Gerbosari dan Ngargosari merupakan dua di antara tujuh kalurahan di Kapanewon Samigaluh, Kulon Progo, yang memiliki beragam potensi wisata. Gerbosari mempunyai kawasan budi daya bunga krisan seluas 1,2 hektare yang mulai dikembangkan melalui adanya Agrowisata Krisan yang berlokasi di Dusun Karang. Selain budi daya krisan, Dusun Karang memiliki sejumlah potensi dalam bidang pertanian. Hal ini dibuktikan dengan adanya Kelompok Wanita Tani (KWT) UBBET yang rutin berkegiatan setiap bulannya. Program yang dilakukan di antaranya adalah penyemaian benih, pembagian benih, hingga kegiatan pasca panen. Sementara itu, Ngargosari dikenal dengan sejumlah wisata kopinya. Tanaman kopi di daerah ini pun dapat dikatakan melimpah, namun sayangnya belum dirawat dan dikelola secara maksimal oleh masyarakatnya.
“Di Ngargosari banyak wisata yang terkenal kopinya, tapi kebanyakan bukan lokal. Masyarakat justru lebih memilih menjual hasil kopi dalam bentuk mentah. Padahal, kalau diolah lebih lanjut kopi tersebut bisa jadi lebih bermanfaat dan bernilai jual tinggi,” jelas Hesta Eka Satria, mahasiswa KKN-PPM UGM Periode 4 Tahun 2021 Unit Samigaluh.
Melihat potensi dan kurangnya pemahaman masyarakat, Tim Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (KKN-PPM UGM) Unit Samigaluh mengadakan Pelatihan Pertanian Organik pada Minggu (30/1). Pelatihan ini terdiri atas dua sesi. Sesi pertama yaitu Pelatihan Pertanian Organik dan Grading Kopi yang bertempat di Balai Desa Ngargosari, menghadirkan dua pembicara yaitu Edi Dwi Atmaja (expertise dan praktisi kopi) serta Dwi Umi Siswanti, S.Si., M.Sc. (dosen Fakultas Biologi UGM, peneliti, dan praktisi pertanian organik terpadu). Sesi kedua adalah Pelatihan Hidroponik, Budikdamber, dan Aplikasi Biofertilizer untuk Mendukung Budi Daya Pertanian Organik yang diselenggarakan di Dusun Karang, Gerbosari.
Pada sesi pertama, Edi Dwi Atmaja mengawali materi grading kopi di Ngargosari dengan mengenalkan kopi, kemudian menjelaskan cara membedakan jenis kopi, serta cara pengolahannya. Materi dilanjutkan dengan pengenalan, pembuatan serta penggunaan pupuk biofertilizer oleh Dwi Umi Siswanti, S.Si., M.Sc. dan pelatihan pembuatan mineral block (permen) untuk ternak ruminansia seperti kambing. Di akhir sesi ini dilakukan pembagian biofertilizer produksi Tim KKN-PPM UGM Unit Samigaluh kepada seluruh peserta pelatihan. Setiap peserta memperoleh dua botol (1 liter) biofertilizer yang dapat dijadikan biang untuk pembuatan biofertilizer selanjutnya.
Pelatihan sesi kedua di Kalurahan Gerbosari berisikan materi mengenai pertanian hidroponik, budikdamber, dan aplikasi biofertilizer yang disampaikan kepada KWT UBBET serta perwakilan dari 9 dasa wisma se-Dusun Karang. Selain sebagai upaya pemberdayaan perempuan, kegiatan ini merupakan bentuk upaya meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian yang ada.
“Senada dengan slogan KWT UBBET, yaitu ‘Iso nandur, ngopo tuku?’, dengan menanam hidroponik dan juga budikdamber, harapannya dapat memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi keluarga karena tidak perlu membeli,” ujar Achluljanna Ramadhani Muhammad selaku penanggungjawab kegiatan pelatihan di Gerbosari.
Pemaparan mengenai biofertilizer di sesi kedua juga disampaikan oleh Dwi Umi Siswanti, S.Si., M.Sc. Biofertilizer merupakan pupuk organik cair yang berasal dari urin, baik itu urin hewan ternak seperti kambing dan sapi, maupun urin manusia sendiri. Data dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) menunjukkan bahwa di Gerbosari terdapat 7.684 ekor kambing yang menjadi potensi biofertilizer desa.
“Biasanya urin itu dibuang begitu saja. Padahal, itu semua bisa diolah menjadi biofertilizer yang bermanfaat,” jelas Dwi Umi Siswanti.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, aplikasi biofertilizer pada tanaman krisan Gerbosari yang berumur 60 hari menunjukkan penambahan tinggi tanaman dan jumlah daun. Penggunaan biofertilizer juga dapat meningkatkan kualitas, produktivitas, serta ketahanan tanaman.
“Selain harganya yang bisa menjadi lebih mahal, tanaman organik juga punya nilai atau value yang lebih tinggi di pasaran. Value itu akan lebih tinggi lagi kalau yang memproduksi ibu-ibu di KWT, karena merupakan bentuk pemberdayaan perempuan,” pungkasnya.
Ibu-ibu yang hadir dalam sosialisasi ini pun antusias menanggapi materi yang disampaikan.
“Kami di KWT UBBET selama ini baru menggunakan pupuk organik cair yang dibuat dari sampah organik sayuran. Baru kali ini mendengar tentang biofertilizer dari urin. Nanti akan kami praktikkan di KWT,” tutur Suratiyah, perwakilan dasa wisma sekaligus anggota KWT UBBET.
Penulis: Tim KKN-PPM Samigaluh