• Berita
  • Arsip Berita
  • Simaster
  • Webmail
  • Direktori
  • Kabar UGM
  • Suara Bulaksumur
  •  Indonesia
    • English
Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
  • Pendidikan
    • Promosi Doktor
    • Pengukuhan Guru Besar
    • Wisuda
  • Prestasi
  • Penelitian dan Inovasi
    • Penelitian
    • PKM
    • Inovasi Teknologi
  • Seputar Kampus
    • Dies Natalis
    • Kerjasama
    • Kegiatan
    • Pengabdian
    • Kabar Fakultas
    • Kuliah Kerja Nyata
  • Liputan
  • Cek Fakta
  • Beranda
  • Liputan/Berita
  • Pakar UGM: Sesaji Bagian Tradisi Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Pakar UGM: Sesaji Bagian Tradisi Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

  • 16 Januari 2022, 22:29 WIB
  • Oleh: Gusti
  • 5780
Pakar UGM: Sesaji Bagian Tradisi Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia

Belakangan ini dunia maya digemparkan oleh sebuah video viral seorang relawan di Lumajang yang menendang sesaji ke dalam jurang. Sambil membuang sesaji tersebut ia menyampaikan  pandangan pribadinya bahwa sesaji tersebut menimbulkan murka Tuhan sehingga menyebabkan bencana erupsi Gunung Semeru. Perilaku pemuda tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat bahkan ia dianggap tidak menghormati keragaman tradisi di masyarakat. Alhasil pria asal Lombok ini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya setelah ditangkap di Banguntapan Bantul Yogyakarta.

Menanggapi soal sesaji ini, Dosen Filsafat UGM yang menggeluti budaya kearifan lokal, Dr. Sartini, mengatakan bahwa di masyarakat kita tradisi sesajen sering diartikan sebagai bentuk persembahan baik kepada Tuhan, dewa, roh leluhur, atau nenek moyang, dan makhluk yang tidak kelihatan. Menurutnya, tradisi ini sudah ada sejak sebelum Islam masuk, bahkan sebelum adanya agama Hindu dan Budha. “Sesaji biasanya dikaitkan dengan ritual yang diadakan untuk tujuan tertentu. Oleh karenanya, benda-benda yang disiapkan untuk tiap sesaji dapat berbeda-beda. Masing-masing unsur dalam sesaji mempunyai filosofinya sendiri,”kata Sartini, Sabtu (15/1).

Di Jawa, kata Sartini, sesaji sering disebut uborampe atau kelengkapan. Sementara di Lumajang, bila itu sebagai tradisi masyarakat setempat, mungkin saja orang yang melakukan sesaji menganggap Semeru sebagai “makhluk” yang memiliki kekuatan dan berharap agar Semeru tidak “murka” lagi. “Dalam konteks sekarang, tentu di sana termuat permohonan  kepada  Tuhan agar mereka diberi keselamatan. Perlu penelitian khusus untuk mengkaji fenomena ini,”ujarnya.

Menurut pemahaman Sartini, di tanah air kepercayaan tentang animisme dan dinamisme merupakan paham yang meyakini adanya roh yang hidup bersama manusia di alam semesta ini. Roh itu berupa roh orang yang sudah meninggal dunia, nenek moyang, atau leluhur. Bagian-bagian dari alam, benda, tumbuhan, atau hewan juga sering dianggap mempunyai roh dan mempunyai kekuatan besar, maka gunung atau laut dianggap harus dihormati keberadaannya. “Sebagian kepercayaan ini mungkin masih ada di bumi Nusantara. Kepercayaan ini mungkin sulit dibedakan dengan pemahaman bahwa ada makhluk tidak kelihatan yang juga hidup bersama manusia, tempatnya bisa di mana saja, gunung, laut, dan lainnya.  Makhluk ini juga dianggap memiliki kekuatan dan kekuasaan atas tempat tertentu sehingga juga harus diberikan penghargaan atas keberadaannya. Tradisi membuat sesaji dapat menjadi bagian bentuk masih adanya kepercayaan tersebut. Manusia merasa harus berdamai, hidup bersama makhluk yang tidak kelihatan tersebut. Melakukan sesaji adalah salah satu caranya,”ujarnya.

