Yogya (KU) – Media berperan penting dalam proses penguatan ketahanan masyarakat. Sebagai agen perubahan di masyarakat, media bahkan telah memberikan sumbangsih bagi proses bergulirnya demokrasi di Indonesia. Namun, untuk menginginkan media berperan penting dalam proses penguatan masyarakat, asumsi the second media age layak dipertimbangkan.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Publik ‘Peningkatan Ketahanan Masyarakat melalui Media Komunikasi’, Jumat (26/3) sore di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana UGM. Hadir sebagai pembicara, Kepala Badan Informasi Publik, Kemkominfo, Freddy H. Tulung, Anggota Dewan Pers, Wira Armada, S.H., M.A., M.B.A., Pakar Kebudayaan Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Timbul Haryono, dan Sosiolog UGM Prof. Dr. Heru Nugroho.
Menurut Heru Nugroho, terbentuknya the second media age harus didukung oleh informasi desentralistik, komunikasi dua arah, kontrol negara bersifat distributif, demokratisasi informasi, dan penguatan kesadaran individual. “Selama ini, dalam memberikan peran media senantiasa berangkat dari asumsi the first media age di mana informasi diproduksi secara terpusat, yakni satu untuk banyak khalayak dan arah komunikasi bersifat searah,” paparnya.
Heru berharap suatu saat akan muncul masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap media. Dari masyarakat ini pula dapat muncul bentuk penolakan secara massif terhadap berbagai tayangan media yang dinilai tidak mendidik. “Saya membayangkan nanti akan muncul massa kritis yang melek terhadap media. Misalnya, ada anak muda yang buat kaos anti sinetron, tapi belum menggelinding menjadi gerakan volunteer. Namun jika LSM, universitas, dan masyarakat menjadi sebuah gerakan, saya yakin industri media kita akan berubah,” katanya.
Heru juga mengkritisi adanya konglomerasi media yang menyebabkan media sulit merealisasikan idealisme untuk menciptakan perubahan di masyarakat karena tuntutan owner ke arah ekonomi dan politik semata. Selain itu, Heru juga mengkritik pemerintah yang masih lemah dalam hal pengawasan dan pemberian sanksi terhadap media dalam penyampaian informasi dan hiburan yang tidak mendidik. “Kenyataan pasca reformasi, media banyak mengalami bias ekonomi politik. Pengawasaan yang dilakukan pemerintah sangat lemah, terbukti yang dilakukan PWI dan KPI sangat kurang,” tambahnya.
Sementara itu, Wira Armada menegaskan kualitas wartawan sangat menentukan peran media dalam memengaruhi kecerdasan dan opini serta ketahanan masyarakat. Dengan demikian, profesionalitas dan etika wartawan sangat diperlukan dalam jurnalisme. “Pers harus membangun nilai-nilai pers yang profesional dan beretika karena dapat meningkatkan ketahanan masyarakat. Sebaliknya, pers yang tidak profesional justru merusak demokrasi,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)