Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur tentu berdasar pada sejumlah alasan penting. Diantaranya adanya urgensi untuk melakukan sentralisasi pembangunan nasional.
Sebagaiamana disampaikan Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc., Guru Besar Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi UGM, terdapat tujuan jangka panjang untuk menciptakan perkembangan wilayah antar propinsi yang lebih berimbang. Membangun Ibu Kota Negara baru sebagai peluang sekaligus tantangan, dimana konsep kota hutan dan kota cerdas diusung sebagai jawaban konseptual atas berbagai kritik dan tantangan yang mengemuka, khususnya untuk mewujudkan keberlanjutan.
“Konsep forest city yaitu model pembangunan yang berbasis hutan dan kepulauan dipilih menjadi konsep pembangunan di Ibu Kota Negara Baru. Dalam Pembangunan Ibu Kota Negara selain memperhitungkan urgensi yang ada juga diperlukan keselarasan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB),” ujarnya saat menjadi pembicara dalam SDGs Seminar Series #74 Fakultas Geografi UGM pada Kamis (24/2).
Rijanta menyampaikan Indonesia secara aktif telah mengintegrasikan SDGs dalam berbagai kebijakan pembangunan sejak 2015 dan terdapat komitmen yang kuat pada tingkat kebijakan sampai implementasinya untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB). Disebutnya pembangunan IKN berpotensi menjadi atalase bagaimana SDGs dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembangunan pada tingkat nasional sampai tingkat masyarakat lokal melalui pencapaian TPB.
“Pasca Perang Dunia kedua, sudah ada 17 negara telah memindah ibukotanya dan Indonesia yang ke-18. Mereka lebih ketitik sentral dalam memindah ibukota dibanding pinggiran, dan untuk Indonesia alasan paling kuat karena penduduk Jakarta tercatat 11 juta, belum lagi bila ditambah jumlah penduduk kota penyangga Bodetabek, bisa-bisa mencapai dua kali lipatnya,” ucapnya.
Hasil survei Knowledge Attitude Practise (KAP) tentang IKN dan Pembangunan Berkelanjutan, Rijanta menyebut pengetahuan tentang pemindahan IKN, lokasi dan dampak umumnya positif. Sementara sikap masyarakat terhadap rencana relokasi IKN umumnya juga positif.
“Hanya saja praktik masyarakat belum ada aktivitas di lapangan yang melibatkan mereka dalam proses relokasi, dan untungnya pengetahuan tentang berbagai aspek pembangunan berkelanjutan umumnya baik,” katanya.
Berdasarkan data BPS, Rijanta menyatakan sebelas dari empat belas penilaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) sudah dicapai dalam pembangunan IKN. Hal ini berdasarkan nilai capaian relatif Kalimantan Timur yang berada di atas nilai rerata provinsi di Indonesia.
“Namun, masih terdapat penilaian 1 TPB di Provinsi Kalimantan Timur yang mencapai angka di bawah rerata nasional, ” terangnya.
Pembicara lain, Prof. Dr. Ir. H. M. Aswin, M.M, Bappeda Provinsi Kalimantan Timur, mengungkapkan keselarasan pembangunan IKN dapat terlihat dalam 8 prinsip pembangunan. Kedelapan prinsip tersebut diantaranya mendesain sesuai kondisi alam, Bhineka Tunggal Ika, terhubung, aktif, dan mudah diakses, rendah emisi karbon, sirkuler dan tangguh, aman dan terjangkau, nyaman dan efisien melalui teknologi, serta peluang ekonomi bagi semua.
“Saya menilai ini bagus sekali jika ini bisa terjadi,” ungkap Aswin.
Ia berharap pembangunan ini bisa lebih merata ke seluruh Kalimantan Selatan dan bukan hanya pada kawasan IKN. Pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di Pulau Kalimantan sangat diharapkan dari adanya pembangunan Ibu Kota Negara Baru.
Hanya saja dalam pengembangan sektor ekonomi potensial daerah yang bernilai tambah tinggi dan berkelanjutan hingga saat ini masih menjadi PR tersendiri bagi Kalimantan Timur. Diperlukan percepatan pembangunan dan pemerataan pertumbuhan wilayah khususnya dalam sektor infrastruktur, upaya percepatan pemulihan ekonomi dan reformasi sosial di daerah, peningkatan kapasitas dan kualitas SDM lokal, dan peningkatan kualitas lingkungan melalui rehabilitasi sudah menjadi tujuan pemerintah.
“Dengan adanya keselarasan pembangunan dengan nilai SGDs atau TPB, harapannya pembangunan IKN ini akan memiliki dampak berkelanjutan bagi masyarakat Kalimantan Timur khususnya dalam hal kualitas pendidikan, lingkungan hidup, ekonomi, infrastruktur, dan lapangan pekerjaan,” ungkapnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Malang TIMES