Namun demikian, menurutnya di lingkungan Islam, fenomena sesaji memunculkan banyak tafsir. Pandangan intinya adalah bahwa sesaji yang dipersembahkan untuk memohon sesuatu kepada selain Allah hukumnya haram atau dilarang. Sekalipun demikian, masih ada pandangan yang agak memberi peluang hal dibolehkannya sesaji. Orang yang membolehkan mungkin berpandangan melakukannya sebagai sekedar tradisi dan niat permohonannya tetap kepada Allah, maka hal itu tidak menjadi masalah. Alasannya, karena niat permohonannya ditujukan kepada Allah. “Masalahnya adalah, tidak bisa orang  memahami niat orang lain dengan hanya melihat apa yang dilakukan. Inilah yang sering menimbulkan banyak persoalan sosial,” katanya.

Mengatasi hal ini, ia menilai keyakinan dan pemahaman sebagian masyarakat kita soal sesaji merupakan akumulasi pengalaman sepanjang hidup. Dalam kelompok yang mungkin mengakomodasikan agama dan tradisi, hibridisasinya mungkin dapat dilakukan dengan menyosialisasikan makna simbolnya sehingga orang tidak memahaminya sebagai mitos dan kepercayaan semata yang bila sesuatu tidak dilakukan maka akan menyebabkan hal-hal tertentu. “Rasionalisasi simbol-simbol ritual diperlukan untuk menghadapi masyarakat yang semakin modern, rasional dan bahkan materialistik,”ujarnya.

Selain itu, kelompok beragama perlu sering berdialog dan sering bertemu sehingga satu dengan yang lain lebih merasa sebagai teman. “Sering berkumpul dan berkunjung akan dapat menimbulkan empati karena ikut merasakan kehidupannya sehingga tidak akan mudah memaksa-maksa orang lain untuk sama dengan dirinya,”pungkasnya.

Penulis : Gusti Grehenson 

Berita Terkait

  • Antropolog UGM: Masyarakat Lokal Belum Arif dengan Alam

    Tuesday,30 October 2012 - 18:38
  • Meneliti Sesaji Ritual Pawiwahan di Kabupaten Karangasem Bali

    Friday,23 March 2007 - 14:31
  • Mengungkap Kearifan Lokal Komunitas dalam Penanganan Bencana Gempa Bantul

    Monday,27 January 2020 - 8:42
  • Penyelenggaraan Pariwisata Harus Perhatikan Kearifan Lokal

    Wednesday,10 February 2021 - 18:07
  • Kearifan Lokal Masyarakat Kampung Adat Cikondang dalam Melestarikan Alam

    Saturday,18 June 2016 - 9:08

Rilis Berita

  • Fakultas Geografi UGM Dampingi Penyusunan Rencana Strategis Kabupaten Sukamara Kalteng 02 February 2023
    Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) menye
    Humas UGM
  • Pakar UGM: Lansia dan Warga Miskin DIY Perlu Mendapat Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial 02 February 2023
    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, berencana memberikan ban
    Gusti
  • Kembali ke Kampus, UGM Harap Geliat Wisata Religi Tanara Serang Terus Menguat 02 February 2023
    Tim mahasiswa Kuliah Kerja Nyata-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Unit Serang, Bant
    Ika
  • 2023 Asian Conference on Fish Models for Disease Berakhir, Herman Spaink Ungkap Harapannya agar Penelitian Tetap Berkelanjutan 02 February 2023
    Perkembangan bidang studi biologi menjadi kontributor besar bagi dunia kesehatan, khususnya dalam
    Satria
  • SDG's Series #85: Strategi Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan Melalui Perencanaan Pembangunan Daerah 02 February 2023
    Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi, UGM telah menyelenggarakan Sustainable Develo
    Satria

Agenda

  • 07Feb Dies Natalis Fakultas Hukum UGM...
  • 02Jul Dies Natalis MM UGM...
Universitas Gadjah Mada
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Bulaksumur Yogyakarta 55281
   info@ugm.ac.id
   +62 (274) 6492599
   +62 (274) 565223
   +62 811 2869 988

Kerja Sama

  • Kerja Sama Dalam Negeri
  • Alumni
  • Urusan Internasional

TENTANG UGM

  • Sambutan Rektor
  • Sejarah
  • Visi dan Misi
  • Pimpinan Universitas
  • Manajemen

MENGUNJUNGI UGM

  • Peta Kampus
  • Agenda

PENDAFTARAN

  • Sarjana
  • Pascasarjana
  • Diploma
  • Profesi
  • Internasional

© 2023 Universitas Gadjah Mada

Aturan PenggunaanKontakPanduan Identitas Visual