Center for Digital Society (CfDS) FISIPOL UGM bekerja sama dalam proyek global Fairwork Foundation menilai berbagai platform gig economy di Indonesia. Penilaian ini dilakukan guna melihat situasi dan kondisi para pekerja yang bekerja di platform gig economy. Platform-platform yang dinilai di Indonesia antara lain adalah Gojek, Grab, Maxim, Anteraja, Ninja Express, dan Paxel. Penilaian berbasis penelitian yang dilakukan CFDS UGM ini diketahui turut bekerja sama dengan University of Manchester dan Oxford University. Hasil penilaian kemudian menunjukkan skor tertinggi yang bisa didapatkan platform gig di Indonesia hanya 5/10. Hasil penilaian tersebut disampaikan Ketua Peneliti Fairwork Indonesia yang juga diketahui sebagai Research Manager CFDS UGM, Treviliana Eka Putri, pada Senin, (13/12).
Terdapat enam kriteria yang digunakan dalam menilai platform gig economy diatas. Enam kriteria tersebut merupakan enam kriteria yang dikeluarkan sendiri oleh Fairwork Foundation.
Pertama adalah Fair Pay / Upah Layak. Fair Pay dimaksudkan kepada kondisi dimana para pekerja mendapatkan upah yang sesuai dengan wilayah hukum tempat kerjanya setelah upah yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperhitungkan. Contohnya untuk sektor transportasi, para pekerja diharapkan juga mendapatkan upah untuk menutupi beban biaya bensin, biaya service kendaraan dan lain sebagainya.
Kedua adalah Fair Conditions atau Kondisi (kerja) yang Layak, dimana platform harus menerapkan kebijakan-kebijakan yang melindungi pekerjanya dari risiko-risiko dasar selama proses bekerja, dan platform harus mengambil langkah proaktif untuk melindungi pekerjanya itu. Contoh risiko-risiko tersebut, seperti kecelakaan, pelecehan seksual, dan lain sebagainya.
Ketiga adalah Fair Contracts atau Kontrak yang Layak. Fair Contracts dimaksudkan kepada adanya ketentuan yang jelas dan transparan bagi pekerja, serta mudah diakses oleh pekerja itu sendiri.
“Jadi, kontrak kerja tidak hanya disimpan oleh platform saja, tetapi juga dimiliki dan dapat diakses oleh pekerja at any time (setiap saat),” tutur Treviliana.
Keempat adalah Fair Management / Manajemen (kerja) yang Layak. Sebuah platform juga diharapkan mempunyai proses yang terdokumentasi terhadap tindakan atau kebijakan-kebijakan mereka kepada para pekerja. Sehingga di kemudian hari para pekerja dapat mengajukan banding apabila terdapat keputusan yang merugikan mereka. Platform pun juga harus menyediakan akses atau channel yang bisa diakses para pekerja untuk mengajukan banding di luar aplikasi.
“Jadi misalnya, sebagai contoh apabila pekerja mengalami deaktivasi dari platform, channel yang digunakan untuk menghubungi platform itu juga tersedia di luar aplikasi. Sehingga, para pekerja yang sudah tidak memiliki akses ke aplikasi tetap bisa mengajukan banding dengan cara lain,” tambah Treviliana
Terakhir atau yang kelima adalah Fair Representation atau representasi yang adil dan layak. Platform juga harus mempunyai bukti bahwa mereka mendengarkan suara para pekerja mereka secara formal dan legal.
Penelitian untuk menilai kondisi para pekerja yang bekerja di platform gig economy Indonesia ini dilakukan selama kurang lebih setahun di 2021. Data didapatkan secara bertahap melalui desk research atau mengakses dokumen-dokumen yang dapat diakses secara publik, kemudian meng-interview para pekerja yang tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Surabaya, serta Makassar, dan terakhir meng-interview platform itu sendiri. Rating atau scoring terhadap berbagai platform di Indonesia didasarkan pada kombinasi data yang didapatkan dari tiga tahapan di atas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa GoCar dan GoRide masing-masing diberi skor 5/10. GrabBike dan GrabCar masing-masing diberi skor 5/10. Paxel diberi skor 3/10. Maxim Ojek dan Maxim Taxi masing-masing diberi skor 1/10. Serta terakhir, Anteraja dan Ninja Xpress diberi skor 0/10. Anteraja dan Ninja Xpress diketahui diberi skor 0 karena tidak adanya data yang dapat ditunjukkan/ diberikan oleh platform itu sendiri.
Penulis: Aji