Hari Guru Nasional 2021 diperingati pada Kamis, 25 November 2021. Hari Guru diperingati sebagai ucapan terima kasih kepada para guru atas jasa mereka dalam memajukan pendidikan dan masa pandemi Covid-19 membuat pola pendidikan berubah. Semula proses belajar mengajar dilakukan dengan tatap muka, tetapi kini proses belajar mengajar dilakukan secara jarak jauh dengan memanfaatkan jaringan internet, serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pengamat kebijakan pendidikan UGM, Agustinus Subarsono, M.Si., MA., Ph.D., mengatakan sebelum dan sesudah pandemi Covid-19 peran utama guru tetap sama yaitu mendidik karakter dan transfer ilmu pengetahuan pada anak didik. Mendidik karakter dengan harapan anak didik bisa menjadi jujur, percaya diri, memiliki komitmen dan lain-lain, sedangkan melakukan transfer ilmu pengetahuan agar anak didik memiliki tingkat kognitif yang lebih tinggi.
“Di dalam masa pandemi ini ada satu peran lagi yang dibebankan guru yaitu soal merubah pola perilaku siswa. Bagaimana perilaku siswa itu berubah dari sebelum masa covid dan sesudah masa covid, bagaimana siswa didorong untuk melakukan social distancing, bagaimana siswa diajar untuk sering mencuci tangan, bagaimana siswa diajar untuk tidak melakukan interaksi secara langsung dan berkelompok,” ujarnya di kampus UGM, Kamis (25/11).
Menurutnya, untuk transfer ilmu pengetahuan mungkin kendalanya tidak terlalu besar dan tidak serumit tugas guru dalam membentuk karakter. Karena untuk pendidikan karakter idealnya di bentuk melalui pertemuan tatap muka.
Meski begitu, katanya, dengan daring pembentukan karakter tetap bisa dilakukan. Dengan beberapa kelemahan, disebutnya, guru tetap bisa mengajarkan tepat waktu pada siswa, memberikan tugas-tugas dengan memberi sangsi bagi mereka yang tidak disiplin dan tidak mengumpulkan tugas dan lain-lain.
“Artinya dengan berbagai inovasi yang dilakukan guru tetap bisa dilakukan. Meski tidak seoptimal jika tatap muka,” ucap dosen Departeman Manajemen dan Kebijakan Publik, Fisipol UGM.
Melalui platform digital, seperti zoom dan lain-lain, kata Subarsono, guru tetap bisa mengajar dan memberi tugas secara kelompok. Bisa juga diajar kepada siswa-siswa berbagai bentuk permainan-permainan yang berisi soal kejujuran, integritas, kerja sama dan lain-lain.
Sehingga dari metode semacam itu bisa terlihat siswa yang aktif dan dominan menguasai permainan. Akan terlihat pula bagaimana mereka bekerja sama, mampu menerima ide orang lain dan seterusnya.
Inovasi juga bisa dilakukan guru dalam pembelajaran membentuk karakter dengan memutar short video. Short video yang menunjukkan karakter penting dari seorang tokoh yang ditayangkan dalam video tersebut, misalnya short video tentang nilai Kepahlawanan Sudirman atau Hamengku Buwono IX dan lain-lain.
“Setelah melihat tayangan masing-masing siswa diajak untuk berpendapat bagaimana persepsi mereka terhadap video tadi. Sehingga tidak hanya menggunakan cara konvensional, mengajar satu arah (one way communication). Bisa pula dalam hal ini soal kelestarian lingkungan, ditayangkan dalam kelas online kemudian didiskusikan bagaimana kemudian siswa ikut tergerak turut dalam pelestarian lingkungan sekitarnya, semisal tidak buang sampah sembarangan, menanam pohon dan lain-lain,” paparnya.
Agar pencapaian pendidikan karakter optimal, kata Subarsono, semestinya dalam pembentukannya tidak hanya dibebankan pada guru dan sekolah semata tetapi harus melibatkan anak dan orang tua. Karena keberadaan anak saat ini lebih lama bersama orang tua.
Dengan begitu orang tua memiliki tanggung jawab lebih besar terhadap pembentukan karakter sejak anak usia dini. Bersama orang tua bisa diajarkan kejujuran, kedisiplinan, empati, toleransi dan kerja sama diantara anggota keluarga.
“Semua bisa dibangunan dalam sebuah keluarga, misalkan memberikan tugas anak untuk menghidupkan lampu tiap sore, anak yang lain diberi tugas menyapu halaman, menyapu dalam rumah dan sebagainya. Ini upaya bagaimana menyiapkan anak memiliki tanggung jawab dalam rumah dan orang tua bisa melakukan itu,” terangnya.
Cara-cara semacam itu, menurut Subarsono, adalah langkah nyata melibatkan orang tua dalam pendidikan. Sebab, di saat sekolah tatap muka sebelum pandemi bagi guru cukup memberikan pekerjaan rumah, dan pekerjaan-pekerjaan rumah yang dibebankan pada siswa harus mendapat tanda tangan dari orang tua.
“Saat sekarang pendidikan lebih banyak dengan daring karena masing-masing orang tua memiliki waktu yang terbatas, kontrol terhadap pekerjaan anak (siswa) menjadi sulit saat ini,” katanya.
Untuk itu, ia berharap setiap tri wulan atau semester diadakan pertemuan orang tua dengan guru. Dari pertemuan melalui platform zoom meeting diharapkan bisa terbangun komunikasi dua arah antara orang tua dan guru.
Dalam komunikasi tersebut tentunya akan muncul keluhan-keluhan orang tua ketika mendampingi anak dan bagaimana juga keluhan guru ketika mentrasfer ilmu pengetahuan atau pembentukan karakter sehingga nantinya bisa ketemu formula yang tepat bagi orang tua bisa membantu tugas-tugas guru.
“Tanpa komunikasi dua arah, semuanya akan menjadi kira-kira atau meraba-raba, dan di Hari Guru saat ini saya percaya guru memiliki beban tugas yang tidak sedikit di dalam membentuk masa depan anak didik, dan dengan keterbatasan yang ada hendaknya guru tetap bersemangat meskipun banyak kendala yang harus dihadapi,” tandasnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : detikhealth-detik.com