Universitas Gadjah Mada, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan menandatangani Nota Kesepahaman Pengembangan Potensi dan Percepatan Penghiliran Hasil Inovasi Herbal menjadi Fitofarmaka sebagai Produk Unggulan dalam Negeri, Senin (8/11).
Penandatanganan MoU dilakukan Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM, Prof. Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M., Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kemenkes, Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., M.A.R.S., dan Direktur Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM, Dra. Dwiana Andayani, Apt., disaksikan oleh Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono.
“Perguruan Tinggi bisa melakukan transformasi. Universitas Gadjah Mada sudah mempunyai Science Techno Park, dan Science Techno Park tersebut nanti akan bertransformasi untuk melakukan akselerasi,” ucap Wakil Menteri.
Science Technopark sendiri telah dikenal sebagai salah satu fasilitas penghiliran produk inovatif berbasis riset unggulan, baik berupa alat kesehatan, produk farmasi, produk herbal, maupun pangan sehat.
Dante menerangkan, Indonesia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang persisten, meskipun pembiayaan kesehatan semakin meningkat. Sektor farmasi dan alat kesehatan dalam negeri masih sangat bergantung pada produk impor.
Sebesar 90% bahan farmasi aktif untuk produksi farmasi lokal masih diimpor, dan 88% transaksi alat kesehatan di tahun 2019 – 2020 di e-katalog merupakan produk impor.
Sementara itu, budget penelitian dan pengembangan terbilang cukup rendah. Hanya sebesar 0.2% dari total GDP yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan, lebih rendah jika dibandingkan dengan anggaran di Amerika Serikat yang mencapai 1.8% dan Singapura dengan 1.9%.
“Kita tidak bisa memiliki anggaran sebanyak itu, jadi kita harus melakukan strategi dalam merumuskan dan memprioritaskan kebijakan yang kita lakukan, melakukan sinergisme antara negara dan swasta.
Kementerian Kesehatan, terangnya, tengah melakukan transformasi kesehatan, salah satunya terkait ketahanan kesehatan baik berupa produk farmasi maupun alat kesehatan. Pengembangan fitofarmaka menjadi salah satu fokus utama, dilakukan berdasarkan terapeutik area dan ketersediaan bahan baku alam.
Jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka menurutnya akan menjamin keamanan dalam melakukan transformasi kesehatan. Namun pengembangannya memerlukan dukungan dan kerja sama berbagai pihak termasuk perguruan tinggi.
“Prosesnya tentu tidak sederhana, tentu butuh proses analisis, proses penelitian, dan ini akan melibatkan berbagai macam sektor untuk bekerja sama secara sinergis. Baik dengan peneliti, dengan industri, dengan perguruan tinggi, dan Kementerian Kesehatan,” terang Wamenkes.
Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan pada Forum Nasional Kemandirian dan Ketahanan Industri Sediaan Farmasi serta Pameran Virtual Sediaan Farmasi Dalam Negeri dan Business Matching yang digelar pada tanggal 8 hingga 9 November di Hotel Eastparc Yogyakarta.
Pada forum ini dilakukan diskusi terkait berbagai topik, misalnya terkait pengembangan produk fitofarmaka serta kebijakan untuk mendorong peningkatan penggunaan bahan baku obat produksi dalam negeri.
Penulis: Gloria