Sebanyak 60 mahasiswa Ilmu Komunikasi dari 15 kampus di Indonesia mengikuti pelatihan jurnalisme inklusif yang berfokus pada isu perempuan, anak, dan difabel. Pelatihan untuk para calon jurnalis profesional diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Komunikasi, Fisipol UGM bersama UNESCO Kantor Jakarta pada bulan Oktober-November 2021.
Novi Kurnia selaku koordinator program “Memajukan Pendidikan Jurnalisme Inklusif di Indonesia: Pelajaran dari Pandemi Covid-19” mengatakan perempuan, anak, dan difabel termasuk dalam kelompok yang sangat terdampak pandemi Covid-19. Sayangnya sebagai yang terdampak pandemi Covid-19 mereka belum mendapat liputan media yang memadai.
“Karenanya kita adakan pelatihan untuk ini dan dalam pelatihan ini, mahasiswa belajar dari kondisi yang ada dan membuat liputan sendiri yang bersifat inklusif,” katanya.
Sebelum digelar pelatihan ini dilakukan program penulisan modul berjudul “Jurnalisme Inklusif: Liputan tentang Perempuan, Anak, dan Difabel selama Pandemi”. Penyusunan modul inipun diawali serangkaian diskusi dengan para akademisi, jurnalis, dan ahli dalam isu perempuan, anak, dan disabilitas.
Selain dipergunakan untuk panduan selama pelatihan, kata Novi, modul juga diperuntukan untuk para dosen jurnalisme dan komunikasi, agar mereka bisa menyisipkan materi inklusi ini ke dalam kurikulum yang ada di kampus mereka.
“Kami sudah mengirimkan modul kepada 15 dosen dari 15 perguruan tinggi yang bermitra dalam pelatihan ini, mulai dari kampus di Banda Aceh, Denpasar, Banjarmasin, Manado, hingga Kupang. Sementara bagi para dosen di kampus lain, dipersilakan untuk mengunduhnya di laman liputaninklusif.net,” ucap Novi, yang juga menjadi mentor dalam pelatihan.
Dr. Rahayu, S.I.P., M.Si., M.A, dosen Departemen Ilmu Komunikasi, Fisipol UGM, menyatakan modul ini memuat aspek pengetahuan dan menjadi panduan praktis bagi para mahasiswa untuk membuat liputan multimedia yang inklusif. Modul ini menampilkan contoh-contoh liputan di Indonesia yang tidak disarankan dan disarankan berdasarkan acuan jurnalisme inklusif.
“Dengan demikian, para pendidik maupun mahasiswa bisa sangat terbantu, sehingga para calon jurnalis masa depan lebih siap untuk membuat liputan berkualitas,” ungkapnya.
Anggota tim lain dari Departemen Ilmu Komunikasi yang terlibat dalam penulisan modul hingga pelatihan ini adalah Engelbertus Wendratama, Zainuddin Muda Z. Monggilo, dan Wisnu Prasetya Utomo. Sementara itu, secara khusus dibuat laman www.liputaninklusif.net.
Laman ini untuk menampilkan karya para mahasiswa selama pelatihan. Harapannya, laman ini bisa dimanfaatkan oleh siapa pun yang ingin menerbitkan liputan berkualitas yang memosisikan perempuan, anak, dan difabel di Indonesia sebagai “subjek”, bukan “objek” semata.
Dalam pelatihan yang diselenggarakan secara daring, ini salah satu peserta Nimas Safira Widhiasti dari Universitas Airlangga memberikan kesan-kesannya. Melalui liputan “Ukir Prestasi di Masa Pandemi, Begini Cerita Anak PERPANI Madiun”, ia mengatakan dirinya ingin menjadikan anak sebagai subjek cerita serta membangkitkan semangat anak agar berprestasi.
Dalam acara penutupan pelatihan dan seremoni kelulusan, Whafir Pramesty dinobatkan sebagai salah satu pemenang liputan terbaik. Ia pun memberikan apresiasi kepada UNESCO dan Departemen Ilmu Komunikasi UGM yang telah menggelar kegiatan pelatihan ini.
Pada kesempatan ini, Lintang Ratri, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro bersama empat mahasiswanya yang mengikuti pelatihan juga memberikan kesan-kesannya. Menurutnya, para mahasiswa yang mengikuti pelatihan juranisme inklusif merasa senang.
“Bahkan mereka mengirim pesan WhatsApp ke saya dan mengatakan bisa belajar banyak dari pelatihan ini dan para mentornya sangat baik dan sabar. Mereka menginginkan pelatihan lagi agar bisa lebih intensif,” kata Lintang.
Dalam penutupan kegiatan diberikan apresiasi kepada empat mahasiswa yang liputannya terpilih sebagai liputan terbaik. Kepada masing-masing yang terpilih diberikan dana bantuan liputan sebesar 1 juta rupiah.
Penulis : Agung Nugroho