Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Laksana Tri Handoko, menyebutkan ada tiga hambatan utama kegiatan riset di Indonesia. Pertama, masalah critical mass yang masih rendah baik terkait sumber daya manusia, infrastruktur, ataupun anggaran.
Ia mengungkapkan kontribusi sektor swasta terhadap riset di tanah air masih rendah. Oleh sebab itu, pihaknya mendorong peningkatan kontribusi swasta di aktivitas riset Indonesia.
Laksana menjelaskan rendahnya kontribusi swasta di sektor riset dikarenakan riset merupakan sektor yang membutuhkan biaya tinggi. Tak hanya itu, riset juga mempunyai risiko tinggi.
“Swasta tidak mudah masuk karena high cost dan high risk, tidak mesti berhasil risetnya,” tuturnya dalam diskusi Senat Akademik UGM dan BRIN secara daring, Kamis (11/11).
Solusi lain untuk mengatasi rendahnya critical mass adalah membangun hubungan kolaborasi dengan multi pihak baik dalam maupun luar negeri melalui open platform untuk meningkatkan interaksi dan dinamika riset. Lewat patform ini memfasilitasi mitra, merangsang munculnya inno-preneur dari keterlibatan dalam proses penelitian.
Hambatan kedua, riset di Indonesia masih didominasi oleh pemerintah. Anggaran riset 80 persen dari pemerintah.
“Hambatan lainnya yakni masih adanya ego sektoral, minim kolaborasi dalam riset,” tuturnya.
Dalam kesempatan itu ia turut menyampaikan sejumlah upaya dalam membangun dan mendorong ekosistem riset dan inovasi yang kondusif di tanah air baik melalui regulasi pendorong, hibah riset dan inovasi, pemberian insentif pelaku riset dan pelaku usaha, serta regulasi pengadaan. Kemudian, membangun manajemen talenta nasional untuk mencetak lebih banyak periset muda, membangun infrastruktur riset terbuka, memberikan dana abadi riset dan pendidikan.
Penulis: Ika