese American and Chinese American author”.
Purwanti memaparkan penelitian ini berangkat dari keadaan bahwa ada penyebaran orang Cina dari daratan Cina ke berbagai wilayah termasuk diantaranya Amerika dan Indonesia. Menurutnya, hingga saat ini perkembangan diaspora Cina masih menarik dan banyak orang meneliti karena perkembangannya yang sangat dinamis.
“Paparan kali ini khusus akan menyoroti bagaimana diaspora menggunakan karya sastra untuk melakukan negoisasi hubungan antar etnis di kedua negara yang memiliki keberagaman yang khusus di masing-masing tempat. Saya ingin membagikan bagian dari penelitian disertasi saya yang mengungkapkan bagaimana Cina diaspora menggunakan karya sastra untuk melakukan negosiasi dalam hubungan antar etnis di Amerika dan di Indonesia,” paparnya.
Purwanti menjelaskan data penelitian meliputi keterangan tentang kehidupan penulis, isi karya satsra dan karya sastra itu sendiri.
“Karya sastra cukup banyak, tetapi yang dipilih novel-novel karya empat penulis Cina diaspora Cina-Amerika dan Cina-Indonesia, yaitu Maxine Hong Kingston, Amy Tan, Marga T., dan Mira W. yang diterbitkan tahun 1970an – 1990an,” jelasnya.
Novel penulis Cina-Amerika tersebut diantaranya The Women warrior dan China Man. Sedangkan novel penulis Cina-Indonesia diantaranya Badai Pasti Berlalu, Karmila, Gema Sebuah Hati, Bukan Impian Semusim, Fatamorgana, Bukit Gendaling, Sepolos Cinta Dini, dan sebagainya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwanti menemukan bahwa novel-novel tersebut menggambarkan identitas hybrid sebagai identitas diaspora Cina dan identitas tersebut berkembang dalam respons yang ambivalen mengikuti keragaman situasi dan kondisi sosial budaya masing-masing. Diaspora Cina harus melalui berbagai macam negosiasi dengan masyarakat dan pemerintahan yang berkuasa dalam membentuk identitas mereka.
Dalam keseluruhan proses tersebut, Purwanti memaparkan bahwa penting untuk menengarai bahwa keberadaan kekuasaan yang beragam yang dimiliki oleh diaspora, masyarakat, dan pemerintahan yang berwenang memainkan peranan yang penting, sebab masing-masing menempati posisinya dalam pembentukan identitas diaspora. Maka, penelitian ini menunjukkan bahwa identitas diaspora terbentuk dalam keterhubungan elemen-elemen yang ada dalam masyarakat.
Sebagai pembahas, Dwi Susanto memaparkan pengalaman keturunan Cina di Amerika dan Indonesia dalam konteks kajian pascakolonial (sastra bandingan). Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam menginterpretasikan menurut Dwi salah satunya adalah latar genetika pengarang sebagai subjek dan persoalan kecinaan, ada keterputusan dalam kajian kecinaan di Indonesia/sebagai bagian dari kontruksi identitas kecinaan.
Selain itu, Dwi menanyakan beberapa hal terkait penelitian Purwanti. Pertama, sebagai strategi atau cara bertahan hidup, apakah novel benar-benar menyampaikan pengalaman yang nyata ataukah pengalaman yang disampaikan hanya bagian dari cara tersembunyi. Kedua, apakah ada perubahan yang fundamental dari generasi peranakan Cina dan kalau ada apa penyebab perubahan tersebut. Lalu, bagaimanakah mereka membawa identitas kecinaan dalam pengalaman atau bernegosiasi.
Beberapa pengalaman Diaspora lain juga turut dibahas oleh Dwi, selengkapnya klik disini
Penulis: Desy