dr. Prahara Yuri, Sp.U(K) berhasil meraih gelar doktor dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada. Dokter ahli bidang urologi ini dinyatakan lulus doktor Program S3 FKKMK UGM setelah mempertahankan disertasi berjudul Ekpresi Kolagen Tipe 1, Elastin, Fiblirin-1 dan Fibronektin Untuk Menilai Abnormalitas Tunika Dartos Pada Pasien Hisposdia Dengan Chordee.
Ia menyampaikan hipospadia sebagai penyakit bawaaan genitalia eksterna yang sering terjadi bersamaan dengan chordee. Reseksi tunika dartos membuat penis lurus pada kasus hipospadia sehingga menunjukkan bahwa tunika dartos terlibat dalam patofisiologi chordee.
“Karenanya tujuan penelitian dalam disertasi ini untuk menilai ekspresi mRNA dan protein COL1A1, ELN, FN dan FBN-1 pada tunika dartos pasien hipospadia dengan chordee dan kontrol berdasarkan tipe hipospadia dan derajat chordee,” ujar dosen FKKMK UGM, Selasa (18/1).
Yuri menjelaskan hispospadia merupakan penyakit bawaan genitalia eksterna terbanyak kedua setelah kriptorkismus dengan angka kejadian 1 dari 200-300 kelahiran anak laki-laki. Hal ini terjadi akibat penghambatan perkembangan uretra normal hingga meatus uretra pada bagian ventral dari penis selama trimester pertama.
Penutupan uretra normal terjadi pada usia kehamilan 8 – 14 minggu saat terjadi fusi bagian ventral penis dari proksimal ke distal. Hipospadia sering terjadi bersamaan dengan chordee. Sedangkan kelainan proporsi dari tunika dartos, uretra, tunika albuginea dan dapat mengakibatkan terjadinya chordee dengan derajat keparahan yang berbeda-beda. Chordee tersebut terjadi akibat adanya fibrosis pada tunika dartos dan korpus cavernosum.
Chordee terjadi karena adanya fibrosis dari tunika dartos sehingga terganggunya elastisitas dan penis menjadi bengkok. Kelainan tersebut berimplikasi munculnya perdebatan terkait eksisi jaringan tidak elastis pada fascia dartos sebagai terapi hipospadia. Tunika dartos ini juga memiliki berbagai tingkat perkembangan serat fibrous yang berkontribusi pada lurus atau adanya chordeee pada penis.
Yuri menyebut penelitian yang ia lakukan merupakan penelitian analitik cross sectional dengan mengambil 40 sampel pasien hipospadia dan 40 sampel pasien dengan penis normal sebagai kontrol. Tunika dartos diambil saat dilakukan tindakan uretroplasti dan sirkumsisi.
Dilakukan pula pemeriksaan ekspresi COL1A1, ELN, FN dan FBN-1 dari tunika dartos dengan qPCR, WB dan IHK. Analisis dilakukan dengan independent t test, Anova dan uji korelasi pearson dengan kemaknaan bila p < 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan rerata usia pasien hipospadia adalah 7,03 ± 4.24 tahun dan kontrol 5,36 ± 3,35 tahun. Dari 18 hipospadia distal dan 22 hipospadia proksimal, sebanyak 10 (12,5 persen) pasien memiliki chordee ringan, 8 (10 persen) chordee sedang dan 10 (27,5 persen) chordee berat. Berdasarkan tipe hipospadia dan derajat chordee pada pemeriksaan qPCR, didapatkan ekspresi COL1A1, ELN, FN dan FBN-1 lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dengan p <0,001.
Sementara pada pemeriksaan IHK, berdasarkan tipe hipospadia, ekpresi COL1A1, ELN, FN dan FBN-1 pada pasien hipospadia distal dan hipospadia proksimal lebih rendah dibandingkan kontrol dan memiliki perbedaan yang signifikan secara statistik (p<0,05). Berdasarkan derajat chordee, perbedaan yang bermakna didapatkan pada COLIA1 (p=0,001), FN (p=0,008) dan FBN-1 (p=0,005), sedangkan ELN menunjukkan hasil yang tidak berbeda makna (p=0,092).
Pada pemeriksaan western blot didapatkan ekspresi elastin dan fibronektin pada hipospadia lebih rendah dibandingkan kontrol, namun tidak berbeda bermakna secara statistik dengan p >0,05. Pada analisis korelasi pearson, secara umum tidak menunjukkan hubungan yang bermakna P<0,05 antar setiap kelompok.
“Sehingga dapat disimpulkan ekspresi COL1A1, ELN, FN dan FBN-1 pada tunika dartos berdasarkan tipe hipospadia dan derajat chordee lebih rendah dari kontrol baik pada pemeriksaan qPCR dan IHK,” paparnya.
Penulis : Agung Nugroho