Salah satu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keselamatan dan keamanan penerbangan yaitu keberadaan satwa liar (burung dan hewan lainnya) di dalam dan di sekitar bandar udara. Pergerakan burung secara tunggal atau kelompok di ruang udara pada area bandara udara ataupun hewan ternak/liar lain yang masuk area bandar udara melewati batas perimeter sangat membahayakan pengoperasian pesawat udara.
Kondisi tersebut tentu berisiko terjadinya kecelakaan pesawat udara pada fase penerbangan lepas landas, initial climb, pendekatan dan pendaratan. Keberadaan hewan di area bandar udara ini juga meningkatkan potensi benturan pesawat dengan hewan ataupun hewan yang masuk ke dalam mesin pesawat udara.
Beberapa insiden pergerakan hewan liar yang berpotensi mengganggu keselamatan penerbangan di Indonesia antara lain insiden burung yang menabrak nose cone pesawat Boeing 737-800 milik Lion Air pada tanggal 10 Juni 2017 di Bandara Juanda Surabaya. Burung menabrak pesawat Wings Air IW 1120 yang akan lepas landas pada tanggal 4 Maret 2018 di Bandara Sam Ratulangi Manado, dan anjing liar melintas di runway Bandara Juanda Surabaya pada tanggal 15 April 2007 dan mengganggu aktivitas penerbangan pesawat Lion Air JT 641 rute Mataram – Surabaya.
Memperhatikan aspek penting tersebut, Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM bekerja sama dengan Pusat Penelitian Transportasi Udara, Balitbang Kementerian Perhubungan menyelenggarakan webinar bertema Harmonisasi Kebijakan Pengelolaan Ekosistem di Sekitar Bandar Udara untuk Penanggulangan Satwa Liar. Webinar digelar untuk menyosialisasikan hasil penelitian terkait pengelolaan ekosistem lingkungan di sekitar bandar udara dalam rangka memitigasi peningkatan/potensi gangguan satwa liar yang dikarenakan pengembangan tata guna lahan di sekitar bandar udara sehingga dimungkinkan menarik satwa liar menuju area bandar udara.
“Kita berharap kegiatan ini dapat memberikan rekomendasi strategi pengelolaan ekosistem lingkungan di sekitar bandar udara dalam rangka mitigasi bahaya gangguan satwa liar terhadap keselamatan penerbangan akibat tata guna lahan di sekitar kawasan bandar udara,” ujar Prof. Dr. Ir. Bambang Kironoto, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Aset sekaligus caretaker Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM, Selasa (23/11).
Bambang mengakui salah satu hal yang perlu menjadi perhatian untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan saat penerbangan adalah memastikan tidak ada satwa liar yang mengganggu penerbangan, khususnya saat lepas landas maupun mendarat. Keselamatan dan keamanan penerbangan di dalam bandar udara merupakan tanggung jawab Kementerian Perhubungan.
Prosedur penanggulangan hewan liar di dalam area bandar udara untuk menjaga Keselamatan dan Keamanan Penerbangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 83 Tahun 2017 tentang peraturan keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Civil Aviation Safety Regulation Part 139) tentang Bandar Udara (Aerodrome). Peraturan ini diperinci kembali dalam Keputusan Dirjen Perhubungan Udara Nomor KP 262 Tahun 2017 tentang Standar Teknis dan Operasi Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 Volume 1 Bandar Udara (Aerodrome).
Ekosistem hewan yang berpotensi membahayakan pengoperasian pesawat udara mayoritas berada di luar area bandara sehingga dalam penanggulangan hewan liar secara alami tentu memerlukan pengelolaan ekosistem dan tata guna lahan di sekitar bandar udara yang tepat. Menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang/lahan disusun dalam bentuk peraturan zonasi yang berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang dengan salah satu pertimbangannya yaitu ketentuan pemanfaatan ruang terkait dengan keselamatan penerbangan.
Peraturan zonasi ini ditetapkan oleh peraturan daerah Kabupaten/Kota yang merujuk pada Peraturan Pemerintah terkait arahan peraturan zonasi sistem nasional dan Peraturan Daerah Provinsi terkait arahan peraturan zonasi provinsi. Selain itu, terdapat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang bertanggung jawab atas kebijakan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya di Indonesia.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara, Capt. Novyanto Widadi, dalam sambutan pembukaan menyatakan keberadaan satwa liar di sekitar bandar udara merupakan hazard bagi penerbangan. Pergerakan burung secara tunggal atau kelompok di ruang udara di area bandara udara ataupun hewan ternak dan hewan liar yang masuk area bandar udara melewati batas perimeter sangat membahayakan pengoperasian pesawat udara.
Oleh karena itu, pengendalian ekosistem ini memerlukan kerja sama dan koordinasi antara Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah, Kementerian Lingkungan Hidup dan stakeholder lainnya untuk menyusun kebijakan dan strategi yang tepat dalam menjaga ekosistem sumber daya alam di sekitar bandar udara dengan tetap mengutamakan keselamatan penerbangan.
Dr. Ali Imron dalam pemaparan mengungkapkan kondisi ekosistem di dalam dan di luar bandara memiliki potensi sebagai habitat satwa-satwa yang berpotensi menyebabkan bird strikes. Karakteristik satwa dan perilakunya yang ada di dalam dan sekitar bandara memiliki peran dalam kemunculannya di dalam bandara.
Untuk itu, katanya, mitigasi Wildlife Hazard perlu dirancang untuk dilaksanakan dalam jangka dekat maupun jangka panjang, sehingga SDM baik di lingkungan bandara dan juga stakeholder perlu ditingkatkan kapasitasnya untuk mitigasi konflik. Begitu pula tata guna lahan dan tutupan lahan di sekitar bandara perlu dikelola bersama agar mengurangi rIsiko munculnya satwa di dalam bandara.
Doddy Aditya Iskandar, Ph.D, dosen Departemen Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik UGM, menjelaskan telah terjadi disharmonisasi antara kebijakan dan regulasi internal (Bandara) serta eksternal (pemerintah daerah) dalam penanggulangan bahaya satwa liar Bandara. Kebijakan penanggulangan bahaya satwa liar yang ada hanya bersifat mengatur tetapi belum mampu menggerakkan kerja sama penanggulangan.
“Dalam rencana tata ruang, belum dimasukkan aspek yang ada kaitannya dengan pengelolaan kegiatan bermukim yang memfasilitasi kehadiran satwa liar di sekitar dan/atau di dalam kawasan bandara,” ujar anggota Tim Kajian Harmonisasi Kebijakan Pengelolaan ekosistem di sekitar Bandar Udara Untuk Penanggulangan Satwa Liar.
Sementara itu, Mohammad Haryono sebagai salah satu pembahas yang merupakan perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyebutkan dalam mitigasi pembangunan bandar udara terhadap kehidupan satwa liar sekaligus meminimalkan risiko penerbangan dari gangguan satwa liar dapat dilakukan dengan clustering ruang berdasarkan sebaran habitat satwa liar. Pembahas lainnya, Widodo selaku Vice President Airport Planning and Development Angkasa Pura I menambahkan Angkasa Pura I telah menyusun perencanaan terhadap pengelolaan bahaya satwa liar baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk kegiatan jangka panjang yaitu dengan membuat habitat yang tidak nyaman/tidak menarik bagi satwa liat untuk beraktifitas di Bandar Udara dan melakukan rekayasa ruang terbuka hijau (RTH) sebagai habitat penarik satwa dari bandara.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Tribun Travel