Alumni Teknik Geologi UGM Angkatan 1983 (Geo83) meluncurkan buku berjudul Green Energy: Sebuah Keniscayaan, yang berisi pemikiran, solusi, dan rekomendasi dari para ahli geologi Geo83. Buku ini diluncurkan bersamaan dengan acara reuni yang digelar Sabtu (18/12) di Hotel University Club UGM.
‘’Green energy merupakan tuntutan zaman. Saat ini green energy menjadi sebuah keniscayaan bagi peradaban manusia,’’ kata Ketua Geo83, Anif Punto Utomo.
Penulis buku ini memilii berbagai latar belakang profesi, mulai dari praktisi bidang pengelolaan sumber daya kebumian, geologi teknik, dan hidrogeologi, wartawan, hingga bankir. Meski demikian, semua tulisan mengarah kepada upaya memaksimalkan pemanfaatan energi hijau.
Anif menuturkan, kegalauan tentang penggunaan energi fosil atau brown energy telah menjadi fenomena global dan menjadi kesadaran kolektif dari para pemimpin dunia. Indonesia sendiri memiliki sumber energi hijau atau energi baru terbarukan (EBT) yang melimpah, namun belum termanfaatkan secara optimal.
“Sebagaimana negara lain, Indonesia masih mengandalkan energi fosil batubara dan migas untuk membangkitkan energi,” ucapnya.
Saat ini Indonesia memiliki potensi EBT sejumlah 417,8 GW, sementara yang dimanfaatkan baru 2,5 % atau 10,4 GW. Rinciannya panas bumi memiliki potensi 29,3 GW (dimanfaatkan 8,9 %), bioenergi potensi 32,6 GW (dimanfaatkan 5,8 %), bayu potensi 60,6 GW (dimanfaatkan 0,3 %), hidro 75 GW (dimanfaatkan 8,2 %), serta energi surya potensi 207 GW (dimanfaatkan 0,07 %).
Selain itu, ada sumber energi arus laut dengan potensi 17,9 GW yang belum dimanfaatkan sama sekali. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki bahan baku untuk energi hijau, yakni mineral yang mendukung untuk pembuatan baterai (terutama) untuk mobil listrik.
Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di Indonesia sehingga Indonesia dapat memerankan peranan sentral dalam transformasi bahan bakar fosil menuju bahan bakar listrik.
‘’Indonesia memiliki 25% dari cadangan nikel di seluruh dunia, sehingga Indonesia akan memerankan peran yang sangat strategis dan dominan dalam usaha dunia mewujudkan green energy,’’ terang Adi Maryono, Direktur J Resource Asia Pacific.
Ia menambahkan, Indonesia juga memiliki cadangan logam tanah jarang atau rare earth element (REE) untuk pembuatan baterei.
‘’Cadangan ada di Sumatera, Bangka Belitung, Kalimantan, dan Sulawesi. Sayang pengembangan REE masih terkendala pada ketersediaan regulasi yang tidak jelas dan belum memberikan stimulus pada pelaku usaha,’’ kata Ketua IAGI periode 2014-2020 itu.
Penulis: Gloria