Universitas Gadjah Mada (UGM) meluncurkan Tim Kosmopolis Rempah UGM sebagai wadah melakukan kajian, rekonstruksi, revitalisasi, serta inovasi dalam upaya penguatan jalur rempah nusntara sebagai warisan dunia (world heritage).
Peluncuran Tim Kosmopolis Rempah dilakukan secara daring, Rabu (3/11) dilaksanakan dalam kegiatan Webinar Rekonstruksi, Revitalisasi dan Inovasi untuk Penguatan Kosmopolis Rempah Nusantara Sebagai Warisan Dunia (World Heritage).
Rektor UGM, Prof.Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng., IPU., ASEAN Eng., menyampaikan Universitas Gadjah Mada telah membentuk Tim Kosmopolis Rempah UGM yang merupakan kelompok riset multidisiplin. Kosmopolis rempah adalah sebuah zona atau wilayah baik urban maupun sub-urban yang terhubung secara global baik langsung maupun tak langsung oleh produksi, konsumsi dan perdagangan rempah-rempah di nusantara dan dunia. Tim ini melakukan pendekatan Rekonstruksi, Revitalisasi dan Inovasi terhadap Jalur Rempah Nusantara sebagai warisan dunia.
“Demikianlah kosmopolis rempah secara konsisten perlu dikembangkan mendukung jalur rempah nusantara sebagai World of Heritage,” katanya.
Ia mengatakan bahwa rempah nusantara merupakan komoditas yang penting dicari, dibutuhkan, dan dibanggakan oleh bangsa Indonesia. Pengetahuan yang timbul karena peredaran rempah Nusantara dalam perdagangan telah membuat dunia ini mengalami berbagai perkembangan peradaban. Konon di seluruh Asia Tenggara, terdapat lebih dari 250 rempah dan bumbu yang ternyata setelah diidentifikasi 135 di antaranya berada dan digunakan di Indonesia dalam memasak hidangannya.
Sebagai Ketua Forum Rektor Indonesia, Panut mengajak dan mendorong untuk bersama-sama bersinergi dalam membangun kembali kejaayan rempah melalui inovasi di Perguruan Tinggi. Upaya ini perlu terus dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing bangsa serta sekaligus untuk mendukung pengajuan jalur rempah sebagai warisan dunia.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Dr. Hilmar Farid, mengapresiasi peluncuran Tim Kosmopolis Rempah UGM untuk mendalami persoalan rempah nusantara. Ia mengatakan langkah yang diupayakan tim kosmopolis rempah UGM menyoroti berbagai aspek sosio kultural, religius dan ekonomi melalui berbagi fase dengan konsep kosmopolis sangat relevan, sebab dalam pertukaran rempah banyak terjadi hubungan yang kompleks. Berbagai hubungan yang terjadi tersebut telah membentuk sejarah dunia dalam waktu lama dan secara modern dunia juga dipengaruhi rempah-rempah ini. “Tidak hanya bicara aspek sejarah saja, tetapi peran rempah di masa sekarang menjadi dimensi yang penting dan menarik. Harapannya tim kosmopolis rempah UGM bisa mulai bagaimana sekarang ada perhatian cukup besar terhadap keanekaragaman hayati dan budaya nusantara,”paparnya.
Ia juga berharap melalui forum ini bisa memberikan kontribusi signifikan dalam upaya penyusunan dokumen formal untuk pengajuan jalur rempah sebagai warisan dunia ke UNESCO. Tak lupa ia pun meyampaikan ucapan terima kasih kepada tim kosmopolis rempah UGM yang telah mendukung pengusulan rempah sebagai warisan dunia.
Sementara Ketua Tim Kosmopolis Rempah UGM, Dr. Mirwan Ushada, STP. M.App.Life.Sc, menjelaskan bahwa rempah Indonesia memiliki sejumlah kekuatan yang menguatkan upaya menuju warisan dunia. Sebab, rempah Indonesia mampu menggetarkan dunia dan dikuatkan berbagai bukti di masa lalu. Selain itu, ada ratusan penelitian yang telah dilakukan terkait jalur rempah nusantara.
“Kekuatan lain yaitu perdagangan rempah Indonesia masih berjalan dan dukungan kuat dari pemerintah daerah dan nasional,” terangnya.
Mirwan memaparkan bahwa jalur rempah nusantara berpeluang menjadi warisan dunia karena memiliki sumber daya pengetahuan dan kearifan lokal nusantara dan pengakuan warisan dunia serta mendaya lentingkan kejayaan Indonesia. Peluang lain adalah membangkitkan nasionalisme melalui paradigma kepulauan, potensi perguruan tinggi yang baik, kekayaan intelektual indikasi geografis, serta jejaring KBRI sebagai agen promosi atau perdagangan.
Mirwan menjelaskan ada sejumlah kondisi dan ancaman yang masih menghadang dalam mewujudkan jalur rempah nusantara sebagai warisan dunia. Salah satunya masih kurangnya kepedulian posisi tawar rempah bagi masyarakat. Persoalan lain adalah akses terkait bukti semakin sulit dikumpulkan.
“Perlu adanya penguatan jalan peta pengembangan rempah sejalan dengan konsistensi kebijakan pemerintah,” imbuhnya.
Mirwan mengatakan upaya mewujudkan rempah nusantara menjadi warisan dunia berisiko membangkitkan memori masa kelam kolonial jika dilakukan dengan keliru. Selain itu klaim atas rempah tidak hanya milik Indonesia dan negara lain berpotensi melakukan klaim yang sama. Persoalan lain Indonesia bukan lagi menjadi eksportir terbesar dunia dan pamor makanan berempah khas Asia sudah melekat ke China, Thailand, dan India. Melihat berbagai kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman terhadap rempah nusantara tersebut dijadikan sebagai kajian untuk memperkuat jalan mewujudkan jalur rempah nusantara sebagai warisan dunia.
Pengarah Tim Kosmopolis Rempah UGM, Prof. Dr.Ir., Murdijati Gardjito yang juga Guru Besar FTP UGM dan Pakar Kuliner Nusantara, menekankan bahwa upaya rekonstruksi, revitalisasi, dan inovasi kosmopolis rempah yang dikembangkan tidak hanya bertujuan mendukung pengusulan rempah sebagai warisan budaya tak benda dunia yang ada di Indonesia. Namun, usaha tersebut juga dilakukan dalam rangka menanggapi tuntutan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa besar maju dan terus berkembang.
Dalam Webinar Rekonstruksi, Revitalisasi dan Inovasi untuk Penguatan Kosmopolis Rempah Nusantara Sebagai Warisan Dunia (World Heritage) mengahadirkan sejumlah pembicara yang berbicara dalam tiga sesi acara. Beberapa diantaranya adalah Plt Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY, Dra. Zaimul Azzah, M.Hum, Prof. (Emiritus) John Miksic dari South East Asian Studies, NUS, dan Tim Wherret dari University of Tasmania and Duta Wacana Christian University Ecotourism, serta Hiroyuki Onda dari S&B Foods Inc., Japan. Berikutnya, Dr. Sri Margana, M.Hum, Prof. Dr. M. Baiquni, MA, Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc dan Prof. apt. Subagus Wahyuono dari UGM.
Penulis: Ika