Kementerian Kesehatan RI terus berupaya mengembangkan produk-produk sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam negeri. Indonesia tidak bisa secara terus menerus bergantung pada produk-produk impor karena akan sangat mengganggu ketahanan nasional.
Demikian disampaikan PLT Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, drg. Arianti Anaya, MKM., saat melakukan kunjungan kerja ke UGM Science Techno Park dan menutup kegiatan Sarasehan “Pengembangan Potensi dan Percepatan Penghiliran Hasil Inovasi Herbal Menjadi Fitofarmaka”.
“Kalau kita melihat proses perjalanan proses dari pertemuan hari ini, kita bisa mengambi inti sarinya begitu fokusnya pemerintah terhadap pengembangan sediaan farmasi dan alat kesehatan, dan salah satunya sekarang kita mempunyai staf ahli menteri khusus untuk ketahanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Ini baru pertama kali,” ujar Arianti Anaya di UGM STP, Selasa sore (9/11).
Bersama Dr. Hargo Utomo, MBA., M.Com selaku Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM dan Drs. Iswanto, Apt., M.M, Direktur Utama PT Swakaya Prakarsa, Arianti mengaku sudah sejak lama berteriak dan menggunakan banyak kesempatan guna pengembangan sediaan farmasi dan alat kesehatan khususnya terkait sediaan farmasi dan obat tradisional. Upaya pengembangan ini terus dilakukan mengingat negara Indonesia begitu kaya memiliki sumber daya alam untuk sediaan obat tradisional.
“Berbagai upaya segera kita lakukan jangan sampai obat tradisional pun kita nanti dikalahkan. Dikalahkan oleh Cina, Korea, dan kita tidak mau karena pak Menteri sudah menginstruksikan harus segera bergerak menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah yang ada, diantaranya pengembangan 10 bahan baku obat, 10 alat kesehatan, juga soal fitofarmaka dan vaksin,” terangnya.
Arianti Anaya menandaskan tidak mudah menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah tersebut di tahun 2024. Kementerian Kesehatan tidak bisa bekerja sendiri dan harus menggandeng peran perguruan tinggi terutama para peneliti dari kalangan akademisi dan industri.
“Kita pastinya harus bekerja sama, kalau tidak pastinya tidak akan berhasil, ini tahunnya berjalan terus sekarang sudah hampir habis 2021, 2022, 2023 dan 2024, akhirnya kita cuma punya waktu 3 tahun maka kita harus merapatkan barisan bagaimana kita bisa bekerja dan rasanya tidak mungkin tanpa kerja sama,” paparnya.
Wakil Rektor bidang Kerja Sama dan Alumni, Prof. Dr. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M., menyambut dan mengapresiasi PLT Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI untuk hadir kembali di UGM Science Techno Park. Hal tersebut membuat UGM Science Techno Park menjadi lebih semarak, bukan lagi sekedar transnation office tapi hub untuk mempertemukan antar peneliti dari fakultas, pusat studi, mahasiswa, dosen, industri, pemerintah daerah, media, dan semuanya saja yang bergabung untuk menghasilkan inovasi-inovasi.
“Jadi ini pusat pertemuan penelitian, hilirisasi dari penelitian termasuk juga akselerasinya. Mohon doa restunya semoga Science Technopark semakin bisa menjalankan perannya dalam rangka mewujudkan Indonesia mandiri di bidang kesehatan khususnya kefarmasian dan obat herbal berstandar fitofarmaka,” katanya saat menyambut kedatangan rombongan Kementerian Kesehatan di STP UGM.
Untuk mewujudkan kemandirian di bidang kesehatan khususnya obat herbal, kata Paripurna, UGM Science Techno Park membuka kolaborasi dengan para mitra untuk bersama-sama mengembangkan dan mengakselerasi penghiliran inovasi OHT Fitomarfaka. UGM berharap Obat Herbal Terstandar bisa dimasukkan dalam agenda JKN sehingga bisa menjadi pelengkap terhadap resep obat kimiawi.
Karenanya UGM STP mendukung Formularium Herbal Indonesia untuk bersama-sama melakukan standarisasi bahan baku dan proses uji. Selain itu, juga soal metodologi yang standar untuk menyokong percepatan hilirisasi inovasi OHT ke Fitofarmaka.
“Kami beranggapan jika ini sudah menjadi obat yang “resmi diakui aman” maka kalau kita mulai dari hilir dengan meminjam istilah yang selalu digunakan UGM start from the end, maka kalau ini berhasil kita pergi ke hulunya akan lebih kuat, dan ini akan membawa value added terhadap semua bahan-bahan baku. Petani akan menjadi hidup, industri-industri hidup dan kita memiliki kemandirian obat yang lebih baik lagi,” jelasnya.
Prof. Dr. Subagus Wahyuono, M.Sc, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, menambahkan beberapa produk UGM STP antara lain, bekerja sama dengan Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) untuk memproduksi alat kesehatan. Alat-alat kesehatan kesehatan tersebut diantaranya alat sedot cairan bagi penderita hidroscepalus, ring jantung dan alat deteksi kanker nasopharing.
“Juga Parasetamol, ini juga suatu mandat kemandirian obat, kerja sama dengan BRIN, PT Pertamina, PT Kimia Farma. Juga GeNose, yang merupakan alat skrining cepat infeksi virus SARS-CoV2 melalui hembusan nafas pasien COVID-19 dan obat herbal,” imbuhnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto