Sebanyak 152 mahasiswa mengikuti pembelajaran membatik di sentra kerajinan batik “Sinar Abadi Batik”. Mereka adalah para mahasiswa peserta Hybrid Winter Course 2022 on Interprofesional Education-Post Pandemic Life: Lesson Learnt and Future Direction yang berasal dari Malaysia, Myanmar, Pakistan dan Indonesia.
Sebanyak 30 mahasiswa peserta terlibat kegian ini secara luring, dan sisanya mengikuti secara daring. Tidak hanya terlibat aktif dalam proses produksi atau kegiatan membatik, para peserta juga diajak berdiskusi membahas persoalan adaptasi industri batik pada saat masa pandemi Covid-19, serta berbagai persiapan dalam menghadapi masa pasca-pandemi nantinya.
Di saat pandemi semua pekerjaan mengandung risiko, termasuk dalam hal membatik dan itu bisa menjadi sasaran tembak jika kurang mendapat perhatian. Meski telah banyak inisiasi-inisiasi dilakukan oleh banyak pihak, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM pun turut memberi perhatian secara khusus untuk kesehatan para pembatik.
dr. Sri Awalia Febriana, M.Kes., Sp.KK(K)., Ph.D menyampaikan para pekerja di sektor batik rentan terhadap penyakit yang ditimbulkan dari bahan kimia yang digunakan selama proses membatik. Oleh karena itu, menurutnya, untuk mencegah penyakit yang timbul UGM menginisiasi gerakan membatik dengan sehat sejak 2016 lalu.
Pada awal kegiatan, gerakan membatik dengan sehat berfokus pada upaya penyembuhan. Tetapi setelah itu perhatian lebih pada upaya pencegahan bersama agar masyarakat tidak mengalami sakit.
“Kami pun kemudian mengajak teman-teman dokter kulit, mata, THT, saraf, ahli anatomi, faal, paru untuk melihat ergonominya. Mereka juga mengajak ahli kesehatan lingkungan dan mipa dari ITB,” katanya di sela-sela program winter course 2022, FK-KMK UGM, Fakultas Kedokteran Gigi UGM dan Fakultas Farmasi UGM, Rabu (2/2) di “Sinar Abadi Batik” di Jalan Ngentakrejo, Lendah Kabupaten Kulon Progo.
Sri Awalia Febriana menuturkan tidak hanya pada bidang kesehatan, pendampingan FKKMK UGM pun juga meliputi teknologi pengelolaan limbah batik. Bahkan, pada program pengelolaan limbah ini mendapat dukungan dari Mantan Bupati Kulon Progo, dr. Hasto Wardoyo.
“Pada saat itu meminta agar pengolahan limbah dari bahan kimia pembuatan batik dibuat lebih simpel dan mudah. Alhasil alat pengolah limbah dibuat dengan bentuk menyerupai almari es berukuran kecil, portable dan kini juga sudah dimanfaatkan sampai Kalimantan,” katanya.
dr. Bagas Suryo Bintoro., Ph.D selaku ketua field visit Winter Course menyatakan pandemi Covid-19 turut memperkuat pergeseran paradigma sehat bagi masyarakat. Kesehatan yang semula banyak berfokus pada upaya kuratif atau penyembuhan, kini mulai lebih memperhatikan aspek preventif dan promotif sebagai upaya pencegahan bersama agar masyarakat tidak terjatuh dalam kondisi sakit.
Harapannya, para penggiat pelayanan kesehatan kini tidak lagi hanya mengupayakan program promosi dan prevensi di ruang konsultasi ataupun praktik klinis, dan sudah saatnya program prevensi dan promosi tersebut harus bersifat komunal atau komunitas, dan digiatkan dengan baik di lingkungan sekolah, kampus, maupun tempat kerja yang seringkali justru terabaikan.
“Risiko bisa dilihat oleh para tenaga kesehatan, dan bisa dicegah dan bisa dikomunikasikan, selama ini teman-teman atau masyarakat tahunya dokter itu kerjanya hanya di tempat praktik saja, padahal kenyataan tidak edukasi harus juga bisa dilakukan di luar di komunitas. Jadi, dengan kegiatan ini kita berharap bisa memberi pengalaman pada calon tenaga kesehatan,” katanya.
Agus Fatkhurohman, owner “Sinar Abadi Batik”, mengakui gerakan yang diinisiasi oleh UGM memberi manfaat yang besar, tidak hanya dari segi kesehatan tetapi juga teknologi yang selama ini terabaikan. Bahkan, juga mendapat manfaat semakin besarnya jaringan pemasaran batik.
“Kesehatan itu penting dan dengan pendampingan secara periodik semua terkontrol, karena meski sebelum ada pendampingan pengelolaan limbah sudah terlokalisir, tapi dengan bantuan pengolahan limbah portable sangat bermanfaat, dan juga berdampak pada jaringan pemasaran,” terangnya.
Agus menambahkan usaha batik berdiri pada tahun 2008 dan mendapat pendampingan dari FKKMK UGM sejak tahun 2016. Dengan berbagai cara pendampingan mampu meningkatkan omset antara 25-30 persen.
Ia pun mengungkapkan batik motif geblek renteng sebagai motif utama yang ia kembangkan selain motif batik Jogja dan custom. Sebelum pandemi “Sinar Abadi Batik” mampu memproduksi 1.000 – 1.500 lembar batik per bulan, tapi memasuki pandemi berkisar 700 – 900 lembar per bulan.
“Manfaat pendampingan sangat terasa sekali, apalagi di saat pandemi penjualan sempat turun sekali, tapi karena ada masukan dari jaringan-jaringan UGM bisa agak bernafas,” ucapnya.
Dari kegiatan field visit membatik, sebanyak 152 mahasiswa peserta Hybrid Winter Course 2022 on Interprofesional Education-Post Pandemic Life: Lesson Learnt and Future Direction diharapkan mampu menghayati atas pengalaman langsung sebagai pekerja industri kreatif dan mampu meningkatkan pemahaman tentang dampak Covid-19 terhadap kondisi sosial, ekonomi dan budaya industri kecil di Indonesia.
Penulis : Agung Nugroho