Bencana erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (4/12) lalu menimbulkan rasa kehilangan yang mendalam bagi ribuan warga yang terdampak dan kini tinggal di lokasi pengungsian. Tidak hanya kehilangan harta benda dan rumah yang tertimbun oleh lahar, namun juga kehilangan anggota keluarga yang meninggal. Rasa kehilangan dari dampak bencana tersebut akan menimbulkan trauma psikologis yang terjadi dalam waktu yang lama. Olah karena itu, diperlukan pendampingan psikologi bagi warga terdampak, disamping kepastian ketersediaan bantuan kebutuhan pokok dan lokasi pengungsian yang memadai bagi mereka untuk bisa berkumpul, saling berbagi dan saling mendukung.
“Selain sandang dan pangan, kebutuhan sekarang ini lebih difokuskan pada mereka yang keluarganya masih terpencar untuk memastikan informasi keselamatannya dan posisi keberadaan anggota keluarga, saya kira itu kebutuhan jangka pendek yang harus direspons,”kata Dekan Psikologi UGM, Dr. Rahmat Hidayat, Selasa (7/12).
Bagi korban yang kehilangan tempat tinggal atau rumahnya yang masih tertimbun maka lokasi menjadi tempat pengungsian diharapkan bisa memadai bagi mereka untuk bisa istirahat dan berkumpul. “Tempat pengungsian sebaiknya yang memadai untuk istirahat, tempat berkumpul keluarga bisa berbagi kesedihan dan saling mendukung. Sehingga memberikan waktu untuk mereka mengkonsolidasi diri,”paparnya.
Menurut Rahmat, warga yang tinggal di sekitar Gunung Semeru dan sudah kehilangan harta, kerabat dan anggota keluarga dalam masa darurat sekarang ini menghadapi situasi yang berat karena harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang berbeda dengan situasi normal sebelumnya. Meski demikian, trauma psikologi yang dialami warga akan berdampak dalam jangka panjang karena bencana erupsi merupakan tipe bencana dengan kejadian tiba-tiba yang menimbulkan dampak yang juga mendadak. “Rasa kehilangan ini akan menimbulkan tingkat stres sendiri dan menimbulkan beban psikologis. Seperti pengalaman korban saat menyelamatkan diri dari awan panas, mendengar suara atau terpapar awan panas akan menimbulkan dampak psikologis tersendiri,”katanya.
Bagi orang dewasa, kemampuan penyesuaian diri dan mampu menerima rasa kehilangan meski butuh waktu yang lama adalah sebuah kondisi reaksi yang wajar. Namun, yang perlu dilakukan adalah memberikan tempat yang memadai bagi mereka agar berkonsolidasi satu sama lain. “Kita harus memberikan dukungan dan kehadiran dalam banyak hal terutama soal kebutuhan pokok yang tidak bisa ditunda, kebutuhan pangan, papan dan kebutuhan kecil yang tidak terpikirkan oleh kita,” jelasnya.
Sedangkan untuk anak-anak, menurut Rahmat, sebaiknya diberikan tempat bagi mereka agar bisa beraktifitas dan bermain. Sebab, anak-anak belum sepenuhnya memahami terhadap kondisi yang dihadapi, namun harus menjalani kehidupan yang berubah dalam waktu cepat. ”Posisi kita adalah mendukung dan memberikan dukungan dengan kebutuhan pokok jangka pendek yang diberikan,”pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Reuters