Bebera kota di Indonesia pada bulan Oktober 2021 mengalami hari tanpa bayangan atau kulminasi. Jika tidak terjadi perubahan apapun atau semuanya dalam kondisi normal-normal saja maka fenomena hari tanpa bayangan ini dinilai sebagai fenomena yang selalu terjadi setiap tahun.
Menurut Dr. Emilya Nurjani, S.Si., M.Si, Sekretaris Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, secara teori bumi berputar pada sumbunya atau sering disebut dengan rotasi. Kemudian bumi juga bergerak mengelilingi matahari yang disebut sebagai revolusi.
“Jadi, adanya rotasi bumi dan revolusi bumi itu menyebabkan posisi kita terhadap matahari itu selalu berubah. Jadi, biasanya pada tanggal 21 Maret atau 21 September, itu matahari berada di atas ekuator atau titik nol lintang, biasanya titik lintang nol itu ada di Pontianak, Kalimantan dan sebagian di Sumatra Barat. Biasanya pada saat matahari pas di atas titik nol maka posisi matahari itu tidak akan menimbulkan bayangan,”ujarnya di Kampus UGM, Kamis (14/10).
Emilya menjelaskan kenapa beberapa kota di Indonesia mengalami fenomena hari tanpa bayangan karena Indonesia memiliki lintang kecil bukan lintang besar. Makin besar lintangnya biasanya sudut jatuh matahari makin besar, jika sudut jatuhnya makin besar maka meskipun matahari berada di atas lokasi tetap saja ada bayangan.
“Karena lintang kita yang berada di Indonesia lintangnya kecil, paling besar 5-11 derajat lintang selatan, dan itu termasuk lintang kecil maka sudut jatuh sinar matahari ke bumi kecil makanya tidak ada bayangan pas matahari di atas lokasi di Indonesia,” jelasnya.
Ia menuturkan fenomena ini terjadinya bisa setiap tahun. Meski begitu, tidak semua tempat (daerah) bisa mengalami tergantung lintang di wilayah tersebut besar atau kecil terhadap posisi matahari.
Meski terjadi setiap tahun pada tanggal 21 Maret dan 21 Oktober, fenomena hari tanpa bayangan tidak bisa disebut sebagai penanda pergantian musim. Meskipun diakui pergerakan semu matahari (karena yang bergerak sesungguhnya bumi) ke lintang selatan selalu di akhir-akhir bulan Oktober.
“Biasanya musim penghujan kita itu kan di bulan Oktober. Tapi tidak selalu karena musim penghujan atau kemarau itu bisa maju, bisa mundur,” ucapnya.
Melihat kalender yang pasti, menurut Emilya, hari tanpa bayangan yang terjadi setiap 21 Maret dan 21 September bisa menjadi potensi yang menarik untuk wisatawan. Terlebih untuk turis asing karena di negara mereka tidak mungkin menemui fenomena hari tanpa bayangan.
Sebagian besar dari mereka berada di lintang 23 derajat baik di lintang selatan maupun lintang utara. Para turis asing tidak akan mungkin mengalami fenomena semacam ini karena sudut jatuhnya sinar matahari di negara mereka besar.
“Kalau mau dijual sebagai agenda wisata bisa saja. Bisa karena di tempat-tempat lain juga menjual fenomena-fenomena semacam ini, seperti fenomena Aurora, fenomena yang terjadi di daerah-daerah Kutub. Fenomena aurora adalah terjadinya radiasi matahari yang dipantulkan. Itu kan dijual oleh mereka karena mereka tahu waktu-waktunya, karenanya kita juga bisa jual ini hari tanpa bayangan,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Dream.co.id