Yogya (KU) – Banyak kasus kematian anak di rumah sakit terjadi dalam waktu 24 jam pertama pasien masuk ke rumah sakit. Beberapa kasus kematian tersebut sebenarnya dapat dicegah bila anak yang sakit berat dapat segera teridentifikasi pada saat tiba di rumah sakit dan mendapat pananganan tanpa ada keterlambatan.
Pada banyak rumah sakit di dunia, para pasien tidak teridentifikasi sebelum dokter datang memeriksa sehingga harus menunggu lama sebelum mendapat pemeriksaan dan penanganan. Pasien-pasien tesebut akan meninggal dalam kondisi yang sebenarnya masih dapat diobati.
“Pemikiran tentang adanya pedoman pelayanan kegawatdaruratan anak di rumah sakit rujukan tingkat I (tipe C dan D) sangat penting untuk menghindari terjadinya kematian pada anak,” kata staf pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) UGM, Fitri Haryanti, S.Kp., M.Kes., dalam ujian terbuka promosi doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan yang berlangsung di Auditorium Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Kamis (8/4).
Fitri menegaskan kompetensi perawat dalam menilai tanda kegawatdaruratan merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki karena perawat sering dihadapkan pada kondisi ketika dokter tidak berada di tempat. Dalam keadaan tersebut, yang harus menilai pasien terlebih dahulu dan melakukan tindakan kegawatdaruratan adalah perawat. “Perawat juga harus mampu menilai pasien yang harus dibantu terlebih dahulu berdasarkan tingkat kegawatannya,” ujar perempuan kelahiran Jakarta, 2 Desember 1968 ini.
Fitri menjelaskan kompetensi perawat gawat darurat adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang perawat darurat untuk melakukan tindakan berdasarkan pengkajian secara komprehensif dan perencanaan yang tepat dan lengkap. “Kompetensi ini bukan prosedur tindakan, tetapi kompetensi perawat harus diikuti dan dilaksanakan sesuai SOP yang baku,” jelas ibu dua anak ini.
Berdasarkan hasil penelitian disertasinya “Pelatihan Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sehat (MTBS) di Rumah Sakit Cut Nyak Dhien, Aceh”, diketahui bahwa pelatihan tersebut memberikan pengetahuan dan keterampilan baru bagi perawat untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Hasil evaluasi pelatihan MTBS level 4 menunjukkan hasil adanya kepuasaan pasien terhadap pelayanan perawat, terutama kemampuan mereka dalam pelayanan pengukuran suhu, melakukan pemantauan terhadap pasien, keterampilan menyuntik, dan mengukur tekanan darah, serta perhatian terhadap rasa sakit si pasien.
Ko-promotor, Prof. dr. Sri Suparyati Soenarto, Sp. A(K)., Ph.D., mengatakan keberhasilan promovenda lulus ujian doktor di bidang keperawatan diharapkan mampu memberikan peningkatan pengetahuan ilmu keperawatan di kalangan perawat dan masyarakat luas yang memerlukan. “Pengetahuan tentang keterampilan, sikap, dan perilaku perawat yang diambil dari hasil penelitian ini seharusnya bisa disebarkan secara luas kepada masyarakat, terutama di daerah rawan bencana,” kata Suparyati.
Sementara itu, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D. selaku ketua tim penguji menyebutkan promovenda berhasil lulus dengan predikat cumlaude dan tercatat sebagai doktor ke-1193 UGM. (Humas UGM/Gusti Grehenson)