Capt. Rudy Sugiharto., M.Pd, Plt., Kasi Angkutan Laut Khusus, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Dirjen Perhubungan Laut, Kementrian Perhubungan mengatakan progres pelaksanaan tol laut logistik cukup menggembirakan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah pelabuhan singgah tercatat sebanyak 31 pelabuhan pada 2016 menjadi 114 pelabuhan pada 2021, dan jumlah armada kapal yang semula 6 armada di tahun 2016 menjadi 32 armada pada 2021.
Sementara jumlah muatan tol laut pada tahun 2016 di bawah 100.000 ton, kini menjadi sekitar 350.000 ribu ton pada tahun 2021, dam jumlah trayek yang dilayani semula 6 trayek pada tahun 2016 menjadi 32 trayek pada 2021.
“Dampak kehadiran tol laut ini sudah dirasakan, yaitu dalam bentuk menjaga ketersediaan barang pokok dan penting di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP),” katanya saat menjadi pembicara Webinar Menuju Sewindu Tol Laut: Memacu Layanan Logistik Investasi Daerah dan Tumbuhnya Muatan Balik di Wilayah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (3TP), Jumat (15/10).
Menurut Rudy kehadiran tol laut dapat dipakai sebagai acuan kontrol biaya/tarif transportasi angkutan barang di laut, dan mengurangi disparitas harga serta menjaga stabilitas harga barang pokok, barang penting, dan barang lainnya. Selain itu, mampu mendorong pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP).
Menurutnya kehadiran tol laut mampu mendorong geliat pertumbuhan perekonomian di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP), dan meningkatkan investasi di daerah khususnya untuk peningkatan nilai tambah sebagai muatan balik, serta memperkuat kedaulatan di wilayah perbatasan Indonesia. Karenanya optimalisasi program tol laut harus terus dijalankan dengan berbagai strategi yaitu inovasi pola konektivitas dan perdagangan baru.
“Sangat diharapkan optimalisasi penggunaan aplikasi, serta optimalisasi kinerja kapal tol laut di pelabuhan muat. Hal lain perlu sekali dukungan pemerintah daerah untuk keberhasilan program ini,” tuturnya.
Pemerintah memang telah menjalankan program tol laut sejak tahun 2015 dengan tujuan utama memperlancar distribusi barang untuk mempercepat pembangunan di wilayah pedesaan di kawasan Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan (3TP). Program ini tentunya sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan. Dengan kebijakan program tol laut ini diharapkan membuka peluang dan kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat dalam merespons program pembangunan nasional.
Pembicara lain Dr. Supriadi, M.Si, Direktur Pelayanan Investasi Desa, Kemendes PDTT, menyatakan berbagai program Kemendesa PDDT diluncurkan untuk mendorong kemajuan desa, termasuk penguatan kerja sama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam program tol laut. Disadari bahwa potensi daerah 3TP cukup besar, tetapi masih menyimpan kendala terhadap offtaker yang akan membeli hasil petani pasca panen.
Untuk itu, katanya, perlu adanya keseriusan pemerintah daerah untuk bersama mencari solusi terhadap pemasaran produk hasil masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong BUMDes untuk menjalin kerja sama dengan BUMDes di wilayah pulau Jawa agar produk di wilayah timur bisa dipasarkan.
“Pemerintah perlu mendorong pihak swasta atau offtaker untuk melakukan kerja sama dengan BUMDes untuk membeli produk unggulan daerah di wilayah 3TP. Dalam proses pemasaran produk tersebut, tentu peran tol laut menjadi sangat vital,” ucapnya.
Sementara itu, Dr. Kuncoro, S.TP., M.Eng, tenaga ahli Pustral UGM, menyoroti Peran Tol Laut untuk Mendukung Layanan Logistik yang dalam faktanya ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sistem logistik nasional, diantaranya adalah belum seimbangnya supply-demand barang. Belum adanya keseimbangan perdagangan barang wilayah Barat – Timur Indonesia.
Menurutnya, belum optimalnya kinerja infrastruktur pendukung aktivitas logistik (konektivitas multimoda), serta kolaborasi-koordinasi antarpelaku logistik mengakikatkan semuanya belum berjalan efektif. Hal ini berujung pada sistem logistik yang tidak efektif dan efisien, salah satu indikasinya yaitu biaya logistik nasional masih tinggi.
“Fakta ini didukung oleh berbagai kajian, misalnya yang dilakukan oleh World Bank tahun 2014,” ungkapnya.
Tol laut sesungguhnya menjadi harapan untuk berperan dalam menghubungan wilayah terpencil dengan wilayah produksi serta moda transportasi untuk pemasaran komoditas unggulan daerah. Meskipun demikian, memang masih terdapat berbagai kendala operasional tol laut, diantaranya keterbatasan sarana bongkar muat, pemilihan jenis sarana yang tidak tepat, keterbatasan fasilitas dermaga, dan adanya double handling karena jenis dermaga yang tidak tepat.
“Belum lagi soal konektivitas antar trayek yang belum baik pada skema operasi hub and spoke, akses menuju pelabuhan terbatas, minimnya lapangan penumpukan, waktu singgah kapal pada suatu pelabuhan dapat cukup lama, trayek yang lama dan panjang, ketidakpastian jam kerja buruh, serta tarif Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) yang tidak standar,” papar dosen FTP UGM.
R. Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si, tenaga ahli Pustral UGM lainnya, menambahkan BUMDes memiliki peran penting untuk mendukung kesiapan masyarakat dalam memanfaatkan tol laut. Peta kesiapan masyarakat tersebut dapat berupa kesiapan internal dalam bentuk Skill, Forum Komunikasi, Manajemen Organisasi, Pelatihan, Monitoring dan Evaluasi, Manajeman Keuangan, Penyertaan Modal, Pengembangan Jaringan, serta Tempat Sekretariat Kepengurusan.
Selain itu, perlu pula kesiapan eksternal dalam bentuk Analisis Kesiapan Masyarakat, Peraturan perundang-undangan (Perdes, Perbup, dan lain-lain), Mitigasi Potensi Konflik, Ketersediaan Sumber Daya Sosial, serta Perlindungan Hukum. Diakui memang skema usaha BUMDES dalam mendukung program daerah belum berjalan maksimal, sehingga menumbulkan berbagai risiko diantaranya BUMDes merugi, konflik horizontal, konflik vertikal, serta kerusakan lingkungan.
“Hal ini tentu diakibatkan oleh beberapa sebab seperti kurangnya sumber daya (SDA dan SDM), ketersediaan modal awal yang rendah, serta kalah saing dengan industri besar sehingga tidak menjamin adanya ketersediaan pasokan dan quality control. Karenanya upaya-upaya optimalisasi peran BUMDes harus terus dilakukan untuk menjawab peluang dan tantangan BUMDes ke depan,”terang dosen Fisipol UGM.
Kegiatan Webinar yang dibuka oleh Prof. Dr. Bambang Agus Kironoto selaku Caretaker Pustral UGM dihadiri sekitar 130 peserta dari berbagai institusi, seperti Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Perhubungan, Kementerian Desa PDTT, Pemerintah daerah, pelaku usaha logistik, serta akademisi.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Media Indonesia