Sumber penghasil limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) dapat berasal dari industri, pertambangan, transportasi, rumah sakit, laboratorium kimia, rumah tangga, dan proses alam. Masing-masing sumber limbah B3 tidak selalu berasal dari hasil proses atau kegiatan utamanya, tetapi bisa dari kegiatan pemeliharaan atau pencucian alat, bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan B3, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi (off-spec).
Dalam pandangan Prof. Dr. Endang Tri Wahyuni, M.S., limbah B3 dapat berada dalam 3 fase, yaitu gas, cair, dan padat. Sesuai dengan fasenya, limbah B3 dapat memasuki tubuh manusia melalui pernapasan karena terhisap, pori-pori kulit karena terserap, dan mulut karena tertelan.
“Contoh limbah B3 dari industri yang tersebar luas di lingkungan adalah logam berat berbahaya seperti Cd, Cr(VI), Cu, Hg dan Pb yang dapat berasal dari industri cat dan pelapisan logam. Di dalam perairan, logam-logam pencemar ini akan terakumulasi dalam tubuh ikan dan/atau terserap oleh tanaman, yang pada akhirnya dapat terkonsumsi oleh manusia,” paparnya di Balai Senat, Kamis (8/4), saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Jurusan Kimia FMIPA UGM.
Selain itu, menurut Endang, dimungkinkan terjadi akumulasi logam berat di dalam tubuh manusia akibat sering mengkonsumsi makanan yang telah tercemar logam berat meskipun dalam konsentrasi rendah. Misalnya, masuknya Cd dalam tubuh manusia dapat mengganti Ca di dalam tulang sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri yang luar biasa. “Di dalam tubuh, Cr(VI) menyebabkan kerusakkan liver dan bersifat karsinogenik, Hg yang bersifat racun dapat merusak syaraf, dan Pb yang bisa menyebabkan kerusakan ginjal dan otak,” tambahnya.
Sejalan dengan perkembangan industri dan pemenuhan kebutuhan manusia yang semakin meningkat, meningkat pula jenis dan volume limbah B3 yang terbuang ke lingkungan. Hal ini sebagaimana yang terlihat langsung informasinya melalui media massa.
Menurut perempuan kelahiran Cimahi, 10 Februari 1962 ini, dampak negatif akibat pencemaran limbah B3 terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup semakin nyata. “Berdasar pada kenyataan itu, maka jelaslah bahwa pengelolaan limbah B3 tidak dapat ditunda lagi,” ujar istri Drs. Achmad Muchlis, M.M. ini.
Dalam pidato pengukuhan berjudul “Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3): Permasalahan dan Upaya Pengolahannya dengan Bahan Lain”, Endang Tri Wahyuni mengatakan kegiatan pengelolaan limbah B3 meliputi bermacam-macam kegiatan. Pengolahan limbah merupakan salah satu bidang yang menarik untuk diteliti dan dikembangkan. “Pengolahan limbah ini menjadi bidang penelitian yang saya tekuni selama ini di mana dalam pengolahan limbah B3 ini memperkenalkan metode secara fisiko-kimia, antara lain, koagulasi, adsorbsi, fotokatalitik, solidifikasi, dan insenerasi,” tutur ibu Mochammad Fadhzil Zafran dan Hanifah Atika Rachma ini.
Di bagian akhir pidatonya, Endang menilai limbah laboratorium kimia meskipun volumenya masih relatif kecil dibandingkan dengan limbah industri, namun justru mengandung jenis B3 yang sangat bervariasi dengan konsentrasi yang relatif tinggi. Oleh karena itu, limbah ini harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan masyarakat.
“Terkait ini pula, pengelolaan limbah laboratorium kimia juga telah saya inisiasi bersama beberapa kolega di Jurusan Kimia FMIPA UGM, yang diawali dengan pengumpulan limbah cair secara terpisah berdasarkan sifatnya, yaitu asam-basa, logam-logam berat, zat organik non pelarut, dan pelarut organik terklorinasi. Limbah asam-basa dengan pH netral langsung dibuang ke saluran pembuangan,” pungkasnya. (Humas UGM/ Agung)