Pendidikan untuk siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa selama ini belum berjalan secara optimal. Masih banyak dijumpai siswa dengan bakat akademis yang mengalami gejala “prestasi kurang”/underachiever. Hal ini akan menghambat pemberdayaan potensi sumber daya manusia apabila terus berlangsung.
Drs. I Wayan Dharmayana, M.Si., staf pengajar Psikologi Pendidikan FKIP Bengkulu, menyebutkan fenomena tersebut juga ditemukan di beberapa SMA negeri di Kota Yogyakarta. Dalam tiga tahun terakhir, terdapat fakta bahwa pencapaian prestasi akademik di kalangan siswa unggul dengan nilai UAN SMP lebih dari sembilan berada di bawah potensi akademik yang dimilikinya.
Disebutkan Dharmayana, pencapaian prestasi akademik siswa unggul sebenarnya tidak semata-mata karena kemampuan intelektual umum, tetapi lebih dipengaruhi oleh kompetensi emosi dan keterikatan siswa pada sekolah. “Keterikatan tersebut merupakan anteseden yang berpengaruh langsung terhadap prestasi akademik siswa unggul,” jelasnya di Auditorium Fakultas Psikologi UGM, Selasa (30/3).
Faktor intelegensi sebagai kemampuan umum, lanjutnya, akan optimal dalam aktualisasinya jika diperkuat dengan kompetensi emosi dan keterikatan siswa pada sekolah. Keterikatan siswa terhadap sekolah yang meningkat merupakan indikator kualitas pembelajaran di sekolah dan sebagai hasil kemajuan aktivitas sekolah.
Lebih lanjut diuraikan Dharmayana di hadapan dewan penguji saat mempertahankan disertasi “Peran Kompetensi Emosi dan Keterikatan pada Sekolah terhadap Prestasi Akademik Siswa Unggul di SMA Negeri Yogyakarta”, optimalisasi kompetensi emosi dan keterikatan siswa pada sekolah mampu mengoptimalkan pencapaian hasil belajar siswa.
Evaluasi terhadap proses belajar dapat dilakukan dengan memperhatikan perkembangan setiap aktivitas akademik siswa melalui kumpulan aktivitas belajar siswa, baik berupa respon terhadap tugas individual maupun kelompok, ulangan harian, pendalaman materi, pekerjaan rumah yang menunjukkan partisipasi dan keterikatan emosi kognitif serta perilaku dalam bentuk portofolio sangat bermanfaat untuk memelihara keterikatan siswa pada sekolah.
Ditambahkan oleh suami Dra. Ni Ketut Suarini ini, untuk pengembangan program pembelajaran seyogianya tidak hanya terfokus pada prestasi akademik sebagai hasil akhir, tetapi juga harus lebih memperhatikan proses-proses yang mendahuluinya, yakni pengembangan kompetensi emosi siswa. Selain itu, agar membuat siswa lebih terikat untuk belajar di sekolah, sangat penting dirancang program-program pendidikan dan pembelajaran yang dapat melatih mereka dalam mengembangkan kompetensi pribadi dan sosial yang dikaitkan dengan peran belajarnya di sekolah. (Humas UGM/Ika)