Dirjen Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Ristek RI, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D., mengatakan mahasiswa sudah saatnya bersiap kembali beraktivitas mengikuti perkuliahan tatap muka di kampus. Namun demikian, aktivitas di kampus tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Menurutnya, mahasiswa dosen dan tendik harus mampu beradaptasi dengan hidup berdampingan dengan Covid-19. Sebab, pandemi bukan menjadi hambatan bagi warga kampus untuk tetap terus belajar, berkreasi dan berinovasi. “Saatnya kembali ke kampus dengan prokes ketat sehingga kita bisa berdampingan dengan Covid-19 sampai tercapai herd immunity yang mampu menghambat penularan Covid-19,” kata Nizam dalam webinar yang bertajuk Inovasi dan strategi PT mewujudkan Kampus yang Sehat dan Produktif di Era Pandemi, Selasa (26/10).
Kampus saat ini masing-masing mempersiapkan standar operasional prosedur untuk memutus mata rantai penularan dan rutin melakukan surveilans. Selain menjaga protokol kesehatan yang ketat, pihak kampus hanya boleh menggunakan separuh dari kapasitas ruangan untuk kuliah tatap muka. “Kita membatasi ruangan dengan 50 persen kapasitas. Apabila sudah masuk PPKM level 2 atau 1 bisa meningkatkan kapasitas ruang. Yang paling penting, saling jaga, saling melindungi dan saling bantu, lalu melakukan surveilans untuk menghindari terjadinya kluster baru,” paparnya.
Dalam kesempatan itu, Nizam mengapresiasi hasil karya produk riset dari kampus yang ikut mendukung penanggulangan Covid-19 sejak awal pandemi. “Produktivitas yang telah dihasilkan sejak masa pandemi ini terus dijaga dan ditingkatkan agar hasilkan karya lebih banyak lagi,”kataya.
Prof. Bambang Agus Kironoto, Wakil Rektor Bidang SDM dan Aset UGM, mengatakan salah satu upaya yang dilakukan oleh UGM dalam penanggulangan Covid-19 selain menghasilkan berbagai karya riset yakni mendukung percepatan program vaksinasi nasional dengan bekerja sama dengan banyak mitra. “Hingga 25 Oktober ini, ada 125.944 orang yang sudah disuntik vaksin,”katanya.
Dekan FK-KMK, Prof. Ova Emilia, menyebutkan berbagai produk inovasi kesehatan yang dihasilkan oleh UGM dalam masa pandemi ini mulai dari face shield, ranjang pasien, pembersih dan penyaring udara, handwasher, alat skrining dan diagnosis, RI-GHA, mesin isothermal, Genose, ventilator, hingga robot telemedicine. Menurutnya, berbagai produk inovasi tersebut ada yang sudah digunakan oleh masyarakat, namun ada juga masih mengalami kendala baik dalam pengembangan maupun hilirisasi. “Kita perlu menggandeng pengguna dan industri. Tantangan bagi universitas bahwa kita sangat terbuka melihat ini pembelajaran bahwa universitas tidak hanya sekedar mendapatkan paten dan HAKI, namun berpikir lebih ke hilir dan UGM telah melakukan banyak hal sehingga perlu diperkuat komunikasi dan kolaborasi,”ujarnya.
Peneliti alat deteksi virus corona dari hembusan nafas, GeNose, dr. Dian K Nurputra, M.S.c., Ph.D., Sp.A (K)., mengatakan saat ini pihaknya sudah mengembangkan alat Genose dengan menambah sensor artificial intelligent (AI) menjadi 38 buah. “Ada 38 sensor AI dengan tingkat sensitivitas 93 persen akan diluncurkan dalam waktu dekat,”katanya.
GeNose yang lahir saat pandemi berlangsung ini menurutnya terus dikembangkan. Menurutnya, Genose tidak hanya bisa deteksi covid, namun pengembangan selanjutnya bisa untuk deteksi diabetes, TBC dan sepsis. Dia mengaku bahwa GeNose tidak hanya dipasarkan di dalam negeri, namun sudah ekspansi ke Malaysia, Filipina dan Thailand beberapa diantaranya melalui skema kerjasama riset. “Kita terus melakukan perbaikan dengan pengembangan berbasis bukti,”jelasnya.
Penulis : Gusti Grehenson