Setiap memulai tahun baru, kita biasanya membuat resolusi sebagai sebuah awal baru agar bisa menjadi individu yang lebih baik. Lantas bagaimana memformulasikan resolusi secara bijak untuk meningkatkan peluang kesuksesan mencapai resolusi tahun baru tersebut?
Psikolog dari UGM, Tri Hayuning Tyas, S.Psi., M.A., Psikolog, mengatakan perhatian mengenai penetapan tujuan awal tahun atau resolusi awal tahun cukup besar, mengingat pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan untuk terus berkembang lebih baik dan mengaktualisasikan diri. Namun, tidak setiap orang selalu bisa berhasil mencapai atau bahkan melakukan apa yang telah ditetapkan saat kita menyatakan resolusi tahun baru. Bahkan, ketika kita telah membulatkan tekad dan bersandar pada kekuatan ‘will power’. Seringkali kekuatan atau daya dorong untuk bergerak dan melakukan sesuatu sesuai rencana, secara pelan, menurun, melemah dan akhirnya terlalu minimal untuk bisa menggerakkan lagi. Ketika kondisi ini terjadi, apa yang dilakukan terhenti dan sangat mungkin tergantikan hal lain yang lebih memerlukan perhatian.
Berdasarkan studi Oscarsan dkk (2020), sekitar 55% partisipan yang dengan sengaja membuat resolusi tahun baru berhasil menyelesaikan atau mencapai apa yang menjadi resolusinya, sementara 45% lainnya tidak berhasil. Resolusi yang ditetapkan dalam studi ini antara lain terkait dengan kesehatan atau stamina fisik (33%), turun berat badan (20%), terkait makan (13%), pengembangan diri (9%), kesehatan mental dan tidur (5%), terkait pekerjaan dan belajar (4%),perilaku merokok (3%) dan sisanya terkait situasi keuangan, hobi, percintaan dan perbaikan tempat tinggal. Studi ini juga mengungkap bahwa mereka yang memiliki gaya penyelesaian masalah dengan cara menghadapi persoalan cenderung lebih berhasil daripada mereka yang menghindar dari persoalan.
Hasil penelitian lain oleh Norcross dkk, (2002) menunjukkan bahwa prediktor keberhasilan pencapaian resolusi awal tahun adalah keyakinan atas kemampuan mencapai keberhasilan/efikasi diri, keterampilan untuk melakukan perubahan, dan kesiapan untuk berubah. Selain itu, keberhasilan tercapainya resousi ini melibatkan proses kognitif-behavioral, tidak banyak menyalahkan diri sendiri, dan adanya harapan.
Tips
Berefleksi dari hasil penelitian tersebut, bagaimana cara membuat resolusi tahun baru yang dapat dinyatakan dengan jelas, ditepati dan dilakukan tuntas? Tri Hayuning Tyas membagikan beberapa sikap mental dan langkah strategis dalam membuat, menyatakan dan menetapkan resolusi tahun baru.
Pertama, mulailah dengan bersyukur. Mengungkapkan rasa syukur telah melalui rangkaian kehidupan pada tahun sebelumnya dimana ada hal yang positif yang bisa dibanggakan maupun hal negatif yang tidak disukai.
“Akan lebih mudah membuat formulasi resolusi awal tahun jika kita memulai dengan rasa syukur karena dengan bersyukur sesungguhnya kita memiliki kesiapan untuk mengapresiasi kebaikan yang pernah kita terima maupun kebaikan yang pernah kita lakukan,” paparnya, Senin (24/1).
Lalu bagaimana caranya? Ia menjelaskan cara yang bisa dilakukan dengan mengupayakan mencari tempat dan waktu yang tepat yang memberi ketenangan. Dengan begitu diharapkan seseorang dapat berefleksi tentang hal-hal yang disyukuri tahun tersebut. Memikirkan dan merefleksikan hal yang dapat kita lihat sebagai capaian. Misalnya, jika tahun yang telah dilalui penuh dengan tantangan kesehatan fisik dan mental, maka berada dalam keadaan sehat dan waras saat ini merupakan satu capaian besar.
