Guru Besar UGM, Prof. Kaelan dan Prof. Sofian Effendi, mengingatkan kembali jati diri UGM sebagai universitas yang bertugas mempertahankan keteguhan Pancasila di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh kedua guru besar yang masing-masing berasal dari Fakultas Filsafat dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM tersebut dalam webinar ‘Pemikiran Bulaksumur Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada’ dengan topik ‘Jati Diri UGM Sebagai Universitas Pancasila’ pada Sabtu, (16/10).
Guru besar bidang Filsafat, Prof. Kaelan, mengatakan UUD 1945 sudah tidak lagi berdasar Pancasila semenjak terjadinya amandemen UUD 1945 tahun 2002 lalu. Pemberlakuan UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002 dapat dianggap sebagai pembubaran negara proklamasi 17 Agustus 1945.
“Jumlah pasal yang diamandemen hampir 95%,” ungkap Prof. Kaelan.
Prof. Kaelan mengatakan UUD 1945 hasil amandemen tahun 2002 tidak lagi berdasarkan nilai-nilai nasionalisme, kerakyatan, Pancasila, dan lain sebagainya, tetapi sudah berlandaskan liberalisme dan kapitalisme.
“Pasal 33 (contohnya). Pada ayat 1,2, dan 3 (emang) kelihatan (membunyikan) ekonomi kekeluargaan, kemudian cabang produksi dikuasai negara, tapi ayat empat ternyata adalah (bernilai) ‘liberal’, (dimana) ekonomi nasional dilaksanakan secara (nilai) liberal, artinya persaingan bebas,” tambah Prof. Kaelan.
Selain itu, karena UUD 2002 yang tidak berlandaskan Pancasila tersebut, Prof. Kaelan, juga menuturkan bahwa tata negara menjadi sangat dikuasai oleh eksekutif dan penguasa oligarki partai. Kemudian, sistem demokrasi di Indonesia juga terjerat kepada “high-cost democracy” atau demokrasi dengan biaya tinggi. Prof. Kaelan mengungkapkan dewasa ini para politisi ketika pemilu bisa sampai mengeluarkan biaya kampanye sampai milirian rupiah sehingga ketika mereka telah menjadi petahana atau menjabat suatu poisisi layaknya gubernur, bupati, dan lain sebagainya, para politisi cenderung berorientasi untuk mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan tersebut.
Tugas UGM sebagai Universitas Pancasila
Guru besar bidang Ilmu Administrasi Negara, Prof. Sofian Effendi, mengatakan dalam rapat Senat UGM pada tahun 1959, di depan Bung Karno, Presiden Pertama RI, Senat UGM menyatakan bahwa UGM merupakan sebuah “Universitas Pancasila”. Hal ini kemudian diartikan bahwa UGM telah berjanji untuk menjaga keutuhan Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa Indonesia. Jati diri UGM sebagai “Universitas Pancasila” tersebut kemudian tercantum dalam pasal 8 Statuta UGM atau peraturan dasar pengelolaan UGM.
Oleh karena itu, Prof. Sofian mengimbau segenap civitas akademik UGM untuk dapat meluruskan perubahan yang disebabkan oleh amandemen UUD tahun 2002. Kerja-kerja praktis yang dapat dilakukan antara lain seperti melakukan pengawasan kepada berbagai undang-undang atau peraturan turunan, apakah terbentuk berlandaskan nilai-nilai Pancasila atau tidak. Kemudian juga melakukan evaluasi kepada berbagai program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, dan usaha-usaha lainnya.
“Tugas kita kedepan atau tugas UGM adalah bagaimana kita mempertahankan dan mengembalikan jiwa Pancasila itu setelah dilakukannya amandemen UUD tahun 2002. Kita harus meluruskan perubahan ini yang menghilangkan semua langkah-langkah yang bertujuan menghilangkan jejak-jejak Pancasila (dalam UUD),” tutur Prof. Effendi dalam webinar yang sama.
Untuk mengikuti webinar Dewan Guru Besar UGM, silahkan klik tautan disini.
Penulis: Aji