Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, menyampaikan kuliah umum di hadapan ribuan mahasiswa baru UGM secara daring dalam kegiatan Orientasi Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru Program Pascasarjana, Jumat (22/10) secara daring. Alumnus Prodi Hubungan Internasional Fisipol UGM ini menyampaikan bahwa selama pandemi kebijakan politik luar negeri RI tidak banyak berubah meski lebih banyak melakukan diplomasi dalam bidang kesehatan dan vaksin. Meski demikian, dalam situasi dan tantangan apapun, kebijakan politik luar negeri untuk memperjuangkan kepentingan nasional. “Beberapa isu yang mengemuka politik luar negeri selama pandemi adalah diplomasi kita bidang kesehatan dan vaksin, perlindungan WNI dan mengupayakan stabilitas perdamaian kawasan dan dunia,”katanya.
Dalam diplomasi kesehatan dan vaksin, Indonesia menurutnya sangat aktif melakukan diplomasi vaksin. Retno menyampaikan seandainya saat di awal pandemi kita tidak bergerak cepat mencari sumber vaksin akan sulit untuk melakukan vaksinasi bisa mencapai ratusan juta vaksin. “Jika tidak bergerak cepat, saya yakin tidak bisa melakukan vaksinasi. Hari ini lebih dari 177 juta dosis vaksin yang sudah disuntik,”katanya.
Menurutnya dalam situasi kritis kesehatan di awal pandemi, pemerintah melakukan upaya keputusan yang cepat dan tepat. “Semua itu dilakukan dengan menggunakan hitungan yang cukup matang,”paparnya.
Bagi Retno tidak mudah bagi Indonesia memenuhi kepentingan rakyat untuk vaksinasi dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa. “Sebuah tugas besar untuk memenuhi jumlah vaksin yang besar,”ujarnya.
Meski Indonesia berhasil memenuhi stok vaksin untuk kebutuhan penduduknya, namun Indonesia juga melakukan diplomasi agar negara berpenghasilan rendah mendapat akses yang sama. Ia menyebutkan ada ketimpangan akses vaksin dimana sekitar 6,7 miliar dosis vaksin sudah disuntikkan, lebih dari 75 persen disuntik di negara kaya. “Kurang dari satu persen negara berpenghasilan rendah yang penduduknya mendapat vaksin,”katanya.
Perjuangan dirinya yang tergabung dalam Co-Chair COVAX AMC Engagement Group bersama Menteri Pembangunan Internasional Kanda dan Menteri Kesehatan Ethiopia yang memperjuangkan kesetaraan akses vaksin bagi semua negara. “Yang kita lakukan setidaknya 20 persen penduduk dari negara menengah ke bawah menerima vaksin secara gratis. Kita mengupayakan dari negara maju dan filantropi,” katanya
Selain memperjuangkan vaksin, kata Retno, pemerintah juga melindungi WNI yang terdampak akibat pandemi. Ia menyebutkan jumlah WNI yang terpapar covid selama pandemi mencapai 6.010. “Sekarang sudah sehat semua,”katanya.
Pemerintah juga memfasilitasi kepulangan 235 ribu WNI ke Indonesia karena terkena dampak kebijakan pembatasan konektivitas antar negara. “Sedangkan yang terdampak ekonomi, pemerintah memberikan bantuan 771 ribu paket sembako di luar negeri,”katanya.
Sementara Guru Besar FKKMK, Prof. dr Sutaryo,Sp.A(K)., dalam pemaparannya menyampaikan soal nilai-nilai filosofi ke-UGM-an yakni pertama, Pancasila dan Kebudayaan. Kedua, ilmu, kenyataan dan kebenaran. Sementara nilai lima jati diri UGM adalah sebagai Universitas Nasional, Universitas Perjuangan, Universitas Pancasila, Universitas Kerakyatan dan Universitas Pusat Kebudayaan.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan sejarah pendirian UGM di tengah upaya pemerintah RI untuk mempertahankan kemerdekaan setelah adanya agresi militer Belanda. Pendirian UGM di tengah situasi perang tersebut menandakan bahwa Indonesia masih mampu berdiri dari gempuran agresi militer Belanda dan sekutunya dimana Indonesia masih tetap kokoh berdiri dan mampu mendirikan universitas negeri pertamanya.
Seperti diketahui penerimaan mahasiswa baru program pascasarjana di UGM dilaksanakan dua kali dalam setahun. Di semester genap sebelumnya UGM sudah menerima 5.287 mahasiswa. Sementara di semester gasal tahun ini, UGM menerima sebanyak program 3.544 orang mahasiswa yang terdiri dari 2.788 mahasiswa jenjang S2, 530 orang mahasiswa jenjang S3 dan 226 orang mahasiswa dari jenjang spesialis.
Penulis : Gusti Grehenson