Kedua, sedikit lebih baik. Resolusi atau tujuan yang terlalu banyak hanya akan merepotkan diri sendiri dikemudian hari ketika kita benar-benar mencoba melakukannya. Buatlah sekitar lima sampai dengan delapan tujuan yang terformulasi secara realistis dan spesifik tentang hal-hal konkrit apa saja yang perlu dilakukan demi mewujudkan tujuan tersebut.
“Akan lebih baik lagi jika kita buat kerangka waktu pengerjaan (time-frame) hal-hal tersebut dan fokuslah!,” tuturnya
Ketiga, tetapkan prioritas. Sebab tidak semua tujuan setara tingkat kepentingannya. Tahun ini mungkin kita akan meletakkan sumber daya lebih banyak untuk kesehatan, atau untuk pencapaian tujuan akademik, atau relasi keluarga.
“Tenang dan pikirkan baik-baik saat menentukan prioritas dari tujuan-tujuan tersebut,” katanya.
Keempat, tulislah tujuan-tujuan tersebut. Tuliskan tujuan-tujuan tersebut dan letakkan ditempat yang mudah ditemukan seandainya nanti perlu pengingat atau direvisi.
“Jalan kehidupan seringkali tidak dapat kita prediksi tepat, jadi tidak apa-apa jika kita merevisi tujuan kita,” sebutnya.
Kelima, mantapkan dukungan sosial. Dukungan sosial dalam hal ini penting untuk pencapaian tujuan. Berbagi dengan teman atau keluarga padagilirannya nanti akan membantu kita dalam mencapai tujuan. Mereka dapat menjadi faktor motivasi bagi kita untuk terus bergerak mencapai tujuan.
Keenam, jangan mudah menyalahkan diri sendiri. Apabila kita terpeleset diperjalanan nanti, coba lah untuk bangkit dan bergerak lagi. Terjatuh atau bahkan mundur adalah hal yang biasa karena kehidupan tidak selalu selaras dengan yang kita bayangkan dan ada banyak hal yang tidak dapat kita kendalikan. Cobalah berpikir rasional dan logis, misalnya ketika kita ‘terpeleset’, tidak terlalu melibatkan emosi.
“Lihat lagi apa yang keliru dan coba lakukan perbaikan. Pikirkan tentang imbalan yang diperoleh dan berikan hadiah untuk diri sendiri ketika tujuan tercapai,” tegasnya.
Ketujuh, bantuan dari profesional. Jika mengalami kesulitan dalam memformulasi dan menuliskan tujuan yang menjadi resolusi awal tahun dan bagaimana mencapainya, maka kita dapat mempertimbangkan untuk berdiskusi dengan seorang profesional misalnya life-coach, motivator, konselor, atau psikolog. Langkah tersebut bisa dilakukan untuk menjernihkan dan membantu dalam formulasi resolusi yang tepat dan dapat kita lakukan. Sebab, pengalaman kegagalan mencapai resolusi yang terjadi terus menerus akan menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan yang dapat menghambat kita untuk merencanakan perbaikan maupun hal-hal baik yang menjadi visi kita ke depan.
“Menyatakan tak semudah melakukan maka terus bergerak dan tuntaskan resolusi yang telah ditetapkan,” imbuhnya
Selain dari langkah-langkah sistematik diatas, Tri Hayuning Tyas memaparkan ada hal yang perlu diingat dan diperhatikan dengan baik. Bahwa willpower untuk memulai sesuatu seringkali kehilangan dayanya seiring waktu dan dinamika kehidupan. Pada literatur reviu sistematis yang dipublikasikan pada Journal of Personality (2015) menunjukkan bahwa berdasarkan enam studi skala besar yang melibatkan 2.200 partisipan, perilaku yang sangat penting dibangun untuk maju dan membuat perubahan adalah membentuk rutin dan kebiasaan. Dalam studi disebutkan, pelajar yang mengidentifikan dirinya memiliki kendali diri yang baik, cenderung memiliki lingkungan belajar yang konsisten. Artinya ia belajar diwaktu yang sama, tempat sama dengan distraksi yang relatif sama pula. Jika kita melakukan sesuatu secara ‘otomatis’ tanpa berpikir atau dengan upaya lebih, maka perilaku otomatis ini tidak terlalu mudah untuk diubah.
Penulis: Ika